JNE Mendukung UMKM untuk Bangkit Kembali

UMKM di Indonesia itu mungkin adalah kelompok yang paling unik dibandingkanbentuk usaha yang lain selama pandemi akibat covid 19 berlangsung. Mengapa? Karena UMKM Indonesia adalah kelompok yang paling mengalami dampak secara langsung ketika status pandemi diberlakukan.

Bayangkan, UMKM yang umumnya adalah menawarkan barang atau jasa pada pembeli secara langsung dengan modal mereka yang sedikit, tiba-tiba dilarang untuk berjualan atau menwarkan barang atau jasa pada pembeli karena semua orang disarankan untuk berdiam di rumah saja. Dalam sekejap, banyak UMKM yang menangis karena modal mereka yang sedikit tidak dapat diputar untuk usaha tapi harus terpakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Modal adalah nyawa bagi sebuah UMKM. Jadi, ketika modal terus menerus tergerus diambil tanpa ada kepastian untuk diganti dengan lebih baik, maka modal akan habis. Jika modal habis, maka habis pulalah UMKM tersebut.

Selama pandemi berlangsung di kurun waktu 2020, lalu sepanjang tahun 2021, ada banyak UMKM di Indonesia yang akhirnya bertumbangan alias gulung tikar.

Saudara-saudaraku punya UMKM dan mereka bercerita betapa berat menjalani hari-hari selama pandemi. Bahkan ada saudaraku yang setelah modal usahanya habis terpakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka sekeluarga mulai memakan makanan beku yang sedianya harus dijual agar bisa balik modal. Jadi modal berupa cash keras habis, modal berupa barang pun terpakai sudah.

3 Perempuan Biasa yang Luar Biasa di Drama-Drama Netflix

Pernah tidak ketika bertemu orang lain, mereka mengambil kesimpulan sendiri atas diri kita menurut persepsi mereka?

Seperti ini nih (pengalaman pribadiku nih hehe) :

"De,... kamu orangnya kalem banget ya?"

"De,... elo nggak bisa diem ya ternyata, energik banget."

"De,... elo cerewet ya, banyak maunya."

"Buset dah, elo orangnya galak bin tegas ya ternyata. Serius mulu ih."

"Tolong, bisa nggak serius barang sekejep? Dari tadi bercanda mulu ya."

Dan seterusnya. Terkadang, eh, sering malah, persepsi orang-orang tersebut satu sama lain saling bertentangan. Ada yang memberi kesan aku pendiam, kalem, tapi orang lain ada yang menduga aku ramai, cerewet, nggak bisa diam. Ada yang menganggap aku orangnya streak to the point alias nggak suka muter-muter, tapi ada yang menganggap aku justru kurang terus terang, jadi mereka harus meraba-raba mauku apa sebenarnya.

JNE Raih Penghargaan Muzakki Istimewa Award 2022 dari Baznas Indonesia

Kemarin, bersama adik dan kakakku di grup whatsapp kami, kami sempat berdiskusi tentang siapa itu Muzakki. Mungkin, bagi orang lain ini topik yang basi. Tapi, bagi kami, topik ini tidak pernah basi. Ilmu agama memang demikian, terus diulang dan dikaji agar pengetahuan tentangnya terinternalisasi dengan baik dalam diri setiap Mukmin dengan begitu akan mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Insya Allah. Itu sebabnya tidak ada ilmu pengetahuan dan informasi yang bisa disebut "sudah basi". 

Muzakki dan Mustahik

Muzakki adalah orang yang memberikan zakatnya. Yaitu mereka yang dikenai kewajiban membayar zakat. Lebih spesifiknya seperti yang diuraikan dalam Al Quran surat At Taubah (9) ayat 103, yang artinya:

"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."

Siapa saja mereka yang masuk golongan bisa disebut sebagai muzakki? Yaitu:

Para Pemenang JNE Content Competition 2021

Dua bulan lalu, aku sibuk mengajukan permintaan untuk melakukan wawancara atas saudaraku yang kebetulan menjadi pelaku UMK (usaha mikro  kecil) dan UMKM (usaha mikro kecil menengah). Bidang usaha UMK adalah bidang usaha yang menurutku paling mengalami dampak terhadap Pandemi Covid 19 yang telah berlangsung selama 2 tahun (2020/2021 s.d 2021/2022). Nah, bulan lalu JNE bekerjasama dengan platform Kompasiana mengadakan lomba menulis tentang UMKM. Kalian ikut sertakah jadi peserta lomba yang bertaburan hadiah tersebut? Nah, selanjutnya sepertinya hal yang ditunggu-tunggu oleh kalian yang mengikuti ajang lomba tersebut. Apalagi jika bukan pengumuman pemenang lomba. 

Berikut ini adalah pengumuman pemenang lomba tentang UMKM yang diadakan oleh JNE dan Kompasiana.


5 Hal Yang Bikin Aku Bahagia

 [Lifestyle] Ada banyak banget nih hal-hal yang bisa membuat aku bahagia. Apalagi di jaman sekarang. Mungkin karena jaman sekarang akunya sudah bisa (insya Allah) lebih menikmati makna kehidupan ya. Jadi ada banyak banget hal-hal yang otomatis aku syukuri dan itu ternyata menghadirkan rasa bahagia tersendiri.

Jaman dulu, ketika aku masih muda dulu, hal-hal yang aku hargai di jaman sekarang belum bisa aku hargai. Benar-benar masih selfish banget dakuh dulu. Jadi, aku punya standar tersendiri apa itu yang bikin aku bahagia dan ketika standard itu tidak terpenuhi maka akunya mudah uring-uringan dan mengklaim tidak bahagia. Lalu mulai cemberut, ngambek atau marah-marah. Parah memang kelakuan minusku jaman dulu itu.

Nah, sekarang aku mau nulis 5 hal yang bikin aku bahagia.

Lomba Tentang UMKM di Kompasiana Diperpanjang

 [Lifestyle] Masih segar dalam ingatan kita ketika Presiden Joko Widodo di penyelenggaraan ajang lomba balap di sirkuit Mandalika, membeli produk UMKM Lombok. Salah satu yang dibeli Presiden Jodo Widodo saat itu adalah sepasang sepatu sneaker berwarna merah dengan kain tenun Lombok sebagai salah satu bahan dasar sepatunya. Cantik.

credit foto: Twitter @AgungSu63878987

credit foto: Twitter @AgungSu63878987


UMKM Indonesia memang luar biasa. Dan UMKM adalah salah satu bidang usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia. Kenapa bisa begitu?

Literasi Yang Membawa Indonesia Maju

 [Catatan Akhir Tahun] Sebagai seorang yang mengaku menjadi penulis (selain blogger), aku paling rendah diri jika sedang berkumpul bersama dengan teman-teman seprofesi dan kami membicarakan tentang bahan bacaan. Topik pembicaraan yang paling bikin aku ingin segera melipir duduk di pojokan saja, yaitu pertanyaan, "buku apa saja yang kalian baca?

https://www.adeanita.com
kegiatan menunggu anak pulang sekolah di mall dengan cara membaca buku

Duhai. Sepertinya, orang-orang sudah terlanjur memberi cap bahwa "seorang penulis itu pasti suka membaca.". Kenyataannya di aku sih, aku kurang suka membaca buku. Kecuali buku-buku tertentu yang gaya menulisnya aku suka, barulah aku bisa terus terjaga membacanya sampai akhir (jika memungkinkan). Dulu, aku memang suka membaca. Itu sebabnya di rumah aku punya ruang perpustakaan pribadi tersendiri. Terlebih suamiku adalah seorang dosen yang berstatus sudah profesor. Koleksi bukuku dan buku suami saling melengkapi. Tapi, seiring dengan kapitalisasi yang sudah melanda dunia literasi saat ini, maka buku yang beredar itu banyak sekali di pasaran tapi dengan kualitas yang tidak semuanya sesuai dengan seleraku. Bahkan tidak sesuai dengan harapanku. Sekarang, banyak buku yang dibuat secara masif semata karena tuntutan permintaan pasar. Seperti saat ini misalnya, banyak buku yang beredar tentang fiksi dunia perselingkuhan. Tiba-tiba ada banyak sekali novel yang bertema tentang perselingkuhan. Dan ini sudah terjadi beberapa tahun terakhir. Jadi, aku sebagai pembaca sering mendapati diriku berada dalam kondisi tidak punya banyak pilihan, dan jikapun ada maka semuanya tidak ingin aku pilih sebenarnya. Membuatku yang semula suka membaca, jadi muak sendiri karena sering kecele dengan beberapa lembar pertama sebuah buku yang ternyata isinya menurutku tidak bagus sama sekali. Apalagi semakin banyak buku yang diterbitkan secara indie dan typonya banyak sekali; belum lagi logika yang ganjil. Bikin malas beli buku kecuali jika sudah direkomendasikan oleh orang yang aku percaya. 

Mungkin, ini awalnya aku yang semula suka membaca 10 tahun terakhir ini perlahan menjadi tidak suka membaca buku.

Pertanyaan lanjutannya, "Jika tidak suka membaca buku, lalu bagaimana dirimu mengisi kepala agar muncul banyak ide untuk menulis?"

Mari Mengenal Apa itu LIterasi

 [Catatan Akhir Tahun] Beberapa tahun lalu, ketika semangat ber-literasi masuk ke dalam kurikulum pendidikan nasional sehingga semua sekolah wajib untuk menerapkan sebuah sistem budaya baru bernama Literasi Sekolah, aku sempat melakukan protes kepada koordinator kelas tempat anakku bersekolah.

Mengapa aku protes? Apakah karena aku enggan berpartisipasi dengan anjuran unuk mensosialisasikan semangat ber-literasi di kalangan siswa? Tidak. Yang satu ini aku dukung sepenuhnya. Yang aku protes itu adalah kebijakan sekolah yang menterjemahkan anjuran pemerintah untuk menggerakkan semangat berliterasi di sekolah dengan cara yang lebih seperti memboroskan uang para orang tua murid. Yaitu dengan mengadakan lomba antar kelas untuk membuat dan menghias pojok literasi di kelas masing-masing. Jadi, di pojok kelas bagian belakang yang memang tidak terpakai karena bangku para siswa dimajukan ke depan; dihias agar bisa jadi tempat yang nyaman untuk membaca. Dicat, diberi karpet empuk, diberi bangku dan meja mungil. Pokoknya, benar-benar ajang untuk menghabiskan uang para orang tua murid deh. Hasilnya, ya lebih mirip lomba interior ruangan pojok doang sih menurutku. Tidak ada buku yang dipajang disana. PADAHAL INI KAN UNTUK MENGHIDUPKAN LITERASI SEKOLAH? Tuh. Sebel nggak sih? 

Selesai lomba, pojok ruangan itu ya dibiarkan saja begitu. Tidak ada anak yang mau duduk membaca disana karena takut nanti ruangannya berantakan, lalu ditegur oleh guru atau kepala sekolahnya. Waduh. Salah banget kan terjemahan versi menghidupkan literasi sekolah seperti ini. Itu sebabnya aku datang ke sekolah dan protes. 

Ya. Protesku dicuekin sih akhirnya. wkwkwkwk.... tapi aku sih merasa sudah cukup lah meninggalkna riak di kolam yang tenang. Yang penting sudah menyampaikan. Jadi, sebenarnya literasi yang digaungkan pemerintah untuk dihidupkan di sekolah, rumah dan dimana saja itu sebenarnya apa sih?

Mungkin, kita awali saja tulisan ini dengan mengetahui, apa yang dimaksud dengan Literasi.