Tapi, dalam pemahamanku sih sikap "unwelcome" masyarakat Australia itu lebih karena kekhawatiran bahwa lahan pekerjaan mereka cepat atau lambat akan ditempati oleh para warga pendatang. Maklum, ada standar gaji yang harus diterapkan dan standar itu cukup tinggi bagi pengusaha. Cara cepat untuk mengatasi hal ini yaitu dengan menerima warga pendatang untuk dipekerjakan karena hanya warga pendatang yang mau menerima diberi upah di bawah standar dan mereka ini umumnya tidak berani protes atau melakukan demo penolakan. Kenapa? Karena, ada banyak warga pendatang yang sebenarnya adalah pendatang gelap. Mereka datang ke Australia dengan Visa Turis atau Visa ikut kursus kilat; ketika masa tenggata waktu Visa mereka habis, mereka tidak segera pulang ke negara asalnya lagi. Ya, karena memang niatnya ingin menjadi warga negara Australia. Jadi, Visa yang mereka kantungi itu lebih semacam "karcis masuk ke Australia" saja. Jika sudah masuk, mereka tidak mau keluar lagi. Sudah diniatkan dari awal. Nah, karena posisinya adalah pendatang gelap, maka mereka tidak berani macam-macam. Asal bisa dapat uang untuk makan, bayar sewa rumah dan nabung, ya sudah (oh ya, di Sydney itu, tagihan listriknya murah sekali dan listriknya tidak dibatasi pemakaiannya. Tarif telepon pun demikian, murah sekali. Yang mahal hanya biasa berobat saja sepertinya, dan potongan pajak yang tinggi)
Pemerintah Australia tentu saja tahu perlaku para pendatang gelap ini. Itu sebabnya mereka akhirnya menerapkan kebijakan "reward dan punishmen" untuk menanggulangi masalah ini. Yaitu, barang siapa yang mengetahui dan mau melaporkan dimana terdapat pendatang gelap ini, maka pemerintah akan memberikan uang jasa untuk informasi yang diberikan. Aku gak tahu besarnya sekarang berapa, tapi ketika dulu besarnya adalah $100 untuk satu kepala. Hm... lumayan kan buat yang butuh duit?
Gara-gara kebijakan ini makanya sesama warga pendatang gelap haruslah kompak dan hidup rukun dan "tahu-sama-tahu-saja-tolong-dirahasiakan".
Suatu hari, kebetulan seorang kenalanku yang memang aku tahu posisinya adalah pendatang gelap dan sudah bertahun-tahun bekerja di Sydney, terlibat keributan dengan rekan kerjanya di pabrik yang kebetulan berasal dari Vietnam. Bedanya, si Vietnam ini sudah resmi menjadi warga negara Australia. Akibat ribut ini, maka si Vietnam ini sakit hati pada kenalanku itu. Sekejap, dia pun melayangkan laporan keberadaan kenalanku itu pada pemerintah. Dan... kehebohanpun dimulai. Suatu hari, kenalanku itu digerebek di tempat kerjanya, digelandang ke tempat penampungan dan hanya diberi waktu beberapa hari untuk membenahi segala sesuatu yang dia miliki karena dia akan segera dikirim balik ke Indonesia dengan: kapal laut. Wah. Heboh. Jangankan untuk melakukan garage sale untuk semua perabotan rumah tangga yang dia miliki, mengepak barang pun dilakukan dengan buru-buru. Lalu meminta surat pengatar dari sekolah anak-anaknya. Lalu mengirimkan beberapa barang lewat paket ekspedisi ke tanah air. Dan tidak sempat meminta uang gaji terakhir dari pabrik tempatnya bekerja. Menyedihkan memang.
Tapi demikianlah, meski menyedihkan kesalahan tetap harus dihukum. Bagi Australia keberadaan warga pendatang ini memang merugikan. Karena, mereka tidak pernah membayar pajak (kecuali jika mereka membeli barang-barang yang sudah terkena pajak otomatis). Mereka juga tidak memberi tamabahan bagi arus uang berputar bagi kas negara tersebut (karena biasanya penghasilan yang mereka terima langsung ditransfer ke keluarganya di negara asal). Dan yang lebih tidak menyenangkan bagi pemerintah Australia adalah kenyataan bahwa ternyata kejahatan banyak terjadi di wiliayah yang ditempati oleh mayoritas warga pendatang. Entah apa korelasi antara warga pendatang dan tingkat krimininalitas yang terjadi. Tapi aku pikir sih karena "kemiskinan itu lebih mendekatkan seseorang ke arah kekafiran". Artinya, karena situasi yang amat sulit, orang jadi lupa pada norma-norma kebaikan dan terpuji. Yang ada adalah, gimana caranya agar bisa makan hari ini. Dan gimana caranya agar tidak diganggu ketika sedang berusaha mendapatkan makanan.
Nah.... beberapa hari yang lalu, di wall facebookku hadir sebuah ajakan untuk membantu Sutinah dari seorang teman.
| ini potongan status facebook yang dishare di wallku itu |
Begitu dapat share-an ini, aku sebenarnya langsung menuliskan komen yang panjang. hahahaha.... ini namanya komen gak pake mikir. Intinya sih, aku menulis kenapa harus bingung menjelaskan apa itu hukum pancung. Karena buatku sendiri, kasus Sutinah ini:
1. Ini adalah penerapan dari hukum Islam. Pada beberapa orang penerapan hukum Syariat Islam memang mungkin terkesan sadis dan kejam dan jika dilihat begitu saja, tampak seperti bertentangan dengan penerapan penghormatan pada hak-hak asasi manusia. Tapi, sesungguhnya penerapan hukum Islam itu membawa keadilan dan memiliki efek jera yang cukup efektif bagi pelaku tindak kejahatan. Tapi kalau dikomentari bahwa ternyata di Arab Saudi sendiri tetap saja yang namanya pelaku tindak kejahatan tidak berkurang, itu sih kembali pada pilihan manusianya sendiri. Sudah jelas terlihat hukumannya ini dan ini, tapi kok nekad melanggar. Jadi... pilihan si penjahatnya kan?.
Nah, salah satu penegakan hukum Islam itu adalah hukuman mati bagi pembunuh. Menghilangkan nyawa orang lain itu sebuah perilaku kejahatan yang tidak bisa dipandang ringan. Tapi... hukuman mati ini bisa ditunda jika:
- Salah satu atau seluruh ahli waris korban pembunuhan masih di bawah usia untuk menghasilkan pendapat apakah dia ingin memaafkan pelaku atau tidak.
- Selurh ahli waris bersedia memaafkan pelaku.
Jika mereka sudah memaafkan, maka berlakulah hukum Diyat; yaitu uang darah; uang yang harus dibayar untuk mengganti rasa sakit akibat kehilangan. (korban pembunuhan, biar bagaimanapun pasti meninggalkan anggota keluarga yang membutuhkan dia. Jika korban seorang ibu, maka ada anak-anak yang butuh kehadiran ibu mereka. Jika dia bapak2, maka ada keluarga yang kehilangan sosok pencari nafkah. Dan jika dia seorang pemuda atau pemudi, maka keluarganya kehilangan sosok yang akan menjadi pelindung dan membantu mereka di masa depan, ketika orang tua mereka sudah uzur). Jadi... uang darah itu adalah uang untuk menerapkan keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan. Tidak ada istilah "menjual nyawa" seperti yang dipersangkakan oleh orang-orang yang tidak mengerti.
2. Ini kasus kejahatan serius loh. Pengadilan di sana itu kan pengadilan yang cukup adil. Mempertanyakan proses keadialn di ruang pengadilan sana itu, sensitif banget. Rasanya tidak masuk akal jika kasus yang terjadi tahun 2007 (jadi bukan kasus yang terjadi baru-baru ini saja), mengalami proses pembukaan fakta-fakta yang sembrono dan akhirnya menghasilkan keputsan yang sembrono juga. Pasti ada fakta-fakta di pengadilan. Dan fakta-fakta keadilan disana adalah: Satinah mengakui telah membunuh dan merampok majikannya. Dan itu dilakukan oleh Satinah dengan sebuah perencanaan dan kesengajaan. Beritanya bisa dibaca disini, disini dan disini juga disini.
![]() |
| gambar ini aku ambil dari Tempo.co.id |
3. Para TKI itu benar adalah pahlawan devisa kita. Ini aku akui. Puluhan triliun telah disumbangkan oleh para TKI kita dari luar negeri (TKI disini bukan hanya untuk para Blue Collar tapi juga para White Collar). Tapi, ketika mereka melakukan kejahatan di negara lain, maka penting bagi kita untuk merenung kembali ... "apakah nasionalisme itu menepis kejahatan yang terjadi?"
"Apakah nasionalisme itu berarti membaurkan yang hitam dan putih agar bersatu tanpa memandang perbedaan di antara mereka?"
Berusaha membela kemanusiaan harus ditegakkan. Aku setuju. Tapi, ganjaran bagi pelaku kesalahan tetap harus dilakukan. Karena, seperti yang penyair Rumi katakan:
"Penting bagi Raja untuk menggantung orang yang bersalah di hadapan orang banyak karena sesungguhnya orang banyak akan melihat itulah akibat yang akan mereka terima jika melakukan kejahatan"
Eh.. jadi aku mau ngomong apa ya? hehehe... (jujur, aku takut salah ngomong sih sebenarnya).
Intinya sih, yang terancam terkena hukuman mati itu sebenarnya bukan hanya Satinah loh. Tapi ada banyak. Ratusan malah jumlahnya (baca ini di koran tempo: 265 TKI terancam hukuman mati). Dan jika semua harus ditebus oleh pemerintah semua ya... sulit sih (baca deh ini Pemerintah Sulit Bayar Uang Tebusan TKI di Arab).
Jadi.... karena ini kasus sensitif dan kayaknya teman-teman banyak yang sensi mendengar pendapat yang berseberangan, akhirnya komenku aku hapus lagi. hehehehehe....
Tapi penayangan status yang berkali-kali dari teman-teman di facebook bikin aku gatel untuk bersuara. Jadi.. aku tulis saja deh pendapat pribadiku disini.
Mohon maaf jika ada di antara kalian yang tidak berkenan atau tidak sependapat denganku.
Aku hanya ingin mengingatkan saja, "Sudah benarkah pilihan kita ketika sedang memihak dan membela seseorang?"
Aku selalu berdoa agar Satinah dan semua TKI kita senantiasa diberi yang terbaik dan jika pun mereka yang bersalah diberi pengampunan dan kebebasan, semoga ke depannya mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama.








