Tampilkan postingan dengan label Sepenggal Kenangan dan Harapan. Tampilkan semua postingan

Jasa Nikah Sirri

Di postingan sebelumnya aku menulis tentang KATAKAN TIDAK PADA PERNIKAHAN SIRRI.
Alasan aku mengatakan tidak pada pernikahan sirri karena pada dasarnya sebuah pernikahan sirri itu banyak merugikan perempuan. Padahal, dalam sebuah pernikahan, pihak perempuanlah pihak yang paling lemah dan harus dilindungi. Tapi karena si perempuan menjalankan pernikahan sirri maka perempuan secara tidak langsung menjadi kehilangan beberapa haknya sebagai seorang istri. Di antaranya adalah:
_ Sulit menuntut tunjangan dari kantor tempat suaminya bekerja.
_ Sulit Mencatat kelahiran anaknya secara resmi dalam dokumen negara.
_ Sulit mendapatkan warisan jika suaminya tiba-tiba meninggal dunia dan dia tidak punya saksi yang mau bersaksi bahwa dia dan suami sudah menikah. (kalau di sinetron emang bakalan seru sih, pas acara takziah tiba-tiba datang perempuan lain yang juga meraung sedih dan mengaku sebagai istri simpanan si suami yang sudah terbujur kaku. Tapi... jaman sekarang kan banyak penipu. Apa buktinya bahwa dia benaran istri yang sudah dinikahi oleh suami jika tidak ada dokumentasi resmi dari negara?
_ Sulit juga untuk mendapatkan warisan. Sekali lagi, jaman sekarang tuh banyak penipu. Gak ada buku nikah berarti hoax aja deh judulnya. Bahkan biarpun si perempuan sudah menangis darah dan bersimpuh di samping mayat lelaki yang diakui suaminya.

Nah.... pas lagi blog walking ke blognya Nia Haryanto, aku malah bertemu postingan mbak NIa tentang Jasa Nikah Sirri.  Jadi ceritanya mak Nia Haryanto ini mendapat email tentang jasa nikah sirri.

Wahhh... aku langsung kepo dan masukin clue jasa nikah sirri di google dan hasilnya.... OMG, ternyata benaran ada loh. Sudah gitu yang menyelenggarakannya adalah seorang pria yang mengaku seorang Ustad.
Aduh.
Sudah gitu, dia juga memberikan penguatan alasan-alasan yang sekiranya dibenarkan oleh Agama akan kebolehan melakukan Nikah Sirri sekaligus kebolehan untuk memakai jasa Wali Nikah. Dan semuanya itu dibandrol dengan harga Rp2000.000 (yup... dua juta rupiah dan bisa menikah dimana saja).

Astaghfirullah al Aziim.



Dan belum selesai   aku terkaget-kaget dengan murahnya melakukan Nikah Sirri, eh... aku ketemu lagi iklan seperti ini nih:





Duh. OMG.
Kenapa sih banyak banget perempuan bodoh yang mau saja melakukan Nikah Sirri? Apakah mereka tidak memikirkan lebih jauh resiko-resikonya dan hanya memikirkan kondisi sekarang saja ya?

Yang parahnya, ada juga ustadz yang memberikan layanan untuk memberikan kemudahan jika ingin menikah sirri dengan dalih daripada melakukan zina. Hmm.. iya sih, dalihnya benar. Lebih baik menikah daripada berzina. Tapi.... kenapa harus nikah sirri? Nikah sirri itu... sebuah tindakan pengecut.





Oh ya, ini ada tinjauan hukum dari pernikahan Sirri siapa tahu berguna silahkan kunjungi tulisan ini ya: RAGAM PUTUSAN PIDANA NIKAH SIRRI.. Dalam Ragam putusan pidana nikah sirri ini, kalian para perempuan akan tahu betapa lemahnya kedudukan hukum sebuah pernikahan sirri itu.

Jadi, benar deh. KATAKAN TIDAK PADA NIKAH SIRRI.


KATAKAN TIDAK PADA PERNIKAHAN SIRRI

Seorang teman bercerita padaku bahwa dia terpaksa harus menjalani pernikahan Sirri karena masih terikat dengan peraturan kontrak di sekolah yang dia tempuh.

Awalnya,  dia meminta pendapat. Dan pendapatku pasti: AKU MENENTANG PERNIKAHAN SIRRI.

Dalam Islam, jika seorang muslim dan muslimah ingin menikah, maka agar pernikahan itu sah di mata Allah ada rukun Nikah yang wajib untuk dijalankan.

Rukun Nikah:
1. Ada mempelainya
2. Ada wali hakim yang menikahkan mereka.
3. Ada saksi
4. Ada ijab kabul
5. Ada wali nikah (orang tua calon mempelai perempuan atau walinya jika orang tua tidak ada)

Jika terpenuhi semua syarat dari rukun nikah ini, maka pernikahan sudah dianggap sah di mata agama Islam. Di hadapan Allah.


Tapi... sebenarnya,  ada lagi anjuran yang sifatnya wajib untuk dikerjakan. Yaitu hendaknya sebuah pernikahan itu disiarkan agar tidak menimbulkan fitnah. Karena Islam memiliki prinsip Amar Ma'rruh Nahi Munkar: tegakkan kebajikan dan jauhkan kemunkaran. Sehuah kebajikan tidak akan pernah ada artinya selama kemunkaran masih meraja lela dimana-mana. Dengan demikian, maka menjauhi kemunkaran itu sifatnya hatus didahulukan jika kedua hal ini terjadi dalam satu waktu.

Karena mensiarkan (memberitahu banyak orang) tentang sedang atau sudah terjadinya sebuah pernikahan inilah mulai muncul istilah resepsi pernikahan atau walihan.

Sayangnya, tidak semua orang sanggup mensiarkan pernikahan mereka. Temanku di atas adalah salah satunya. Pernikahan yang terjadi tapi kemudian diam-diam saja gaungnya disebut dengan pernikahan Sirri (Sirri itu artinya bisik-bisik).

"Kenapa harus nikah Sirri sih?"
"Karena gak mungkin mbak kami menikah terang-terangan. Aku masih terikat kontrak untuk tidak boleh menikah sampai lulus sekolah. Dan itu artinya masih ada 4 tahun lagi."
"Lah.. terus kenapa sudah tahu belum boleh menikah 4 tahun lagi malah nyari pasangan?"
"Terjadi begitu saja. Dan sekarang kami takut jika sampai berzina. Makanya lebih baik nikah sirri dulu."
"Jika takut berzina ya jangan dekat-dekat. Jangan membina hubungan. Mending konsentrasi belajar... berprestasi dulu."
"Tapi aku takut kehilangan dia."

Okeh. Kalau sudah yang terakhir ini alasannya, mau kata apa coba?
Akhirnya, karena aku tidak pernah setuju dengan sebuah pernikahan sirri maka aku dan suami memutuskan untuk tidak mau mendengarkan kabar mereka lagi. Bukan apa-apa. tapi ribetnya minta ampun.

"Kamu dan suami hidup terpisah?"
"Iya mbak, karena takut ketahuan jika kami sudah menikah sirri."
"Terus... kalian belum melakukan hubungan suami istri dong?"
"Belum mbak. Aku takut hamil."
"Terus... bukannya dulu niat nikah sirri biar tidak melakukan zina? lah... ternyata kalian nggak ngelakuin itu juga setelah menikah. Padahal setelah menikah bukannya yang tadinya haram jadi halal dan yang tadinya terlarang malah jadi ibadah ?"
"Nggak bisa mbak. Harus hati-hati. Nanti orang lain tahu gimana? Gimana kalau gosip menyebar lalu sampai ke sekolah? Nanti aku dikeluarkan dan harus mengembalikan uang saku selama ini. Gimana kalau sampai hamil?"

Ahhh...ribet super ribet.
Jadi, aku pun terpaksa mengatakan pada mereka: "Gak usah menghubungi aku untuk membicarakan apa saja, atau mengabarkan apa saja kecuali jika itu berupa pemberitahuan Siar Walimah kalian yang sebenarnya."

Sebenarnya, alasan utama aku menentang pernikahan sirri itu karena: SELAMANYA, PERNIKAHAN SIRRI ITU AKAN SELALU MERUGIKAN PIHAK PEREMPUAN.
Percaya deh. Ini beneran.

Karena, pernikahan sirri yang diam-diam itu, membuat tidak ada orang yang tahu bahwa suami kita adalah suami kita. Akibatnya, kita tidak bisa meng-klaim jika ada pihak-pihak yang "menginginkan" suami kita tersebut. hehehehhe

Lalu, karena pernikahan sirri ini juga tidak tercatat di dokumentasi negara. Alias tidak ada buku nikah. Nah.. akibatnya, istri sirri itu jadi kehilangan hak untuk memperoleh tunjangan, juga warisan.

Coba saja, jika suami meninggal mendadak, bakalan susah deh istri sirri mengklaim bahwa dia adalah istri si suami dan menuntut warisan dari pihak keluarga suaminya (atau pihak keluarga istri suaminya dari pernikahan yang resmi). Siapa saksinya? Mana bukti dokumentasinya?
Akhirnya, cuma bisa gigit jari.

Masalah kian ribet ketika sampai terjadi kehamilan dalam pernikahan tersebut. Anak jadi tidak bisa membuat akte kelahiran karena tidak ada buku nikah dan kartu keluarga. Akhirnya jalan keluarnya anak memakai BINTI alias nama keluarga ibunya dan kedudukannya disejajarkan dengan kedudukan anak diluar nikah.
Waduh!

Makanya... KATAKAN TIDAK  PADA PERNIKAHAN SIRRI.
Apapun alasannya.



Dikejar Anjing

Jalan-jalan ke blognya mak HM Zwan aku jadi inget bahwa dulu aku punya pengalaman serupa: dikejar anjing.

Jadi ceritanya, waktu kecil, ketika pulang sekolah aku dan kakak pulang jalan kaki. Untuk mencapai rumah, rute yang harus kami lewati itu ada dua, memotong jalan lewat kompleks tentara Zeni atau jalan memutat lewat jalan besar yang ada di tepi sebelah perkebunan karet.

Apa Itu Romantis

Aku pikir, aku sudah amat ter-drama korea deh.
Mungkin akibat terlalu sering nonton drama korea, jadi ada beberapa standard untuk "apa yang disebut romantis" itu, aku karang berdasarkan tontonan drama korea yang pernah (ralat: lebih tepatnya : SERING) aku tonton.

Tapi... nggak sih. Nggak selalu ter-drama korea juga sih. Karna aku kan suka nonton drama korea baru 3 tahun belakangan ini saja. Yaitu sejak Boys Before Flower.... hmm.. okeh, aku ralat.. sudah lebih dari 3 tahun ternyata... hahahaha.

Nah... waktu kapan tuh, pernah ada yang bertanya padaku apa rahasiaku hingga bisa tetap mesra dan "selalu merasa seperti pengantin baru" bersama suami. Nah... aku mau bagi-bagi rahasia nih. Rahasianya, yaitu dengan menganggap berbagai hal sebagai hal yang Romantis dan so sweet.
Jadi... apa itu romantis? Jika nggak tahu apa itu romantis gimana mau menganggap segala sesuatu sebagai hal yang romantis coba?

Menurutku nih, Apa itu Romantis, adalah:

1. Romantis itu... Jika cowoknya menggandeng tangan ceweknya. Gara-gara ini, jika sedang berjalan dengan suamiku, aku selalu berusaha menyelipkan tanganku ke dalam "rengkuhan" tangan suamiku.
Lalu mulai berharap... "ayo mas, genggam tanganku erat-erat."
Dan ketika suamiku spontan menggenggam jemariku erat-erat maka romantisnya udah: SAH!

2. Romantis itu... ketika si cowok melindungi ceweknya lebih utama dari apapun.
Ahhh.... aku selalu kelepek-kelepek jika suamiku meraih pinggangku agar aku pindah ke sisi jalan yang lebih aman jika kami sedang berjalan berdua. Karena buatku itu: romantis pake banget.

3. Romantis itu... ketika si cowok menggoda ceweknya yang lagi marah atau ngambek dengan banyolan yang super duper garing atau bahkan tidak lucu sama sekali. Yang bikin kesel dan bikin ngunyel-ngunyel.... hahahahaha.

4. Romantis itu...  ketika bawaan si cewek berat maka si cowok langsung berusaha mengambil alih bawaan tersebut. Lalu membiarkan ceweknya lenggang kangkung dan bisa berceloteh ceria menceritakan hal-hal mulai dari yang tidak penting sampai dengan tidak penting sama sekali. Meski si cowok membawa banyak barang, eh, si cowok masih sempat tertawa mentertawakan cerita si cewek dan bikin si cewek kembali menceritakan hal-hal tidak penting lainnya.

5. Romantis itu... ngirim sms ketika si cowok sedang berada jauh dari jangkauan ceweknya ngasih tahu buat keluar sebentar dan pas kita buka pintu... ternyata cowoknya udah ada di depan pintu rumah.

6. Romantis itu .... bikin janjian buat ketemuan berdua aja tanpa diganggu anak-anak. Ngumpet-ngumpet bertemu seperti layaknya orang yang lagi pacaran diam-diam alias back street. Uhuyyy.

7. Romantis itu.... ketika suatu malam yang gelap, dan kita terbangun lalu kita menangkap basah ternyata pasangan kita sedang menatap mesra wajah kita (*hehehe, tadinya aku mau nulis: tapi kalau di film horor, ada lanjutannya, sambil menatap mesra tangannya diam-diam menyembunyikan belati...hahahha... ihh... naudzubillah min dzaliik.... itu mah horor banget... eh... kayaknya omongan gak pentingku ini malah ngerusak suasana romantis yang aku sedang bangun deh... sorryyy).

8. Romantis itu.... ketika tiba-tiba ada dua tangan yang menggelung di pinggang kita ketika kita sedang mengerjakan pekerjaan rumah (catat: kecuali jika pekerjaan rumahnya sedang menyembelih ayam ya.. ini mah bahaya).

9. Romantis itu.... ketika diam-diam kedua tangan kita bertemu di belakang punggung anak-anak yang memisahkan keberadaan kita dan pasangan kita. Mulut boleh ikut ramai bercerita dan membaur dengan keramaian celoteh para bocah tapi dua jemari tetap saling bertaut satu sama lain dan saling mengirim sinyal "I Love YOu".

10. Romantis itu.... ini yang terakhir (sebenarnya masih banyak, ada 100 tepatnya, tapi... rahasia ah.. masa aku harus cerita semua rahasia dapur perkawinanku yang Januari nanti genap 21 tahun insya Allah). Romantis itu, yaitu ketika bergandengan tangan maka yang jemari yang saling bertautan itu adalah jemari kelingking.

ini gandengan spesial a la drama korea yang menurutku romantis banget

Kisah nyata di balik penulisan postingan ini:

Masku: "Duh, apa sih De. Kenapa kita harus gandengan kayak gini?"
Aku: "Ihh.. ini romantis banget lagi mas."
Masku: "Tapi sakit kelingkingku."
Aku: "Ugh... protes terus nih... udah diem aja dulu, dinikmati aja dulu."
Masku: "Gimana bisa dinikmati sih De. Ini gandengan paling aneh yang pernah aku rasain. Kelingking jadi tegang... pegel tau."
Aku: "Ahh.. mas nih. Kita coba dulu sampai pintu pagar gandengan gini. Okeh?" (berusaha membujuk)

Lalu kami berjalan menelusuri jalanan yang tidak rata. Terseok-seok berusaha mempertahankan gandengan model kelingking ini. Belum sampai pintu pagar, kelingkingku berasa mau keram....

Aku: "Ya sudah deh mas... kita gandengan biasa aja."
Masku: "Alhamdulillah."
Aku: "Hmm, tapi kenapa di drama korea gandengan kelingking itu selalu terlihat romantis ya?"
Masku: "Itu kan cuma drama De. Aslinya nggak ada enaknya kan ternyata."
Aku: "Tapi kan cerita drama atau film sering diangkat dari kisah nyata... eh.. mas.. coba yuk.. kita gandengan jempol ama jempol." (lalu praktek... baru beberapa langkah, kok berasa tolol?)
Aku: "Mas.. ganti deh.. telunjuk sama telunjuk aja, jangan jempol sama jempol." (astagah! Ini sama gak enaknya..Suamiku sudah mentapku bete..)
Aku: "Mas... terakhir, jari tengah sama jari tengah...."
Masku: "Sudahlah De."
Aku: "Terakhir... coba ya... sekali aja. Biar nggak penasaran. Please..." (akhirnya suamiku memberikan jari tengahnya dan aku meraih dengan jari tengahku... dan...  Eyuu... malah jadi aneh.)

Masku: "Sudah ah... gandengan biasa aja." Dia lalu meraih kelima jariku dan merengkuhnya erat-erat.
Masku: "Nah... yang normal lebih enak, kenapa harus coba-coba yang aneh-aneh."

Lalu kami kembali melanjutkan perjalanan berdua....
Sampai di rumah, aku cerita pada anak-anak hasil penemuanku atas percobaan gandengan tangan. Anak-anakku langsung berebut meraih tangan suamiku dan praktek hal yang sama.
hahahahahaha...
Tetaaaapppp.... gandengan tangan konvensional lebih unggul ternyata.




Tuh... romantis gak?

Ternyata Hello Kitty itu Punya Keluarga

Bulan lalu, seorang temanku di group Whats App "Emak Ceria" mengadakan syukuran karna dia terpilih masuk nominasi pemenang Aqua tahun ini. Yupe, dialah mak Grace Melia.  Nah, ceritanya khusus di group w-a ini, mak Ges (yang sering disebut sebagai anak ketemu gede sama aku karena kami punya wajah yang mirip... xixixixi jadi serasa kayak ibu dan anak), ngadain kuis. Bunyi kuisnya kocak.... dan berhubung waktu itu aku lagi gak ada kerjaan jadi aku ikutan deh... nyaris semua anggota emak ceria bisa jawab, jadi pemenangnya dengan sistem undian kayak arisan gitu. Hasilnya: aku menang...  YEAAAHHH.... aku dapat pulsa gratis deh dari mak Ges (makasihhh)

Ini bunyi kuis kocaknya:

Nah... itu yang pertama kali jawab aku loh... hehehehe...

Gara-gara kuis ini aku jadi tahu bahwa ternyata Hello Kitty itu Punya Keluarga.
Ya Ampun.... aku gak pernah merhatiin... aku pikir selama ini itu cuma ada satu Hello Kitty tapi gonta-ganti kostum doang... hahahaha...ternyata emang mereka satu keluarga. Ini nih keluarga Hello Kitty:


Siapa saja mereka itu? Ini dia silsilah keluarga White (White ini nama family keluarga Hello Kitty. Nama asli Hello KItty itu: Kitty White)



Nah.... Jadi, hello Kitty itu punya saudara kembar namanya Mimmy.





Nah....keluarga mereka ternyata masih lengkap; jadi ada ayah ibu kakek dan nenek segala.

ini kakeknya

ini neneknya


Dan... karena si Kitty sekarang sudah besar.. jadi dia sudah punya pacar loh. Namanya Daniel Star.


Bahkan, ternyata Keluarga Hello KItty punya binatang peliharaan juga loh. Benar-benar keluarga sempurna.

ini hamster peliharaan Kitty, namanya sugar, dikasih sama Daniel.

ini adiknya kucing pelihraan kitty, namanya Honey

dan ini peliharaannya Kitty, namanya Charmmy, Dia kucing persia
Waaaahhh... gara-gara ikut kuisnya mak Ges, aku jadi tahu tentang Hello KItty. hahahahaha....

Teratai Putih

Kelebihan kita sebagai orang tua dari anak-anak kita itu sebenarnya cuma satu: kita sudah terlebih dahulu menemukan dan mengalami sebuah pengalaman hidup. Itu sebabnya ada ungkapan yang mengatakan bahwa orang tua itu sudah terlebih dahulu merasakan asam-garam kehidupan.

Aku rasa, disinilah betapa Allah begitu sayang pada makhluk ciptaanNya. Pada tiap-tiap makhluk, Allah memberi pengetahuan secara perlahan-lahan. Pengetahuan inilah yang kelak akan diwariskan pada generasi berikutnya. Yaitu pada anak-anak kita yang lahir kemudian. Tidak terkecuali putra-putriku.

Aku dan suami setiap pagi rajin olahraga mengitari sebuah taman di daerah Tebet. Taman ini memang diperuntukkan untuk jalur hijau dan paru-paru kota Jakarta. Pohon-pohonnya rindang dan ada sebuah kolam yang cukup panjang disana. Di atas kolam tersebut tumbuh tanaman teratai.

Bagiku dan suamiku semua keberadaan yang ada di taman Bibit Tebet ini biasa saja. Pemandangan yang sudah amat biasa aku lihat dalam keseharian. Begitu biasa sehingga aku tidak menaruh perhatian dimana letak menariknya. Hanya saja taman ini memang membuat nyaman. Kadar oksigennya banyak sejauh kita melakukan olahraga jogging di sana. Pepohonannya rindang dan meneduhkan. Tapi bagi putriku hal yang biasa ini ternyata adalah sesuatu yang: luar biasa.

"Waa.... bagus banget. Itu tanaman apa bu?"
"Hmm... tanaman apa ya? Ibu juga gak begitu." (fakta sebenarnya: ibu gak pernah merhatiin itu tanaman apa. Selama ini lewat ya lewat aja)

"Enak ya jalan disini. Seru..."
"Oh ya? Iya sih... enak." (fakta sebenarnya: ibu sudah biasa banget lewat sini, jadi biasa saja sebenarnya)

"Eh... itu bunga apa? Besar banget?... Lihat yuk."
"Yang mana? Oh ... yang itu... namanya bunga teratai." (fakta sebenarnya: eh..eh.., ada bunga teratai toh disini? aih, selama ini gak pernah merhatiin. Kemenong ajeee?)

Akhirnya, berdua putri bungsuku aku baru menyadari betapa indah dan luar biasanya taman Tebet yang biasa aku lewati itu. Sambil menikmati seluruh pemandangan luar biasa tersebut, aku berusaha menjelaskan bahwa Teratai adalah salah satu tanaman yang tumbuh tanpa media tanam dari tanah.

"Jadi, dia tumbuh di atas air?"
"Iya... akarnya serabut kalau gak salah dan nyari makanan dari serpihan-serpihan makanan yang ngambang di air gitu kalau gak salah."
"Oh.... bagus ya."

Akhirnya, karena putri bungsuku ini (usianya baru 8 tahun) begitu kagum pada bunga teratai, aku pun mengabadikan beberapa gambar. Kebetulan, ada beberapa tawon di atas bunga teratai putih. Jadi, aku pun punya kesempatan untuk menjelaskan tentang penyerbukan yang terjadi dengan bantuan para lebah yang hinggap di putih dan benang sari bunga teratai.






Hal Kecil yang Menjadi Rumit

Kemarin sore, sepulang dari mengantar anakku yang kurang sehat ke dokter,  aku segera memasak makan malam. Aku memang terbiasa memasak setelah pukul 5 sore alias 17.00 setiap harinya. Semata karena perhitungan orang'orang penting di rumah ini (*yaitu suami dan anak-anak) baru pada pulang ke rumah sore hari. Jadi pasukan lengkap kami berkumpul ketika makan malam.

Karena putraku kurang sehat (kata dokter kena maag akut plus ada bakteri yang masuk ke perutnya) maka aku membuat sop. Kuahnya bening dan minim rempah. Jadi perkiraanku tidak akan membuaat eneg (*karena putraku itu muntah, mual dan sering buang air besar serta demam). Setelah memasukkan kentang dan makaroni, aku pun mendirikan shalat maghrib.

Selesai mengucap salam? Tiba-tiba hidungku mencium aroma harum sop yang mulai mendidih. Maka segera setelah berdoa, aku berdiri dan mulai melipat mukenah. Malas berjongkok aku membungkuk miring untuk memungut mukenah. Ketika itulah tiba2...CELEKIT..
. Pinggang belakangku rasanya seperti kaku dan sakit sekali jika digerakkan.

Aduh.
Bagaimana ini?
sementara aroma harum sop kian memenuhi ruangan.
Dilema.
Mau lanjut masak atau mengatasi rasa sakit di pinggang ya?
Akhirnya, aku memilih diam untuk melanjutkan memasak. Aku panggil anak perempuan ku dan meminta nya untuk memasukkan personil sop yang lain. Setelah selesak, sambil makan malam bersama anak-anakku, aku minta tolong outriku agar membantu adiknya mengerjakan tugas kliping.

Setelah itu...barulah aku masuk kamar dab mulai melakukan pengobatan sendiri: dengan melakukan streching alias peregangan otot.
Suamiku pulang tidak lama setelah aku melakukan senam kecil di atas tempat tidur.

Tapi.... sakit di pinggang tidak juga hilang. Bahkan ditambah dengan semakin melebar aakitnya dan kian susah bergerak.

Aku malah sulit bangun dari posisi tidur.
Aduhhh.

Akhirnya pagi ini, diantar suamiku untuk pergi ke doter.

Hasilnya, sepertinya aku kena salah urat. Dokter menyarankanku untuk menyetok Voltaren minum untuk persediaan jika kambuh lagi sakitnya di masa yang akan datang.

Ini saran dokter untuk pertolongan pertama pada sakit sendi di pinggang atau punggung:

1. Duduk di kursi dengan sandaran tegao tapi empuk.  Lalu ambil nafas sejenak agar rileks.
2. Ambil kompresan plastin lalu isi dengan air panas. Kompres bagian yang sakit dengan kompres air panas tersebut.
3. Duduklah santai 1 s.d 2 jam dan tidak usah pegang apa'apa dulu.
4. Jika ada persediaan voltaren, minumlah sebutir dan bagian pinggangnya diolesi Voltaren juga.

Hal2 yang sebaiknya dihindari:
1. Segera mencari dukun pijat.  Pada beberapa kasus sering terjadi salah pijat sehingga kondisi malah semakin parah.
2. Jangan menaruh kompres yang terlalu panas. Karena bisa melukai kulit yang tersentuh.
3. Jangan panik. Karena panik tidak menyelesaikan masalah apapun.

Dan berikut ini adalah foto yang aku ambil di rumah sakit. Siapa tahu berguna.

Ternyata ya... hal yang sepele seperti memungut mukenah di lantai jika dilakukan dengan gegabah bisa berdampak munculnya sesuatu yang rumit.
Jadi... hati-hati ya mulai sekarang. Jangan pernah menganggap sepele hal yang sederhana.

Liburanku: Think Big?

Ada sebuah nasehat dari seorang teman padaku. Katanya: "Diet itu cuma memerlukan satu hal saja sebenarnya: disiplin. Dimana saja, kapan saja, tetap harus disiplin dengan menu diet yang sedang kita jalani. Maka, kesuksesan diet itu pun akan bekerja dengan baik."

Disiplin.
Cuma satu kata padahal.
Terdengar sederhana ya. Tapi sumpah deh: susaaaaaahh dikerjakannya.
Apalagi ketika musim liburan tiba.
Waduh.

Berbeda dengan porsi makanan ketika kita berlibur ke seluruh wilayah Indonesia. Porsi makanannya kan mini-mini tuh. Jadi sepertinya para pedagang makanan sepakat untuk memberikan sajian dimana porsi sajian tersebut akan membuat pembeli memesan porsi makanan tambahan lagi agar perutnya benar-benar terganjal. Orang-orang Indonesia memang terkenal menyukai aneka kuliner. Tempat-tempat membeli makanan dipenuhi oleh orang yang membeli sajian kuliner tidak mengenal waktu. Di luar waktu makan tempat makan kursi-kursinya dipenuhi oleh orang-orang. Tepat di waktu makan maka tidak jarang ada yang makan berdiri atau terpaksa harus berkeliling beberapa kali sebelum akhirnya bertemu dengan bangku kosong. Herannya, meski sudah kejadian berkali-kali tidak kebagian kursi atau harus antri makanan yang porsinya tidak banyak tapi harganya lumayan mahal, tetap saja tempat makanan diserbu oleh orang-orang. Itu artinya: kita semua, memang bangsa yang doyan jajan.

Tapi, jika dipikir-pikir lagi. Kenapa kita semua doyan jajan ya? Dan jika diamati lebih dalam kebiasaan jajan ini maka yang akan terlihat adalah, makanan yang dibeli itu sebenarnya cuma formalitas saja. Yang dicari oleh orang-orang kita adalah kesempatan untuk berkumpul lalu ngobrol sambil bersantai dan nyemil dikit-dikit.
Nah.
Nah.
Jika sudah begitu cocok ya berarti dengan strategi para pedagang yang menjual porsi makanan dalam jumlah yang sedikit.

Berbeda dengan kebiasaan orang Indonesia yang senang bersantai  dan berkumpul untuk menghabiskan waktu dengan teman atau saudara sambil nyemil dikit-dikit, maka di luar negeri sana sepertinya budaya "waktu adalah emas" alias waktu itu amat berharga benar-benar dimiliki kesadarannya oleh masyarakatnya. Akibatnya, jika bukan waktu makan resmi (makan siang, malam atau pagi) maka tempat makanan cenderung amat sepi. Yang mampir untuk makan itu mungkin adalah turis, atau anak sekolah yang bolos, atau ibu rumah tangga yang sedang jalan-jalan atau mereka yang belum bekerja atau pekerja lepasan.

Dan karena waktu juga dipandang amat berharga, maka sekalinya waktu makan tiba maka tempat-tempat makan benar-benar diserbu. Orang-orang antri makanan, dan jika tidak kebagian bangku maka mereka mendatangi taman-taman yang terbentang lalu makan di taman.

Karena waktu amat berharga juga, maka porsi makanan yang disajikan pun menjadi besar-besar. BESAR-PADAT-DENGAN TAKARAN MENU YANG SEIMBANG-DAN HARGA YANG PAS.

Jangan pernah berpikir untuk diet ketika sedang jadi turis di negeri orang. Karena, meski kita harus menghabiskan porsi makanan yang besar-besar sekalipun, tapi semua itu dalam sekejap akan berubah jadi energi karnea sebagai turis kita akan memakainya untuk berjalan kaki ke sana kemari, mendaki tangga, menuruni tangga, mengejar bis yang selalu datang tepat waktu (jadi kalau telat dapat bisa-bisa menunggu lagi lama), memburu kereta api yang memiliki pintu stasiun yang banyak sehingga untuk mencapainya kita harus berputar-putar sejenak naik turun tangga.

Seperti ini nih porsi makanannya:

Ini salah satu makan siangku selama berlibur di Sydney. Kentang goreng yang dikudap dengan ikan bakar dan salad sayuran. Ikannya besar sekali, diambil dari ikan utuh yang difillet. Dan kentangnya juga banyak, dan saladnya... waaah. JIka di Indonesia porsi salad seperti ini bukan disajikan sebagai bonus biasanya tapi harus dipesan terpisah karena porsinya yang BIG.

Ini CHIPS alias kentang goreng khas Australia. Porsinya banyak banget, lebih tinggi bahkan dari botol aqua 600 ml. Dan di atas Chips itu adalah Kebab Turki yang balutannya juga lebih besar dari botol aqua 600 ml. 
Di Sydney, dan bagian-bagian kota lain di Australia sekarang sudah lebih enak kurasa dibanding jaman aku tinggal disana dahulu beberapa tahun yang lalu. Sekarang, sudah banyak restoran halalnya. Hanya saja, kebanyakan adalah restoran: Indonesia, Turki, Thailand dan China. Jangan ragu untuk memesan dan jangan sok-sok-an diet deh saranku mah. Karena susah menemukan sembarangan restoran halal disana. Jadi, begitu ketemu makan yang benar tidak  perlu basa basi. Belum tentu 100 meter kemudian kita bakalan ketemu restoran halal lagi.

Liburanku: Bandara Kingsford Smith

Berbeda dengan bumi sebelah utara yang sedang merasakan musim panas alias Summer, maka negara tempatku menghabiskan liburan kali ini sedang mengalami musim dingin. Artinya, salah satu hal yang harus dipersiapkan dalam keberangkatan kali ini adalah baju-baju hangat.

Kebetulan, aku termasuk seorang yang punya riwayat alergi dengan dingin.
Dulu, selama 4 tahun lebih tinggal di Sydney, setiap winter datang, jika keluar dari rumah aku pasti mengenakan thermal pant dan juga thermal shirt. Yaitu, baju dalaman yang terbuat dari wool tipis dan halus. Meski helai bahannya terlihat amat tipis (layaknya sebuah stocking atau baju singlet atau celana legging tipis transparant) tapi karena terbuat dari pure wool maka dia bisa memberi kehangatan yang amat pas. Itu sebabnya kita tidak perlu lagi mengenakan pakaian berlapis-lapis guna mengusir rasa dingin yang menusuk.
50
Khusus untukku, dulu sih karena tinggal di Sydney bukan sebagai turis jadi kan tetap tuh harus melakukan pekerjaan rumah tangga yang berhubungan dengan air dan basah-basahan, maka bisa dipastikan ujung jari-jari kesepuluh jemariku akan membengkak, terkelupas lalu mengeluarkan darah. Aku alergi dingin derajat 3 memang kata hasil uji test alergi yang pernah aku lakukan dulu. Jadi, jika terkena hawa dingin dalam kurun waktu yang lama pasti deh kulitku akan merah-merah, lalu jika tidak segera ditangani akan bengkak dan tidak lama kemudian permukaan kulitnya akan merekah lalu pecah dan akhirnya berdarah. Itu sebabnya dahulu, aku selalu membalut kesepuluh jemari tanganku dengan plester yang diganti setiap hari selama musim dingin berjalan.

Nah... syukurlah ketika liburan kemarin, cuacanya cerah sekali. Suhu ketika kami datang hanya 23 derajat celcius. Alhamdulillah. Matahari bersinar terik tapi sepoi-sepoi angin terasa dingin.

Oh ya.... karena perhitungan Kurs Dollar Australia beberapa tahun belakangan ini mengalami peningkatan terus hingga bisa menyamai Dollar Amerika (bahkan kadang lebih bagus daripada Dollar Amerika) maka kami amat hati-hati dalam membelanjakan uang untuk keperluan membeli barang-barang keperluan musim dingin.

Patokannya adalah:
A$ 1 = Rp11.000
A$100 = Rp1.100.000

Jadi, kalau ada baju musim dingin yang dijual di Mall-Mall Jakarta yang harganya sampai jutaan alias di atas Rp1.100.000... itu berarti mahal. Karena, disana (Sydney) kita masih bisa nyari baju musim dingin dengan harga A$50 (tentu saja bukan nyari di butik bermerek ya... hehehehe).

Itu sebabnya sebelum berangkat, aku sudah melihat-lihat tempat-tempat yang menjual perlengkapan musim dingin yang lagi mengadakan diskon atau di warehouse-warehouse sekitar Jakarta. Alhamdulillahnya ketemu sih. Sudah harganya murah, dibayarnya dengan menggunakan Voucher MAP lagi. Yaitu ketika aku memenangkan voucher MAP di lomba museum nasional. Alhamdulillah, berkah ngeblog.

Setelah meletakkan koper-koper, cepat-cepat kami bersiap-siap untuk jalan-jalan.
Yup.
Waktu terus berjalan; kalau mau tidur dan santai ya gak usah liburan. Di rumah aja.
Itu prinsipku dan anak-anak. Makanya jangan heran jika di dalam bis atau kereta api aku dan anak-anak sering tertidur. hehhee.... itu strategi untuk mengumpulkan tenaga soalnya agar bisa puassss jalan-jalannya.

Oh ya. Mungkin ada yang mau tahu, habis banyak gak sih aku liburan ke Sydney ini? Nah.... total harganya sih relatif ya. Tapi, jika dibandingkann dengan jika kalian ikut paket-paket tour maka biaya yang kami keluarkan itu jauh lebih murah.

Keuntungan ikut Paket Tour:
1. Bisa mendatangi banyak tempat.
2. Bisa dikerjakan dalam waktu yang singkat.

Kerugian ikut Paket Tour:
1. Emang sih bisa datang ke banyak tempat tapi itu semua dilakukan dengan waktu yang sebentar-sebentar banget.
2. Semua Paket Tour itu mengejar target lokasi yang harus dicapai, Akibatnya, semua dikerjakan buru-buru.
Contoh:
"Ya. Kita akan mampir di Mc'Donald untuk makan siang. Kalian semua hanya diberikan waktu 30 menit untuk pergi ke Toilet yang ada di dalam gerai Mc'Donald, antri memesan makanan dan menghabiskan makanan kalian."

Jadi... jangan harap bisa ngobrol dan bercanda sambil makan.

Karena itulah aku sekeluarga tidak ikut Paket Tour dalam liburan kali ini.
Susah  gak tuh gak pake Paket Tour secara itu di negara orang?
Gampang. Karena, yang kita datangi itu adalah negara yang tidak bisa dibilang negara terbelakang. Jadi, yang namanya GPS, Google MAP, rute dan jadwal keberangkatan bis dan kereta api, transaksi online, tiket online bisa dipelajari dan dilakukan sejak kalian belum berangkat ke negara tersebut.

Suamiku sudah memesan hotel, dan tiket untuk pergi ke tempat-tempat yang ingin dituju sejak dari Jakarta. Suamiku juga sudah mendownload MAP jalan-jalan di Sydney dan tempat-tempat yang akan dikunjunginya. How to get there and how to be there sudah dipersiapkan dengan matang. Itu sebabnya sebelum berangkat suamiku sudah menyebarkan Itilineary pada semua anak-anaknya di group whats app keluarga yang kami miliki. Sekaligus meminta agar semua anggota keluarga mendownload aplikasi LINE selain WHATS APP karena ternyata di Sydney banyak pihak-pihak yang ingin dihubungi menggunakan aplikasi LINE.

Jadi... bisa dikatakan pemanasan membicarakan bagaimana kota Sydney, apa yang ada di sana dan apa yang rencananya akan kami kerjakan disana sudah berlangsung jauh sebelum keberangkatan kami untuk berlibur (semakin dibicarakan otomatis jadi semakin giat menabungnya karena terkompori oleh rasa penasaran).

Tapi, meski sudah lihat video tentang Sydney dan suasana yang ada di sana, lihat foto-fotonya yang tersebar di internet... begitu tiba di sana.... waaaah. Beda dengan yang ada di foto. Suasana melihat langsung itu jauh lebih menyenangkan.

Begitu kita keluar dari bagian imigrasi, maka siap-siap bertemu dengan anjing pelacak yang akan mengendus-endus koper dan tas kita. Jika kalian takut dengan anjing, katakan pada petugasnya ya. Karena anjing akan semakin curiga jika kita gelisah atau ketakutan hingga menjerit-jerit.
"Ada apa nih orang lebay banget? Jangan-jangan bawa sesuatu yang berbahaya?"
Begitu kurang lebih dalam hati si anjing. hehehhe

Australia memang menerapkan peraturan yang amat ketat untuk para turis dan pendatang yang mendatangi negara mereka. Sistem kesehatan yang berkembang dengan amat baik di Australia menyebabkan negara sudah menyatakan diri bebas dari beberapa jenis penyakit. Nah, untuk mempertahankan prestasi ini, maka mereka pun menerapkan aturan yang ketat apa saja yang boleh masuk ke negara mereka.

Obat-obatan terlarang itu sudah jelas deh. Hal-hal lain yang harus melalui karantina itu adalah:
semua benda yang dibuat dari kulit hewan (termasuk dompet kulit, tas kulit atau benda kerajinan dari kulit); juga semua benda yang terbuat dari pepohonan (termasuk taplak meja akar wangi, rempah-rempat yang merupakan ingredient obat herbal, tanaman hias, hiasan rumah dan perhiasan yang kita kenakan seperti gelang bahar misalnya). Nah... jika ada benda-benda itu dalam barang bawaan kalian, maka benda-benda ini sebaiknya dideclare-kan di imigrasi. Jika mereka curiga benda-benda itu tidak hiegienis maka akan masuk karantina dulu selama satu bulan.

Oh ya, Australia tidak  menyukai semua jenis masakan yang tidak dikemas dengan rapat dan bersegel rapi untuk masuk ke negaranya. Dulu, temanku ada yang membawa donat dari J.Co. Jadi, ceritanya dari Jakarta dia kan berangkat malam. Lapar dong jadi belilah dia donat J.Co di bandara Soekarno Hatta. Tapi, karna ternyata di atas pesawat diberi makanan dua kali (karena perjalanan memakan waktu 7 jam) maka donat yang dikantunginya di dalam tas tidak termakan.
Begitu dia sampai di imigrasi dan bau donat itu terendus oleh anjing pelacak, maka donat J.Co itu dibuang oleh petugas imigrasi dan.... teman saya itu didenda A$100.... lumayan banget kan tuh. Sudah gak bisa dimakan makanannya, didenda pula dengan denda yang mahal.
Jadi.... habiskan makanan kalian di pesawat atau tinggalkan di pesawat atau buang ke tempat sampah segera setelah kalian keluar dari pesawat terbang.

 Tapi , kalau makanan dalam kemasan yang rapi dan bersegel boleh kok masuk. Seperti indomie, terasi ABC (yang sudah dibungkus rapat dalam sachet, bukan yang dalam kemasan daun dan berbau), bumbu instan indofood, susu formula untuk bayi, itu boleh kok dibawa masuk asal jangan lupa: DECLARE MEREKA.


Nah.... setelah keluar dari  bandara Kingford Smith maka kita akan mulai merasakan hawa udaranya kota Sydney yang sesungguhnya. Horeeeee.

Ini dia suasana di luar bandara KIngford Smith. Rapi, teratur dan budaya antrinya bekerja dengan amat sangat baik. Enak sekali menunggu atau mencari taksi begitu kita keluar dari bandara ini.

Ini foto yang aku ambil dari dalam taksi. Taksi disini jalannya santai dan tidak slanang slonong seperti yang pernah aku rasakan di Indonesia-Singapura atau Malaysia. Dan peraturan memakai SEAT BELT itu sudah menjadi kewajiban yang bersifat Fardhu Ain alias harus dikerjakan. Dendanya lumayan tinggi jika tidak mengenakan sabuk pengaman.

Next: bersambung ya oleh-oleh cerita liburanku. Jangan bosan.





Liburanku: Mudik ke Sydney

Pada tulisan sebelumnya, aku menulis tentang berlibur di hari raya (bisa baca tulisannya di sini: Liburanku: Mau Kemana di Cuti Hari Raya?). Di tahun 2014 ini liburan hari raya plus liburanku terasa istimewa karena satu hal: ini sekaligus perjalanan napak tilas kembali ke tempat dimana aku pernah menghabiskan waktu beberapa saat disana: Sydney.

Lima bulan setelah menikah, suamiku berangkat ke Sydney dalam rangka meneruskan study Pasca Sarjananya. Dia berangkat sendiria karena aku sedang hamil waktu itu. Ada peraturan untuk mahasiswa penerima beasiswa bahwa jika mereka belum mencapai satu tahun berada di Sydney maka biaya melahirkan ditanggung sendiri. Wah. Biaya melahirkan di negeri sendiri saja mahal apalagi di negeri orang. Itulah sebabnya suamiku berangkat sendiri dan aku menyusul setelah melahirkan rencananya.

Tepat setelah bayiku berusia 3 bulan 2 minggu (karena perjalanan ke Sydney memakan waktu 7 jam di atas pesawat maka dokter memberi saran untuk membawa bayi jika sudah berusia 3 bulan lebih; dimana bayi sudah bisa berespon jika ada sesuatu yang tidak enak dengan badannya. Kalau masih bayi banget dan belum bisa apa-apa selain tidur-mimi asi-pup; jika terjadi sesuatu bayi cuma berespon diam terus tiba-tiba panas tinggi saja badannya. Repot kan? Nah.. jika sudah berusia di atas 3 bulan, jika terjadi sesuatu yang tidak pas dengan tubuhnya, bayi bisa menangis keras-keras sebagai penanda waspada) aku pun berangkat.

Aku berangkat bersama ibuku waktu itu. Dan asal tahu saja ya, waktu itu kebetulan ada seorang saudaraku yang bekerja di bagian cek in penumpang. Jadi... hehehehe... bawaanku yang sudah pasti over weight sama dia dilolosin semua. Dulu aku bawa box bayi dari plastik segala loh. Dan semua perlengkapan perang mengasuh bayi pertama dan semua lolos di kabin. Senangnya alhamdulillah.

Nah.. sekarang tentu saja keadaan berbeda. Ibuku sudah meninggal dunia dan saudaraku itu, lebih tepatnya saudara ipar, sudah bercerai dengan saudaraku jadi.... tidak bisa lagi nepotisme-nepotisme-an. Berarti.... semua bawaan harus benar-benar diperhitungkan masak-masak dong. Jangan sampai kelebihan berat di bagasi nanti. Malaysia Airlines, maskapai yang kami pilih untuk ke Sydney, membatasi batas maksimal hanya 30 kg untuk masing-masing orang.

Meski demikian tetap saja aku membawa 5 buah koper, dimana 3 adalah koper besar yang muat jika dimasukkan anak kuda di dalamnya dalam keadaan akrobat melihat ke empat kakinya dan menekuk kepalanya... serta 2 buah koper ukuran kabin. Serta 2 buah tas kain ukuran sedang yang bisa dilipat.
Waaa? Banyak sekali bawaannya?
Yup.
Karena memang sudah niat untuk membeli oleh-oleh dan buku-buku.

Suamiku adalah dosen. Jika ada kesempatan berkunjung ke luar negeri maka benda yang pasti dicarinya itu adalah: buku-buku literatur terkini yang bisa menunjang bahan pengajaran dia nanti. Buku-buku yang beredar di Indonesia sering tertinggal dari segi konten dan kekinian masalah yang disajikan. Jika pun ada maka bisa dipastikan dijual dengan harga yang amat mahal. Jadi, bisa membeli buku di luar negeri itu sesuatu yang luar biasa buat suamiku. Itu sebabnya koperku banyak.

Dua koper ukuran kabin, dimasukkan dalam dua koper ukuran bagasi tadi. Anak kudanya disuruh keluar dulu ya. hehehhe.
Lalu, dua buah tas kain yang bisa dilipat, dimasukkan dalam tas kabin.
Lalu.... bagaimana dengan baju-baju kami? Ya tentu saja diselipkan di tengah-tengah benda-benda tersebut.

Pada penasaran kan, apakah nanti pas pulang tidak semakin berjubel jumlah bawaan kami tersebut? Karena yang namanya buku-buku itu beratnya gak cuma sekilo dua kilo pasti tapi pasti berkilo-kilo.

Nah... ini strategi berikutnya.

BAWALAH:
1. Sendal jepit yang sudah jelek untuk sendal jepit jika mau ke kamar mandi. 
2. Baju-baju jelek untuk tidur malam.
3. Sendal-sendal rumah yang sudah butut atau dikit lagi mau rusak untuk berjalan di dalam ruangan.
4. Jangan bawa odol yang masih utuh tapi bawa yang sudah mau habis saja.
5. Jangan bawa shampo yang masih utuh tapi bawa yang sudah mau habis saja.
6. Jangan lupa bawa lakban, gunting, jarum dan benang ya.

Buat apa sih mereka semua? Buat:
1. Ketika pulang nanti, semua yang jelek-jelek dan butut-butut bisa kita buang di negeri orang sana. Gak usah dibawa lagi ke Indonesia. Eh.. eh... jangan marah, yang dimaksud jelek-jelek itu bukan kamu kok... iya.. bukan kamuuuu.
2. Semua yang sudah mau habis itu tinggal dibuang juga di negeri orang.
3. Karena bisa dipastikan koper akan menggelembung penuh oleh barang yang berat (buku gitu loh) nah, lakban itu berguna untuk melilit koper agar tidak terbuka begitu saja alias jebol. Eh, pake tali tambang jemuran yang dari plastik juga sebenarnya lebih enak sih. Dan percaya padaku, mending beli di Indonesia saja barang-barang seperti ini. Lebih murah.
4. Benang dan jarum buat apa? Nah... karena semua koper sudah berisi benda-benda kelas berat (termasuk oleh-oleh yang gampang patah atau dikhawatirkan rusak), maka baju-baju mending taruh di tas kain yang bisa dilipat. Berat tas kain ini kan enteng tuh, besarnya juga bisa dimasukkan ke kabin. Kan setelah dikurangi dengan yang dibuang-buang tadi, maka yang tersisa sedikit barang yang dibawa kembali ke Indonesianya. Iya gak? Gak ada lagi sendal buat ke kamar mandi atau buat jalan2 antar ruangan; gak ada lagi toiletris, gak ada lagi baju tidur dan handuk (oh ya.. hahahha.. handuk pun bawa saja yang dah jelek atau yang kalian sudah bosan melihatnya... jadi ada alasan buat beli handuk baru jika sudah ada rejeki nanti).

Okeh. Sekarang mari kita kembali membicarakan kota Sydney.
Aku menghabiskan waktu selama dikit lagi 5 tahun di kota ini. Yaitu sejak tahun 1994 s.d 1999 akhir.
Ada banyak banget kenangan di kota ini. Ini adalah kota dimana aku menghabiskan masa-masa pacaran halalku dengan suami tidak lama setelah kami punya anak. hehehe... ya iya lah. Baru nikah 4 bulan terus ditinggal pergi itu rasanya tuh.... huff... nyess banget deh. Karena, dua bulan pertama nikah, kan masih sama-sama belum mengerti apa-apa yang tiba-tiba.... hamil aja... hahahha... dua bulan terakhir dah siap-siap mau ditinggal. Ugh.... ampyun deh. Kalau difilmin pasti judulnya "air mata pengantin baru" atau..."cengeng-cengeng penganti baru" (kenapa mirip judul sinetron ganteng-ganteng srigala?).

Di kota ini juga, aku yang selama sebelum menikah hidup selalu dilayani oleh pembantu rumah tangga, tiba-tiba harus mengerjakan segala sesuatunya seorang diri. Mana punya anak, mana gak ada saudara, mana gak ada tetangga yang bisa dititipi atau direpotkan, mana gak bisa masak, mau nelpon ke Indonesia mahal,  mana gak bisa bahasa inggris lagi. hahahahha... yang terakhir ini yang ngenes sodara-sodara.

Tahun pertama dan tahun kedua, aku tinggal di sebuah rumah sederhana. Bayar sewanya murah karena ini rumah tua. Cuma satu kamar dengan ruang keluarga yang besar. Begitu masuk langsung ketemu dapur. Sebenarnya, ini bagian dari rumah seseorang, yang lalu dibaginya. Sepertiga rumah inilah yang lalu disewakan. Aku membesarkan putra sulungku di rumah ini.

ini dia rumahnya yang mungil di tengah itu: 599 anzac parade, maroubra

tempat sampah yang bergelimpangan di pinggir jalan itu karena sepertinya foto ini diambil oleh google ketika hari pengambilan sampah. Jadi, tiap-tiap rumah mendapat tempat sampah dari pemerintah dan setiap seminggu sekali isi tempat sampah itu akan diambil oleh sebuah truk pengangkut sampah. Nah, buat yang sampahnya banyak banget, silahkan beli tempat sampah tambahan sendiri deh tapi yang bentuknya kayak gitu. karena memang truk sampahnya otomatis jadi ujung tempat sampah bisa pas di tangan pengapit truk sampahnya


Dan ini adalah suasana jalan Anzac Parade yang ada di depan rumahku. Lebar, lega, tidak terlalu ramai meski dilalui oleh bis-bis besar. Orang-orang sini lebih suka jalan kaki dan menggunakan bis daripada menggunakan mobil pribadi. Itu sebabnya jalanan jarang yang macet.

Lalu, rumah yang aku tempati di tahun ke tiga dan seterusnya hingga aku kembali ke Indonesia adalah sebuah apartemen.
Kenapa tinggal di apartemen? Karena.... pingin nyobain aja kayak apa sih tinggal di apartemen itu. hehehehe. Jadi sengaja banget emang sejak awal tidak mencari rumah lagi ketika sewa rumah pertama selesai karena kami memang ingin merasakan tinggal di apartemen.

Oh ya... tadi kan aku bilang ya, gak enaknya tinggal di Sydney itu salah satunya karena tidak punya tetangga yang bisa dimintai tolong. Nah... sebenarnya, ini karena suamiku saja yang iseng memilih lingkungan yang seperti ini.

"Sebenarnya ada De, lingkungan dimana orang-orang Indonesia banyak berkumpul. Yaitu di daerah Rainbow street dan sekitar Kensington sana. Tapi.... kamu gak berminat untuk memacu diri agar bisa belajar bahasa inggris, cinta?" (note: kata cinta- disini adalah tambahan dariku... hehehehe.. boleh dong berimprovisasi sedikit dalam bercerita?)

"Kalau kita mau, kita bisa tinggal di lingkungan Rainbow Street loh De. Tapi... aku lebih suka kamu berkembang menyesuaikan diri dengan lingkungan baru daripada merasa aman di lingkungan yang bikin kemampuan kamu malah gak berkembang."

Yup. Itulah salah dua jawaban-jawaban suamiku ketika aku mengeluh betapa "sepi ya?"... "capek deh".. "duh repot".. "huhuhu aku kesepian"... pada suamiku. Dan itulah sebabnya lingkungan pilihan suamiku adalah lingkungan dimana orang-orang bule berjaya tinggal disana. Orang Asia-nya sedikit banget. sekalinya ada pasti yang sudah tidak ada jejak Asia-nya sama sekali. Sebagian lagi kebanyakan dari bangsa Fiji, Spanish, Italia dan negara-negara lain yang bahasanya aku gak ngerti jadi "kami berbahasa satu: bahasa inggris."

Nah... ini nih rumah keduaku dulu...

Ini apartemen kami. Kami tinggal di lantai paling atas, lantai 4. Ada sebuah jendela besar di kamar tidur kami yang menghadap ke langit luas sehingga setiap malam aku bisa memandang bintang dan bulan atau hamparan langit malam.

Sedangkan ini adalah jalanan yang harus aku lalui jika ingin pergi kemana saja. Sepiii banget jalanannya. Sekalinya ramai paling jika keluarga Italia yang tinggal di garasi warna putih itu sedang sahut-sahutan dengan sesama anggota keluarga mereka dengan bahasa Italia. Yang aku mengerti dari bahasa mereka cuma satu kata: Darling. hahahaha



Setibanya di Sydney kemarin, ini percakapanku dengan anak-anakku.

"Oh.. berarti ibu di Sydney belajar bahasa Inggris dong dulu pas baru punya aku?" (anak sulungku nih yang ngomong)
"Iya... kan ada program untuk pasangan student yang tidak bisa berbahasa inggris."
"Lama bu?"
"Lumayan. Kalau lagi kursus, kamu ibu bawa ke tempat kursus terus ibu taruh aja di lantainya. Kan lantainya berkarpet tuh kelasnya. Kasih mainan, kamu anteng main sendiri di kaki ibu." (anak sulungku tersenyum)
"Terus... sekarang.. masih ingat bu semua bahasa inggris yang pernah ibu pelajari dulu?"
"Hehehehe... nggak. Cuma inget I love YOu aja."
"Dasar.... aku dah nebak sih."
"Ehhh... jangan salah, ibu setelah melahirkan Arna juga ikut kursus lagi. Yaitu kursus untuk para migran yang tidak bisa berbahasa Inggris yang diselenggarakan oleh Pemerintah." (suamiku menambahkan keterangan yang berakibat fatal... yaitu:...)
"Okeh. Berarti ibu dua kali kan ikut kursus bahasa Inggris. Sekarang ibu bisa gak bahasa inggris?"
"heheheh.... ibu orangnya istiqamah nak. Sekali tidak bisa, tetap tidak bisa." (sambil mesem-mesem membela diri)
"Ngaco. Itu bukan istiqamah namanya... bilang gak bisa aja pake ngeles..." (hahahahahha... jawaban anak sulungku emang suka ngeselin emang. Enaknya dijitak sih.. sayang anak sendiri; kalau nangis kita juga yang repot kan? Kalau anak orang kan bisa ditinggal lari setelah dijitak... hahahahaha).

Eh.. bersambung lagi ya ceritanya. Mau jemput anak bungsuku pulang sekolah dulu deh.



Liburanku: Mau Kemana di Cuti Hari Raya?

Hai..hai... sudah lama tidak ngeblog. Tepatnya... sejak pekan balik kampung dimulai menjelang hari Raya Idul Fitri kemarin.
Kalian semua pada kembali ke kampung halamankah? Seru dong ya.
Hmm.... aku, karena lahir dan besar lalu berkeluarga dan menetap di Jakarta, maka bisa dibilang tidak punya kampung halaman. Karena, kampung halamanku ya kota Jakarta ini.

Itu sebabnya setiap kali liburan alias cuti bersama dalam rangka hari raya Idul Fitri, aku sekeluarga cuma bisa tersenyum saja melihat kesibukan teman-teman yang bersiap-siap akan berangkat Balik Kampung alias mudik. Sejak orang tuaku meninggal, praktis bisa dikatakan kebiasaan untuk mengunjungi sanak saudara di hari raya pun berakhir.

Di tahun pertama ayah meninggal dunia, yaitu tahun 2010, aku dan saudara-saudaraku masih berupaya meneruskan tradisi berkumpul bersama keluarga besar di hari pertama sesaat setelah Shalat Idul Fitri dan ziarah ke makam orang tuaku selesai dilakukan. Saling bersalaman, maaf memaafkan, lalu makan ketupat dan opor-rendang-sambal goreng hati dan kuih muih khas hari raya.

Tapi ketika jarum jam semakin mendekati pukul 11 siang, kakak dan adikku mulai gelisah. Mereka masih lengkap mertuanya jadi mereka juga ingin berkunjung ke rumah mertua masing-masing. Jadi, terpaksa sebelum pukul 11 siang, kami sudah harus berpencar. Yang masih punya mertua segera beterbanngan ke rumah mertuanya masing-masing.

Dan aku?
Nah... itu dia.
Aku sudah tidak punya mertua lagi. Suamiku sudah yatim piatu bahkan sejak beliau masih kecil (ibunya meninggal dunia ketika suamiku berusia 1,5 tahun, sedangkan ayahnya meninggal dunia ketika suamiku duduk di tahun pertama perkuliahan). Suamiku diasuh oleh kakak-kakaknya sejak kecil dan ketika dia sudah berkeluarga, kakak-kakaknya sudah sepakat untuk mengadakan halal bihalal keluarga besar di hari kedua lebaran. Jadi... hari pertama memang diperuntukkan untuk mengunjungi keluarga atau mertua yang masih lengkap.

Jadi aku sendiri?
hehehe... tidak ada siapa-siapa lagi yang harus dikunjungi. Pun tidak punya siapapun untuk dikunjungi. Tetanggaku juga banyak yang balik kampung.

Akhirnya.... tahun pertama setelah kematian ayah, pukul dua belas siang aku sudah jalan-jalan di Mall.

Tahun kedua setelah ayah meninggal, kakak semakin "rempong" ingin berangkat ke rumah mertuanya karena merasa tahun sebelumnya dia termasuk keluarga yang paling telat datang di rumah mertuanya. Begitu juga adikku yang punya mertua. Akibatnya, pukul 10 siang, kami sudah diminta untuk meninggalkan rumah kakak karena kakak ingin pergi ke rumah mertuanya dan kami pun kembali pulang ke rumah.

Bengong.

Dan.... "ayo kita jalan-jalan ke Mall."

hahahhaha.... nggak enak banget deh lebaran jalan ke Mall itu. Bukan apa-apa. Tapi, Mall-nya sih katanya buka jam 12 siang, tapi, kadang suka mulur pintunya dibuka. Jadi, aku sekeluarga seringnya sih duduk-duduk dulu di depan bangku tunggu yang ada di Mall.
(sebenarnya selain Mall ada juga tempat hiburan lain yang bisa dikunjungi seperti Taman Mini Indonesia Indah, Ragunan atau Ancol. Tapi, muacettttt-nya puaruaaahhh. Malesi banget.

Kenapa gak jalan-jalan ke tempat lain?
Jawab: Emang ada yang buka lebaran-lebaran ini? Sudah taksinya luamua buanget nunggu ya, berebut pula, dan di tempat-tempat makan pinggir jalan itu, yang rasanya ayep dan gak enak itu, harganya dipasang tinggi-tinggi sekali. Ugh. Bikin sebal.

Kenapa gak di rumah aja nonton tivi?
Hellloooowww.... malas ah. Bikin sedih ajah deh lebaran cuma di rumah aja dan nonton acara-acara siaran ulangan.

Akhirnya, tahun ketiga setelah ayah meninggal dunia, yaitu sejak tahun 2011... suamiku mulai berinisiatif yang berbeda.

"Ayo, kita liburan ke luar negeri saja yuk cuti lebaran ini?"

Wah. Ide yang manis.

Mengapa memilih ke luar negeri?

1. Ternyata eh ternyata, setelah dipersandingkan dengan tiket tujuan kota-kota yang ada di seluruh Indonesia, tiket ke luar negeri itu lebih murah sodara-sodara. Tiket tujuan kota-kota yang ada di Indonesia menjelang hari raya naiknya seperti roket. Berlipat-lipat ganda dan ehem... berebutan untuk mendapatkannya.
Jadi... mending beli tiket ke luar negeri.

2. Ternyata lagi nih. Di luar negeri, meski hari raya sedang berlangsung, harga-harga makanan, oleh-oleh, penginapan dan alat transportasi tidak mengalami perubahan. Jadi, yang namanya Curry Puff (ini sebutan untuk pastel di negara Malaysia) tetap saja 1 ringgit; tidak berubah jadi 2 ringgit meski sedang hari raya.

3. Karena suasananya suasana liburan, maka tentu saja kegembiraannya bisa didapat. Berbeda dengan suasana lebaran tapi tidak bisa merayakan lebaran di negeri sendiri seperti yang aku alami setelah dua tahun kematian ayahku.
Sedih.
Sepi.
Kangen.
Tapi tidak ada yang bisa ditemui dan disapa karena masing-masing sibuk dengan keluarga masing-masing (resiko sudah berkeluarga semua ya sodara-sodara).

Dan trata taraaaaa....
di tahun ketiga setelah ayah meninggal dunia, yaitu tahun 2011, aku mulai menjalankan sebuah tradisi baru: berlibur. Kami memulainya ke Malaysia.
di tahun 2012, ke Singapura.
tahun 2013, ke Malaysia lagi.
Dan tahun ini, alhamdulillah ke Sydney, Australia.

Nah... tulisanku berikutnya adalah oleh-olehku selama liburan terakhirku ini.


Ini foto dari celengan keramik kakek-nenek yang sedang duduk bahagia di atas kursi goyang. Celengan ini adalah hadiahku untuk suamiku menjelang kami ingin menikah dulu.



Bahagia itu Sederhana

Bahagia itu sederhana saja.

Tidak perlu memiliki harta untuk membuat hati merasa bahagia. Aku belajar hal ini dari putri bungsuku. Dia tidak pernah menuntut sesuatu yang tidak terjangkau kemampuan orang tuanya. Pun tidak pernah marah jika suatu hari menghadapi kenyataan bahwa keinginannya tidak terpenuhi. Yang dia inginkan hanya satu: dekat dan merasa nyamana dengan kedua orangtuanya.

Itu sebabnya, setiap kali bepergian, dia tidak pernah menuntut minta dibelikan sesuatu. Cukup selama di perjalanan itu, aku menggenggam tangannya dengan lembut dan mengajaknya berbincang-bincang.

Di rumah, dia tidak pernah menuntut makanan yang terhidang harus yang enak apalagi mewah. Cukup dia dilibatkan dalam proses pembuatan dan apapun hasilnya ada apresiasi positif untuk jerih payahnya tersebut.

Dan ketika PEMILU (pemilihan umum) dan PILPRES diadakan, meski dia belum masuk umurnya untuk bisa punya hak untuk mencoblos tapi dengan ikut masuk ke dalam bilik lalu melihat proses pencoblosan dan berakhir dengan kesempatan bisa merasakan ujung jarinya dicelup dan diwarnai tinta pemilu dia sudah bahagia luar biasa. 

Ah. Bahagia itu sederhana kok.




Aku Punya Dua Lelaki Hebat (alhamdulillah) (1)

Sejak menikah, aku tidak menggunakan tenaga pembantu rumah tangga (sekarang, istilah ini di perkotaan dan di kalangan menengah terpelajar diganti dengan istilah asisten rumah tangga; bahasa inggris untuk kedua profesi ini adalah housemaid). Semua berawal ketika aku menyusul suamiku yang menjalankan tugas belajar di luar negeri kala itu tidak lama setelah melahirkan anak pertama. Tenaga housemaid disana mahal. Tapiiii... barang-barang elektroniknya murah. Jadi, meski tidak menggunakan tenaga housemaid, aku menggunakan secara maksimal keberadaan benda-benda elektronik untuk memudahkan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Hasilnya, aku sih happy-happy aja.

Oh ya, jangan menyangka bahwa hidupku sebelumnya memang terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Kebetulan, sebelum menikah aku dikaruniai sebuah keluarga yang cukup berada. Jadi, yang namanya pembantu rumah tangga alias housemaid itu selalu ada di rumahku. Terkadang satu orang, terkadang lebih dari satu; pernah sampai tiga orang malah. Rumah ayah memang besar, berdiri di atas lahan setengah hektar, bertingkat dua pula dengan tujuh (7) buah kamar tidur dan tiga (3) buah kamar mandi serta dua buah halaman di depan dan samping rumah yang amat luas. Rasanya jaman dahulu tuh tidak mungkin jika tidak menggunakan tenaga pembantu untuk membereskan rumah itu. Belum cucian pakaiannya yang selalu menggunung karena berasal dari 5 orang anak (anggota tetap rumah, yaitu kami-kami ini) dan minimal 4 orang dewasa (selain ibu dan ayah, selalu ada saudara yang tinggal menumpang di rumah. Entah untuk keperluan sekolah, atau tugas dinas kantor atau belum menikah tapi bekerja di Jakarta. Kami adalah keluarga perantauan, dan ayah dianggap sesepuh dalam hal ini di kampung halamananya sehingga jika ada saudara dari Palembang atau Sumatra Selatan yang akan ke Jakarta, pasti tinggalnya di rumah).
Karena dari kecil selalu dilayani oleh pembantu rumah tangga (dibantu oleh saudara yang juga tinggal di rumah) maka aku tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Tidak terbiasanya tuh sampai ke level benar-benar tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Itu sebabnya ketika baru menikah dan suamiku belum berangkat tugas belajar ke luar negeri itu, suamiku yang mengerjakan semua pekerjaan rumah dalam rangka mendidik aku istrinya. Mulai dari membereskan tempat tidur, mengebutnya dengan sapu lidi (dulu waktu awal nikah, aku cuek saja dengan apapun kondisi tempat tidur kami. Berantakan kek, rapi kek, dibiarkan begitu saja. Lalu suamiku yang mengajakku membereskannya; awalnya mengajari caranya seterusnya menegur jika aku lupa. Akhirnya aku jadi otomatis merapikannya (dengan catatan: kalau aku ingat...).

Sampai urusan mencuci pakaian dan menyeterikanya pun dikerjakan oleh suamiku sebelum dia berangkat bekerja atau ketika ada di akhir pekan. Termasuk juga cuci piring malah. Dulu aku paling jijik jika disuruh cuci piring oleh suamiku. Jadi, jika dia membujuk aku untuk cuci piring sisa makan dan memasak kami, aku selalu mengerjakannya sambil berlinang air mata. hahahha.... Waktu itu sebellll banget. Hingga muncul sebuah ide cemerlang.

"Mas... kenapa sih kita nggak makan pake daun saja. Jadi setelah makan, tinggal buang."
"Hush. Memangnya kita sedang tinggal di hutan."
"Ade sebel kalau harus cuci piring tiap hari."
"Ya gimana? Kalau tidak dicuci nanti bertumpuk terus... lagian, kalau tidak dicuci nanti piringnya habis terus kita makan pake apa? Makan pake daun nggak bisa pake kuah. Iya kan?"

Suamiku sabarrrrrr sekali orangnya. Dia tidak marah karena aku selalu menolak mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang buatku benar-benar baru itu (kebanyakan sih karena alasan tidak bisa mengerjakannya alias gak tau caranya). Tapi parahnya, dia juga selalu menolak keras proposal yang aku ajukan agar kami mencari tenaga pembantu rumah tangga untuk membantuku.

"De... rumah kita tuh isinya cuma kita berdua. Perabotan juga nggak banyak. Rumahnya juga mungil. Apa yang mau dikerjakan oleh dia coba, padahal gaji terus dikasih? Nggak ah. Kita bisa kok mengerjakan sendiri."

Iya juga sih. Sebelum menikah, aku memang mengajukan syarat bahwa aku akan menikah jika dia sudah punya rumah milik sendiri. Aku tidak mau jika hanya rumah kontrakan saja. Karena, dari pengalaman yang aku lihat pada orang-orang, sering mereka yang tinggal di rumah kontrakan pada akhirnya tidak pernah sempat untuk menabung untuk membeli rumah sendiri. Akibatnya, seumur hidup harus tinggal di rumah kontrakan. Padahal, di keluargaku, rumah dan tanah itu adalah investasi. Jadi, punya rumah sendiri itu termasuk investasi yang harus dimiliki. Meski kecil yang penting sudah rumah sendiri. Jadi, setelah menikah, suamiku memboyongku tinggal di rumah tipe 45 di pinggir kota Jakarta. Mungil dan sederhana. Dan seperti pengantin baru lainnya, barang-barang yang kami miliki baru televisi, mini HIFI,  lemari, seperangkat meja makan dan seperangkat tempat tidur. Sudah. Tidak ada lemari pajangan, tidak ada pajangan, karpet atau apa saja. Memang benar apa yang dikatakan suamiku. Jika kami memiliki pembantu saat itu, dia juga bingung kali mau mengerjakan apa di rumah yang isi rumahnya saja cuma sedikit banget. Paling ujung-ujungnya dia keluar rumah setelah membereskan tempat tidur (yang cuma ada satu itu) lalu ngerumpi dengan tetangga. hahahahha... gabut berat.

Bukan tanpa usaha akalku untuk memudahkan pekerjaan baruku membereskan rumah. Aku pernah, saking bencinya dengan pekerjaan cuci piring, akhirnya membuang semua piring-piring kotor di dapur ke tempat sampah. Lalu aku membeli piring yang baru; yang bentuknya sama persis, tapi lebih bersih. Tinggal disiram air sejenak untuk menghilangkan debu, lalu mengelapnya sampai kering. Lewat sebulan aku melakukan hal itu, duit sakuku pun habis. hahahahha.... dan sepertinya pemulung di luar sana sedang bergembira karena setiap hari menenukan piring-piring yang masih amat layak pakai di tempat sampah.

Setelah duitku habis, aku minta suamiku. Tapi suami belum gajian. Jadi, aku naik kereta api dan berangkat ke Jakarta (kesannya jauhhh banget ya rumahku itu. hahaha.. padahal sih cuma di pinggir Jakarta saja dan kereta api tuh transportasi paling cepat tanpa ngetem dan tanpa macet). Aku ke rumah orang tuaku. Ibu selalu memberikan salam tempel setiap kali kami bertemu. Cukup untuk membeli piring baru. Tapi, duit itu seminggu langsung habis. Lalu aku kembali ke rumah orang tua lagi, dan ibuku kembali memberiku uang. Tapi kali ini di depan ayahku. Melihat adegan aku menerima uang saku dari ibu, ayah langsung menegur ibu dan aku.

"Jangan memberi dia uang lagi." kata ayah.
"Buat jajan saja kok. Sedikit." Ibu membela diri.
"Nggak. Dengar kataku, jangan memberi dia uang, kecuali jika dia memang memintanya dengan sebuah alasan. Anakmu itu sudah menikah, sudah punya suami, jadi kita tidak boleh lagi ikut urusan rumah tangga mereka."
"Ai kolot nian. Aku cuma ngasi uang jajan saja, bukan ingin mencampuri urusan rumah tangga anak-anak."
"Memberi uang jajan pada anak yang sudah menikah itu termasuk mencampuri urusan rumah tangga anak-anak. Mulai sekarang, semuanya harus sepengetahuan suaminya. Kalau dibelakang suaminya kamu memberi dia uang jajan, itu berarti kamu mengajarkan anak untuk diam-diam menerima pemberian dari orang lain tanpa sepengetahuan suaminya."

Lalu dengan sekali renggut, ayah mengambil uang yang sudah terkepal di dalam genggaman tanganku. Duhhhh.... hilang sudah uang untuk membeli piring baruku. hiks.
Ibuku marah ditegur demikian, di depan aku lagi anaknya. Jadi, ibu marah-marah lalu masuk ke dalam kamar sambil membanting pintu. Ayah tidak menggubrisnya. Sebaliknya, dia mendekatiku.

"De, mulai sekarang, ayah melarang kamu untuk menerima hadiah apapun, termasuk uang, tanpa sepengetahuan dari suamimu. Ingat ya nak, setelah menikah, suami itu adalah orang pertama yang harus kamu patuhi. Bahkan kamu harus lebih patuh ke dia ketimbang pada ayah dan ibu. Jika suamimu sekarang hanya bisa memberimu uang gajinya saja, maka kamu harus terima dan belajarlah untuk menghemat. Jika suamimu memberimu uang tambahan di luar gaji dan mengajak untuk bersenang-senang, nikmati. Tapi jika dengan uang tambahan itu dia punya pemikiran lain, ikhlaskan selama itu untuk kebaikan. Tapi jangan pernah menerima uang dari siapapun, siapapun, termasuk dari ayah dan ibu tanpa sepengetahuan dari suamimu. NGERTI?"

"Ngerti ayah."
"Dan selain bermufakat diam-diam di belakang punggung suamimu, kamu juga tidak boleh berbohong padanya."

Aku menangis waktu itu. Kebayang lagi harus cuci piring jika tidak bisa membeli piring baru. hahahha.... Akhirnya, dengan sisa uang yang aku miliki, aku naik kereta api dan turun di stasiun Pasar Minggu. Disanalah aku menemukan pring plastik. Harganya jauhhhh lebih murah daripada piring beling. Dijual perkodi dengan harga yang amat murah. Wah. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Sejak itu, kami menggunakan pirng plastik untuk makan. Setelah makan dibuang. Horeeee.

Sampai akhirnya, suamiku mulai curiga.

"De... piring-piring kita kenapa sekarang plastik semua ya?" (duh.. kenapa dia tiba-tiba bertanya sih? Biasanya gak pernah ada pertanyaan. Aku mengalami dilema. Mau berbohong, kata ayah tidak boleh berbohong. Kalau jujur, takutnya nanti kena marah. Tapi... aku adalah anak yang selalu menuruti perkataan ayahku. Jadi, aku jujur berkata padanya.)

"Mas... ade malas kalau harus cuci piring terus. Ade jijik. Jadi, sejak sebulan lalu, ade buang piring.  Lalu..... bla..bla..bla..." (mulutku terus bercerita dengan jujur, sejujur-jujurnya. Karena kejujuran pertamaku ini, sampai sekarang aku sulit sekali berbohong di depan suamiku).

Suamiku yang sabarnya luar biasa itu (semoga Allah senantiasa memberinya keberkahan) sama sekali tidak marah. Dia kaget, dan mungkin shock juga, tapi sama sekali tidak marah. Dia mau mengerti dan berkata bahwa dia akan membantuku tapi tetap saja aku harus mengerjakannya.

"Kalau kamu nggak pernah mengerjakannya, nanti kamu gak pernah tahu  bagaimana cara mengerjakannya."

Sejak itu, jika selesai makan, maka suamiku menyisihkan semua kotoran di piring kotor, membuangnya ke tempat sampah, dan piring yang sudah tidak ada kotorannya lagi itu ditaruh di tempat cuci piring. Aku tetap dimintanya untuk mencucinya. Tapi kali ini dia menemani dengan berdiri di sampingku dan bercerita tentang apa saja. Sehingga aku tidak punya kesempatan untuk bersedih atau merasa sedang dikerjain, atau merasa sendirian lalu punya pikiran sedang melakukan pekerjaan yang menjijikkan.

Lama-lama, yang semula cemberut mencuci piring dan cuma terdiam sambil mendengarkan dia berbicara apa saja, aku mulai tergelitik untuk ikut menimpali semua pembicaraannya. Lalu, perlahan mulai melakukan pekerjaan cuci piring sambil ngobrol hingga tidak terasa semua piring sudah bersih dicuci. Setelah semua pekerjaan dapur beres, sambil ngobrol seru kami kembali ke dalam kamar dan melakukan pekerjaan lazimnya sepasang pengantin baru. #eh? :P

Satu bulan yang lalu, yaitu bulan JUni 2014, ketika sedang membicarakan pengalaman sebuah keluarga baru dan mertua mereka, suamiku memberi sebuah komentar yang buatku surprise sekali. Karena selama ini aku tidak pernah mendengar dia mengatakan seperti itu.

"Kalau aku sih, aku lebih suka dengan sistem ayah kamu. Dia tidak pernah mencampuri urusan rumah tangga anaknya; dan memberi kesempatan pada anak untuk mandiri."

"Tapi mas, mertuanya dia kan tidak mau jika dia sampai terpuruk gitu."

"Sekali lagi, aku lebih setuju dengan cara ayahmu terhadap rumah tangga anak-anaknya. Ayahmu memang kayaknya cuek, tapi sebenarnya dia mengajarkan anaknya bahwa hidup ada kalanya di bawah, tidak selalu di atas, tapi justru dengan itu anaknya jadi belajar." (sambil melirikku manis sekali. Uhuk.... uhuk).