PERBERAT HUKUMAN PEMERKOSA ANAK! (catatan hari anak 23 Juli 2014)

Sore ini di sebuah running text yang muncul di stasiun tvone, aku melihat sebuah berita bahwa ternyata Pemerkosan bayi usia 9 bulan, dijatuhi hukuman 5 tahun penjara. Jauh lebih sedikit dari ancaman hukuman sebelumnya yaitu 15 tahun penjara. Menurutku, ini sungguh sebuah ketidak adilan.

Innalillahi wa innailaihi rajiun.

Begini kronologinya. Ibu dari bayi 9 bulan tersebut, bekerja sebagai seorang buruh cuci. Bayinya yang berusia 9 bulian dia titipkan pada adiknya yang merupakan paman dari bayinya tersebut. Tapi, dengan tega si paman malah memperkosa bayi tersebut berkali-kali hingga akhirnya di akhir tahun 2013, bayi tersebutpun meninggal dunia dengan kondisi yang amat mengenaskan.

Semua Pedofilia, sungguh adalah binatang yang terperangkap dalam tubuh manusia. Iblis jahat dalam wujud manusia. Seharusnyalah mereka diberi hukuman yang seberat-beratnya.

Karena tubuh mungil anak tidak akan pernah berdaya ketika harus berhadapan dengan tubuh orang dewasa yang berlipat kali lebih besar dari tubuh mereka. Dan anak-anak itu jiwanya suci dan murni. Sebuah perlakuan menyimpang yang mereka terima berkali-kali, bisa jadi akan memberi imbas pada cara mereka memandang sebuah ketidak normalan. Yaitu, bisa jadi ketikda normalan kondisi tersebut malah dianggap sebagai sebuah kelaziman. Dan perubahan cara memandang yang meluas bisa jadi akan menimbulkan sebuah perubahan dalam tatanan sosial dan budaya dalam masyarakat kita.

Itu sebabnya: PERBERAT HUKUMAN PEMERKOSA ANAK!

gambar diambil dari sini.. beritanya juga ada disini

PILIHAN ANAK VS PILIHAN ORTU (catatan hari anak 23 Juli 2014)

Ketika aku dikaruniai anak perempuan pertama kali, untuk urusan pasang anting2 itu ada diskusinya. Satu sisi ada saran bahwa tubuh anak adalah hak mutlak anak itu sendiri. Orang tua jangan mengotorinya meski dalam bentuk tindikan anting di telinga mereka.

Sisi lain ada pemikiran bahwa apa yang dilakukan oleh orang tua pada anak2 mereka yang masih kecil itu sebenarnya adalah sebuah pondasi yang akan dibawa oleh anak tersebut. Bahkan meski itu berupa tindikan anting di telinga.

"Jika sudah besar, biarlah dia yang memutuskan apakah akan ditindik atau tidak."

"Tidak. Justru ketika kecil kita tindik agar ketika mereka dewasa mereka tidak lagi merasakan sakitnya ditindik. Jika mereka memilih untuk memakai anting mereka tinggal pakai, sudah ada lubangnya. Tapi jika mereka tidak ingin tinggal dibiarkan saja lubang itu. Nanti juga akan merapat perlahan."

Hari ini, tepat di hari anak 23 Juli (2014), anting yang dikenakan Hawna sejak bayi merah lepas karena perkembangan telinganya yang ukurannya sudah jauh berbeda dengan ukuran telinga bayi dulu. Pilihan itu pun ditanyakan padanya.

"Mau dilepas dan gak usah pakai lagi atau mau dilepas lalu cari yang baru yang muat?" Hawna berpikir. Dan aku tidak pernah memaksaknya pada sebuah kecenderungan pilihan. Karena aku tahu, pada titik ini anakku adalah manusia yang merdeka yang punya pilihan sendiri. Aku percaya. Pondasi yang telah kutanam dahulu akan berkontribusi pada apapun pilihan yang dia ambil. Anak. Mereka anak kita tapi bukan milik kita. Mereka hanya amanah yang dititipkan pada kita di dunia ini.

Selamat hari anak 23 Juli.

JANGAN PANGGIL DIA BODOH (catatan hari anak 23 Juli 2014)

Apa yang membekas dalam benak semua orang tentang gambaran siapa dirinya? Salah satunya adalah julukan yang diberikan oleh orang tuanya kepada dirinya, baik yang terlontar tanpa sengaja, apalagi yang sengaja.

Mulutmu adalah harimaumu.

Ingatlah. Anak-anak itu adalah serupa dengan kertas putih yang bersih. Kitalah yang mewarnai mereka dengan perlakuan kita terhadap mereka. Sehingga jika suatu hari nanti ketika mereka sudah besar tiba-tiba mereka tidak sesuai harapan kita, mungkin sebaiknya kita merenung.... jangan-jangan kitalah yang sudah ikut andil menyebabkan mereka seperti itu.

naudzubillah min dzaliik.
Semoga kita semua selalu menjadi golongan orang tua yang tidak menjerumuskan anak-anak kita ke dalam kesesatan dan kesusahan.


BANGKITLAH, NAK (catatan hari anak 23 juli 2014)




[Parenting] Ada satu peristiwa yang amat kuingat ketika baru punya anak satu dan hidup jauh dari keluarga dan sanak saudara, jauh di kota Sydney Australia dulu, 19 tahun yang lalu. Yaitu ketika anak pertamaku terjatuh berdebam di atas aspal jalanan yang keras ketika dia sedang baru belajar berjalan.

Kejadiannya amat cepat. Secepat hembusan angin yang begitu saja menerbangkan daun yang sedang diam termangu di atas aspal. Spontan aku ingin berlari menangkapnya, memeluk dan menghibur anakku agar tidak menangis atas rasa sakit yang tiba-tiba datang menimpanya. Saat itulah seorang nenek2 tua memegang pergelangan tanganku. Bule asli Australia yang tetap memiliki semangat di wajahnya dan juga kebijakan.

"Mam... tenang. Beri kesempatan anakmu untuk bangun sendiri dari jatuhnya. Ini pelajaran pertama dalam hidup anakmu bahwa jatuh itu sakitnya tidak main-main."

"Tapi dia masuh begitu kecil. Kasihan. Bagaimana jika dia menangis? Bagaimana jika dia mendapat luka yang parah?"

"Lalu kenapa? Percaya padaku. Dia akan belajar dari jatuhnya itu. Tugasmu adalah mengawasinya dan memberi nasehat nanti agar dia tidak jatuh kedua kalinya."

Akhirnya aku menguatkan hati untuk sama sekali tidak memberikan pertolongan pada jatuhnya anakku tersebut meski dalam hati ingin menangis rasanya. Dan ajaib. Anakku yang sudah siap-siap menangis mengurungkan tangisannya. Di kiri kanannya tidak ada seorang pun yang bergerak ingin membantunya. Termasuk ibunya yang hanya bisa tersenyum memberi semangat. Anakku akhirnya bangkit sendiri.

Tidak menangis.

Tidak mengaduh. Dan ketika dia berjalan lagi menghampiriku dia menghindari lantai yang telah membuatnya terjatuh.

"Thank you Granny."

Nenek2 tua bule itu hanya tersenyum.

"Jangan lupa beri apresiasi positif untuk keberhasilan anakmu, nak. Tapi jangan berlebihan. Karena nanti anakmu jadi belajar bahwa kesalahan bisa membawa peruntungan."

"I will... " (insya Allah I will) Selamat hari anak 23 Juli 2014


Menuju Rumah Impian (1) : bongkar rumah

[Lifestyle] Aku dan suamiku mengunjungi rumah kami yang sedang direnovasi. Pingin lihat sudah seperti apa perubahannya.

Ternyata sudah lumayan banyak perubahannya. Dan mulai terlihat juga bahwa struktur rumah lama sudah banyak yang rusak. Bersyukur Allah masih melindungi kami sekeluarga sehingga rumah itu tidak roboh ketika kami masih menempati rumah itu dulu. Memang sih, di setahun terakhir kondisinya mulai parah memang. Setiap kali musim hujan tiba pasti listrik di rumah lama itu, yang displit jadi dua bagian, akan mati separuh rumah. Separuh rumah itu berarti bagian kamar utama, kamar putra sulungku, ruang tamu, teras depan. Itu sebabnya jika malam tiba bagian depan rumahku akan gelap sekali sepanjang musim hujan atau ketika musim hujan sudah berlalu tapi hujan turun dengan deras.

Jalan-Jalan Ke Museum Nasional (1)

 [Keluarga] Bulan lalu, alhamdulillah tulisanku yang diikut sertakan di lomba museum nasional terpilih sebagai salah satu tulisan paforit pilihan juri. Hadiahnya lumayan. Nah, karena kebetulan bulan lalu putri-putriku libur sekolahnya jadi aku ajak mereka ke museum nasional. Sayangnya, museumnya tutup jika hari senin ternyata. hahahaha.. dodol, kenapa gak merhatiin jadwal kunjungan dulu ya.

Bahagia itu Sederhana

Bahagia itu sederhana saja.

Tidak perlu memiliki harta untuk membuat hati merasa bahagia. Aku belajar hal ini dari putri bungsuku. Dia tidak pernah menuntut sesuatu yang tidak terjangkau kemampuan orang tuanya. Pun tidak pernah marah jika suatu hari menghadapi kenyataan bahwa keinginannya tidak terpenuhi. Yang dia inginkan hanya satu: dekat dan merasa nyamana dengan kedua orangtuanya.

Itu sebabnya, setiap kali bepergian, dia tidak pernah menuntut minta dibelikan sesuatu. Cukup selama di perjalanan itu, aku menggenggam tangannya dengan lembut dan mengajaknya berbincang-bincang.

Di rumah, dia tidak pernah menuntut makanan yang terhidang harus yang enak apalagi mewah. Cukup dia dilibatkan dalam proses pembuatan dan apapun hasilnya ada apresiasi positif untuk jerih payahnya tersebut.

Dan ketika PEMILU (pemilihan umum) dan PILPRES diadakan, meski dia belum masuk umurnya untuk bisa punya hak untuk mencoblos tapi dengan ikut masuk ke dalam bilik lalu melihat proses pencoblosan dan berakhir dengan kesempatan bisa merasakan ujung jarinya dicelup dan diwarnai tinta pemilu dia sudah bahagia luar biasa. 

Ah. Bahagia itu sederhana kok.




Masak Apa: Sapo Tahu

Bingung masak apa buat sahur? Aku termasuk orang yang lebih suka masakan yang mudah dan tidak terlalu rumit bikinnya. Dan utama, karena di rumah orang-orangnya tidak suka cabe alias ogah pedas, serta menghindari santan jadi kecenderunganku masak adalah sesuatu yang serba tumis atau rebus.
Kali ini, mau berbagi resep masakan SAPO TAHU.