Ketan Serundeng Manis Pedas

Mungkin.... jenis jajanan ini sudah mulai jarang dijumpai di sekitar warung yang menjual sarapan di dekat rumahku. Padahal, waktu aku kecil dahulu, Ketan Serundeng Manis Pedas ini kerap dijumpai di warung-warung yang menjual aneka jajanan untuk sarapan.

Sekarang, yang biasa dijual adalah ketan dengan taburan kelapa putih yang asin gurih. Seorang teman pernah menghadiahiku jenis jajanan ini (bisa dibaca kisahnya di Hadiah Manis  ). Dia bilang, cara buatnya sebenarnya gampang kok. Jadi, aku pun mencari resepnya dan bertemu satu yang tampaknya mudah dilakuin. Ini dia resepnya:

KETAN SERUNDENG MANIS PEDAS




bahan-bahan/bumbu-bumbu:
250 gram beras ketan, direndam 2 jam
75 ml santan dari 1/4 butir kelapa
3/4 sendok teh garam
100 gram kelapa parut kasar

Bahan Serundeng:
150 gram kelapa parut kasar
1 batang serai, diambil putihnya, dimemarkan
1 sendok teh garam
1/2 sendok teh gula pasir
1 sendok makan minyak untuk menumis

Bumbu Halus:
5 butir bawang merah
3 siung bawang putih
1/2 sendok teh ketumbar
5 butir Cabe merah
1 butir cabe rawit (jika ingin pedas banget)

Cara membuat:
Ketan, kukus beras ketan 20 menit. Rebus santan dan garam sambil diaduk sampai mendidih. Tambahkan ketan kukus. Aduk sampai meresap. Masukkan kelapa parut. Aduk rata. Kukus 25 menit sampai matang.
Panas-panas, tumbuk sampai lembut. Cetak di loyang 16x16x4 cm yang dialas daun pisang sambil dipadatkan. Dinginkan. Potong-potong.

Serundeng, panaskan minyak. Tumis bumbu halus dan serai sampai harum. Masukkan kelapa parut dan garam. Aduk sampai kering dan kecokelatan. Angkat. Tambahkan gula pasir dan garam. Aduk rata.
Sajikan ketan bersama serundeng.

Untuk 12 potong

Hadiah Manis

[Pernikahan] Terkadang, hal-hal kecil itu bisa menerbitkan rasa sayang. Sekaligus mengeratkan tali silaturahim tentu saja.

Suatu hari, seorang temanku curhat padaku. Dia bercerita bahwa suaminya sakit-sakitan. Padahal dulu, suaminya bekerja di sebuah instansi pemerintahan. Sejak suaminya terkena stroke akibat penyakit gula, akhirnya suaminya dipensiun-dinikan oleh kantornya. Jadilah dia sekarang harus banting tulang mencari tambahan agar asap dapur bisa terus ngebul.

Temanku ini, anaknya empat orang. Cowok semua. Yang sulung, sudah duduk di bangku SMA kelas satu.  Yang bungsu masih SD kelas satu. Dengan kata lain, ke empat anaknya masih belum bisa mandiri. Seluruhnya masih bergantung pada dirinya.

Sejak suaminya dirumahkan, maka temanku ini berjualan makanan ke sekolah. Dia menjual makanan beku seperti sambosa, pastel, risol, es lilin susu, atau juice. Apa saja dia dagangin deh. Tapi, pendapatan yang dia peroleh tidak memungkinkan dia untuk bisa membeli sesuatu yang lebih ke arah "menghibur diri sendiri". Itu sebabnya suatu hari dia datang padaku. Ketika itu aku memakai sebuah selop baru (hehehe, asli masih baru. Masih kinclong dan ini baru hari pertama aku memakainya).

"Sendal lo baru De."
"Iya. Baru."
"Cakep ya."
"Iya, enteng lagi dipakenya."
"Enak ya bisa beli sendal. Gue mah boro-boro deh. Kadang, kalo gue punya duit mending buat beliin anak gue. Ini nih, sendal gue, dah lama banget gue pakenya. Untungnya gak rusak-rusak. Ya.. rusak sih tapi masih bisa panggil tukang sol."

Aku..... jadi nggak enak hati.
"Kamu... suka sendal baruku ini?"
"Demen banget. Modelnya cakep."
"Cobalah... muat nggak?"

Lalu, dengan suka cita dia pun mencobanya. Berjalan mondar mandir dengan sendal baruku. Ukurannya pas sekali dengan kakinya. Akhirnya, sampai di rumah. sendal baruku itu aku bungkus rapi. Besoknya aku hadiahkan pada temanku itu. Temanku itu senangnya luar biasa. Subhanallah.... aku yang memberinya jadi ikut terharu.

Di waktu berikutnya, pada kesempatan lain, kami kembali terlibat sebuah pembicaraan. Kebetulan, waktu itu karena terlalu lelah bekerja aku lupa sarapan. Jadilah aku mengudap beberapa cemilan yang dia bawa sebagai dagangannya.

"Ah, elo De. Kok bisa lupa sarapan gitu sih? Nanti sakit loh."
"Keasyikan kerja gue."
"Elo sukanya makanan apa sih De sebenarnya."
"Gue? Banyak. Tapi umumnya semua masakan jajanan tradisional gue suka. Kayak ketan yang ditaburi dengan kelapa yang mirip serundeng tuh...  cuma dah jarang dijual di dekat rumah. Biasanya yang dijual itu yang taburan kelapa parut putih dikasi garam itu. Yang itu aku kurang suka. Eh.. suka tapi lebih suka yang pake serundeng kelapa manis pedas itu sih."

Lalu kami ngobrol kesana kemari. Membahas topik tak penting yang tidak pernah habis dibicarakan. Hingga beberapa hari kemudian, temanku ini tampak sudah menungguku. Kebetulan aku datang menjemput putriku terlambat.

"Adeeee.... gue udah deg-degan takut elo gak datang. Ini... gue mau kasih hadiah buat elo."
"Hah? Hadiah apa?"
"Sesuatu yang menurut Lo udah jarang, tapi buat gue itu gampang banget buatnya. Makanan yang elo pinginin. Nih."

Dia memberiku ketan yang sudah dimasak dan siap dimakan serta serundeng manis pedasnya.
Wahhhh...
subhanallah.
Aku terharu banget dengan pemberiannya. Mana banyak lagi ngasihnya. Aihh.. senang sekali.

Dari hal-hal sederhana ini, ternyata menerbitkan sesuatu yang luar biasa buatku. Dan hadiah manis dari temanku ini, meski sederhana mampu mempermanis hubungan tali silaturahim kami.  Alhamdulillah.

Ini dia ketan serundeng manis pedas yang dia berikan padaku (jika ingin lihat resep cara buatnya, silahkan lihat di http://www.adeanita.com/2015/02/ketan-serundeng-manis-pedas.html)


Cinta itu Sederhana

Seorang teman bertanya padaku, mengapa aku bisa terlihat selalu romantis bersama suami.
Hmm...
Aku bingung mau jawab apa.
Apa iya aku dan suami seperti itu?
Sebenarnya, aku tidak tahu romantis yang temanku maksud itu apa. Hanya saja, dalam kehidupan rumah tanggaku, kami menjalankan sebuah hubungan yang amat sederhana.
Sederhana dalam arti, tidak menuntut sesuatu yang sulit untuk didapat dan berusaha (keras) untuk mensyukuri apa yang diperoleh.
Bahkan meski yang diperoleh itu adalah hal-hal yang amat sederhana.
Bukankah cinta memang selalu tumbuh dari hal-hal yang bersifat sederhana?

Seperti yang aku tulis di status facebookku tahun 2012 silam berikut ini:



Bedanya Cewek Dan Cowok pada Bayi

Anak-anak adalah individu yang senantiasa belajar dalam kesehariannya. Proses belajar yang mereka jalankan itu, umumnya berupa pengumpulan sebanyak mungkin pengetahuan dan pengalaman yang mereka lihat, amati, alami, reaksi dan aksi. Hanya saja, berbeda dengan orang yang lebih dewasa usianya, maka anak-anak mempelajari berbagai hal itu tidak hanya lewat sekolah dan buku-buku pelajaran saja. Tapi lewat kehidupan keseharian mereka juga. Baik itu ketika mereka sedang serius atau ketika mereka sedang bermain-main.

Berikut ini, adalah status facebookku yang aku tulis di tahun 2012 silam (16 desember 2012), dimana putri bungsuku sedang mengalami proses belajar apa bedanya cewek dan cowok pada bayi.

Pertanyaan ajaib Hawna:
"Bu, kan kalo cewek rambutnya ada yang panjang kek, pendek kek, pake poni kek, tapi kan dia cantik. Kalo cowok, ada yang rambutnya pendek kek, botak kek, pake kumis kek, dia cakep. Beda kan?"
"iya beda." (bersiap-siap. Pertanyaannya seperti masih menggantung)
"Kalo cewek kan pake rok, celana panjang, lipstik, dandan. Kalo cowok pake celana panjang, gak dandan. Beda kan?"
"Iya beda." (mulai nebak2 dalam hati..dia mau nanya apa ya?)
"Nah..yang aku bingung itu kalo ade bayi. Gimana bedainnya dia cewek apa cowok. Kan dia suka sama, sama2 lucu, sama2 imut. Gimana kita bedainnya dia cewek apa cowok?"
(Ups... Jadi dia banyak merenung beberapa menit terakhir itu karena inikah?)
"Gampang. Ade bayi itu kan selain minum susu sama tidur, dia pasti pipis sama pup kan?" (hawna langsung mengangguk dengan bola mata menunggu yg polos abizz)
"Nah, waktu dia pipis, liat, wie-nya itu cewek atau cowok. Kan beda." (kontan mata Hawna langsung terbelalak dan wajahnya sumringah)
"OH IYAAAA... Kenapa aku bisa lupa itu ya?... Ngerti aku sekarang ..ngerti aku sekarang."
(hawna langsung melonjak gembira dan tersenyum lebar....hahaha, mungkin beginilah ekspressi Archimides ketika mengerti sesuatu lalu spontan berteriak EUREKA dahulu terjadi)

tuh... bayi memang mirip ya baik dia cewek atau cowok. Sama2 ngegemesin. Foto ini diambil dari web ini nih.

Orang Tua Terbodoh

Di awal bulan Februari 2015 lalu, ada sebuah foto yang diunggah di facebook, yang nota bene adalah media sosial untuk konsumsi publik, yang menghebohkan. Yaitu foto tentang anak balita yang disodorkan rokok oleh orang tuanya dan diberi judul "jagoan mom dan pop".



FOto ini tentu saja mendapat kecaman dari banyak pengunjung yang datang melihat foto tersebut diunggah. Alhamdulillahnya, kabarnya kasus ini sudah dilaporkan ke KPAI dan si ortu bisa diancam hukuman pidana. Entah deh bagaimana kelanjutannya.

Yang ingin aku bicarakan disini adalah komentar pembelaan dari ibu si bocah lucu ini:

"Gak diisep beneran kaleee... cm nempel aj... kl ga di trutun ngamuk anak na kepala jedotin tembol lbih bahaya."

Aku gak tahu bagaimana pola asuh yang diajarkan oleh orang tua pada bocah di atas. Tapi, dari komentar sepintas ini sepertinya si ortu tidak memberi batasan tegas apa yang boleh dan tidak boleh pada anaknya. Orang tua cenderung untuk menuruti kemauan anak guna terhindarnya situasi dimana anak sulit untuk dikendalikan.

Anak.
Dalam agama Islam, nafsu yang dimiliki oleh seseorang itu sering diidentikkan seperti anak kecil.
Mengapa nafsu, yang adalah sesuatu yang dimiliki oleh setiap manusia diidentikkan dengan sosok anak kecil?
Karena... seorang anak itu, pada dasarnya belum mengerti apa yang baik dan buruk bagi dirinya. Yang anak ketahui adalah, ada sesuatu yang bisa membuatnya gembira. Dia tidak pernah memikirkan apakah sesuatu itu berbahaya ataukah tidak. Orang dewasa lah yang mengetahui sesuatu itu berbahaya atau tidak.
Karena kondisi ini, maka seharusnya orang dewasa mengajarkan anak untuk bisa mengendalikan semua keinginannya. Karena, memang tidak semua keinginan itu harus dipenuhi. Tidak setiap hajat harus dilunasi.
Ketika ada sebuah kondisi, dimana semua keinginan seorang anak selalu dipenuhi, maka anak akan merasa bahwa tidak ada lagi yang tidak bisa dia dapatkan. Akibatnya, dia pun akan memandang dirinya sebagai satu-satunya yang memiliki kekuasaan untuk mengendalikan orang dewasa yang ada di sekitarnya. Akibatnya, orang dewasa tidak bisa lagi mengendalikan si anak.
Lebih lanjut, si anaklah yang menjadi tuan dan orang dewasa (yang seharusnya punya akal dan pengalaman yang lebih) menjadi budaknya yang bisa disuruh melakukan apa saja.

Demikianlah nafsu itu.

Ketika sebersit nafsu dituruti, maka nafsu akan menuntut pada keinginan yang sedikit demi sedikit naik tingkatannya. Dan ketika manusia tidak dapat lagi mengendalikan nafsunya, maka dirinya sudah diperbudak oleh nafsunya sendiri.

Yang terjadi kemudian adalah mala petaka.
Baik mala petaka bagi dirinya maupun mala petaka bagi orang lain.

Nah... dalam kasus komentar si orang tua dari bocah yang bermain-main dengan puntung rokok yang menyala tersebut pun demikian.

"Gak diisep beneran kaleee... cm nempel aj... kl ga di trutun ngamuk anak na kepala jedotin tembol lbih bahaya."
Tanpa diketahui oleh si ibu (yang dengan cara modern menyebut dirinya "MOM"), sebenarnya, si bocah sudah menguncinya untuk diarahkan menjadi orang tua     terbodoh bagi si anak. Yaitu, orang tua yang hanya menjadi budak bagi anaknya saja.

Ugh.
Naudzubillah min dzaliik.

Dua Gunung Kembar

Masih inget gak waktu SD kalau disuruh gambar pemandangan, banyak yang sering menggambar pemandangan berupa dua buah gunung kembar dimana ada matahari terbit di tengah-tengahnya, lalu ada jalanan yang terbentang lurus membelah dua buah pemantang sawah yang terbentang luas di bawah kaki gunung kembar tersebut?

Ketika kecil dahulu, aku sering banget gambar pemandangan seperti ini. Mungkin, karena aku lihat teman-temanku banyak yang menggambar ini lalu aku mencontoh mereka. Atau... bisa juga guru di depan kelas yang pertama kali memperkenalkan gambar tersebut dan seterusnya murid-muridnya mengingatnya sebagai gambar pemandangan yang bisa dipilih jika ingin menggambar pemandangan.

Ini dia gambarnya.


Nah.... baru-baru ini, aku baru tahu bahwa ternyata itu sebenarnya adalah gambar gunung Sindoro dan Sumbing; dua buah gunung kembar yang ada di Jawa Tengah.


tuh... mirip kan gambar gunung sindoro dan sumbing ini





Eh tapi..... waktu sempat tinggal di apartemen beberapa waktu yang lalu; suatu pagi aku juga menemukan pemandangan cantik seperti ini loh.

Ini adalah dua buah gunung yang terlihat dari jendela apartemen yang terletak di wilayah Jakarta Selatan. nama gunung ini adalah Gunung Salak dan Pangrango.

Keduanya juga berdiri bersisian sebelah-sebelahan. Bedanya, karena aku tinggal di daerah perkotaan maka yang ada di bawah kaki gunungnya bukan persawahan yang terpentang. Tapi areal perumahan yang padat.

Lalu, semak-semak yang biasanya menutupi tepat kaki gunung, berganti menjadi deretan apartemen yang berjajar.

Hmm... lain dulu lain sekarang.
Lain di desa lain juga di kota.

Meski demikian.... mereka berdua sama cantiknya.
Bagaimana menurutmu?



Perasaan Dilindungi

Selama 21 tahun membina rumah tangga tanpa bantuan asisten rumah tangga sejak awal, seharusnya sudah membuatku menjadi perempuan yang tahan banting.

Bayangkan.
Aku terbiasa bangun pagi, lalu ketika orang lain masih setengah mengantuk tapi aku sudah mulai pegang masakan untuk diolah jadi sarapan dan cucian piring bekas semalam untuk dicuci. Lalu waktu berlalu seharian itu dengan menyelesaikan banyak pekerjaan (termasuk pekerjaan yang dikerjakan oleh figur-figur mainannku di SIM dan pertanian... hehehehe... ini mah harus kayaknya; karna buat hiburan jika pekerjaan di dunia nyata terasa berat).

Tapi... satu hal sepertinya yang aku masih pertahankan dari dulu sampai sekarang (eh sbeenarnya kalau dipaksakan bisa sih. Bener deh). Yaitu, "manja dengan suami jadi pinginnya dibantu".

hehehehehe.
Entah ya. Aku sih gak pernah gengsi buat minta bantuan suamiku. Dan menikmati banget dibantu untuk mendapatkan atau menghasilkan sesuatu (meski sekali lagi... jika aku mengerjakan sendiri sebenarnya bisa loh).
Yup.
Manjaku memang sudah gak bisa dihilangkan sepertinya. Tapi.... aku bahagia aja karena meski sudah berumah tangga 21 tahun tapi tetap merasa dilindungi banget sama suamiku.



Orang tua yang salah, anak yang kena getah

Ketika sedang ngobrol bersama teman-teman di sekolah putriku, salah seorang temanku yang kebetulan memang selalu membawa dagangan ke sekolah bercerita padaku.

"De... Anak yang baru beli es gue tuh,"
"Maksud lo...." (kita sebut saja nama anak ini mawar ya)
"Iye... mawar. Sebenarnya anaknya bae, tapi sejak gue gak demen ama ibunye gue jadi rada-rada malas deh ngelayani anaknye kalo mao beli ape-ape ama gue." (ini bahasa betawi nih. Pada ngerti kan ya? Nggak perlu pake footnote ya buat translatenya... hehehhe)
"Yee... jangan gitu dong. Kasihan mawar. Kan Mawar gak salah apa-apa?"
"Iya sih. Tapi yee gimane ye? Suse gue nego ama hati gue sendiri."
"Emang salahnya ibunya Mawar apa sih ama elu?"
"Begini ceritanye...."

Jadi, beberapa waktu lalu ceritanya di kantin sekolah ada banyak ibu-ibu yang berkumpul dalam rangka ingin menjemput anaknya pulang sekolah. Di luar memang sedang turun gerimis jadi kantin yang tertutup dan hangat adalah tempat nyaman sambil menunggu bel sekolah berbunyi.

Ketika itulah ibunya Mawar tampak sedang berbicara dengan seorang temannya. Kebetulan, temanku ini, kita sebut saja namanya Anggrek deh, pas melihat ibunya Mawar langsung memanggil ibunya Mawar. Ibunya Mawar ini memang jarang ke sekolah. Mawar berlangganan ojek jadi ibunya jarang menjemput. Jadi, selagi Anggrek melihat ada ibunya Mawar langsung saja Anggrek memanggil ibunya Mawar.
Dipanggil sekali tidak menoleh.
Dipanggil dua kali tetap tidak menolah.
Akhirnya, setelah 5 kali dipanggil, ibunya Mawar ini baru menoleh. Tapi, kalimat yang keluar dari mulutnya pada Anggrek adalah:

"APAAN SIH? MAU APA LAGI?"

Cuma lima kata saja tapi diucapkan dengan nada yang tinggi dan membentak. Anggrek langsung terdiam. Dan lirih mengatakan bahwa "Mawar waktu itu ambil dagangan gue, dan dia belum bayar."

"Tau gak De. Gue tuh langsung tersinggung saat itu. Bukan ape-ape sih. Tapi gue ngerasa diperlakukan kayak babu dia aje denger cara dia gentak gue. Gue tuh orangnya serba okeh sebenarnya. Disuruh apa aje gue okeh. Dikerjain ama teman-teman karena gaya ngomong gue yang kampungan gue juga nerima. Dikatain ape aje gue okeh aja. Tapi satu yang gue gak demen: digentak. Kayaknya gue tuh hina banget deh kalo ada orang yang gentak gue."
(gentak itu bahasa betawi untuk bentak alias berbicara dengan suara keras seperti sedang menghardik)

"Mungkin karena dia lagi ngobrol kali. Harusnya elu ngantri aja nunggu giliran."
"Lahhh... yang dia obrolin gak penting-penting amat kok. Kan gue bisa denger dia lagi ngobrol ape. Terus die juga nggak full ngobrol. Ada juga yang cuma liat-liatan doang ama temennya. Lah... mesti nunggu ape lagi coba gue? Emang die aje dasar rada sombong. Mentang-mentang sih die tinggal di apartemen, punya banyak kendaraan, duitnya lebih banyak daripade gue mangkanye dia mandang rendah gue. Ihh... gue gak demen deh pokoknya ama die."
"Iya sih tapi kan jadi kasihan si mawar."
"Ibunye nyebelin sih, De."
"Tapi kan tetep.. Mawar gak salah ape-ape."
"Iye sih.... salah ye gue. Mawar kan gak sale ape-ape ye."
"Nah.. ntu."
"Ya udah deh. Nanti gue kompromi ame ati gue deh."
"Nah... cakep tuh."

--------------------------------
Dari obrolanku ini, aku jadi tahu satu hal: bahwa kita sebagai orang tua hendaknya hati-hati dalam bertindak karena bisa jadi kesalahan yang kita lakukan pada orang lain berakibat anak kita yang kelak diperlakukan tidak baik oleh orang lain.

Nah loh. Kenapa orang tua yang berseteru anak yang kena imbasnya? Tapi demikianlah kenyataan yang sering terjadi.
Yang gawat itu kalau kita sebagai orang tua tidak sadar telah menyakiti hati seseorang lalu tiba-tiba anak kita bersedih karena mendapat perlakuan tidak adil dari lingkungannya. Bisa-bisa, berakhir dengan menyalahkan takdir.
ugh.
naudzubillah min dzaliik.