Setelah lama tertunda karena berbagai kesibukan, aku mau melanjutkan cerita tentang anakku yang dibully di kelasnya oleh teman-temannya (ini cerita bagian pertamanya jika ada yang belum baca,
http://www.adeanita.com/2014/04/tanda-tanda-anak-yang-dibully-part-1.html).
Pekan lalu, setelah memasukkan bahan kebaya untuk dijahit di tukang jahit khusus kebaya langgananku, aku dan putri remajaku naik angkot jurusan Tebet. Jalan raya sedang macet parah. Kebetulan, di pertigaan jalan dekat rumah tukang jahitku, memang sedang ada rumah yang berduka. Dari karangan bunga yang banyak berjejer di sepanjang jalan, aku tahu bahwa yang meninggal adalah bapak dari seseorang yang memiliki pangkat Presiden Direktur Bank X. Jadi tidak heran jika karangan bunga yang diberikan oleh mereka yang bersimpati berjajar sepanjang jalan. Sama banyaknya dengan jumlah mobil yang diparkir. Jadi mirip pagar bagi mobil-mobil yang diparkir tersebut. Ini yang bikin macet jalan raya. Angkot berjalan pelan sekali. Hingga tiba-tiba masuklah 2 orang anak perempuan yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Aku taksir usia mereka sekitar 9 atau 10 tahun. Mungkin baru kelas 4 atau kelas 5 SD. Sebelum naik ke dalam angkot, seorang anak.dengan tangan kanan masih menggenggam es mambo di tangannya yang sudah tinggal setengah, berteriak keras-keras ke arah teman-temannya yang tidak naik angkot.
"WOIII.... GUE PULANG DULUAN YA.. BESOK AJA KITA NGOBROL LAGI KALO MAU NGERJAIN TANTI. GUE MASIH SEBEL NIH AMA TUH ANAK."
Spontan aku dan putri remajaku saling memandang satu sama lain, lalu melempar senyum. Pelan, kudekatkan mulutku ke telinga putri remajaku.
"Ih, itu anak. Mau ngerjain anak lain aja sampai harus janjian buat
meeting dulu."
Di dalam angkot, anak perempuan itu lalu berbicara lagi pada temannya yang duduk di angkot mengapa dia perlu mengerjai orang yang bernama Tanti dan alasan bahwa itu sesuatu yang perlu.
"Gue sebel. Dia tuh suka sama Hello Kitty-nya kebangetan. Bayangin, mulai dari saputangan, pinsil, penghapus, sampai kaus kaki, semuanya sama semua. Hello Kitty semua. Ih, sakit mata gue ngeliatnya." (ini kata si anak yang megang es mambo tadi)
"Ya mau gimana lagi. Namanya juga dia emang hobbi Hello Kitty." (kata temannya yang terus menerus memandang ke luar jendela)
"Ah.. gak gitu-gitu amat kali. Gue juga suka kok sama Tinker Bell. Tapi gue mau make apa aja." (si anak dengan es mambo)
"Yaa.. kenapa mbaknya gak kayak gitu aja. Milih yang mbak suka aja." (kata pembantu yang megangin tas anak yang terus-terusan memandang ke luar jendela).
"Mana bisa. Bapakku gak punya uang. Banyak keperluan lain." (si yang megang es mambo suaranya mulai melemah).."Makanya aku sebel liat Tanti. Dia kayaknya mau pamer deh. Bikin kesel dan bikin sebel. Pokoknya besok harus dikerjain tuh orang. Anak-anak lain dah pada sepakat. Kalo dia nggak mau nurut ama kita-kita, dia gak bakalan ditemenin."
Aku dan putri remajaku terperajat mendengar pernyataan si yang megang es mambo ini. Kami berdua saling memandang satu sama lain, dan satu buah nama langsung teringat di benak kami masing-masing: HAWNA. Anak bungsuku dan adik putri remajaku. Di saat yang bersamaan, si yang megang es mambo berteriak pada supir angkot karena tujuannya sudah sampai dan dia pun turun bersama dengan teman-temannya.
Angkot sepi.
Cuma ada supir di depan, dan aku dan putri remajaku di kursi belakang.
Hening.
Setelah membuang desah, aku pun menyentuh punggung tangan putri remajaku.
"Berarti selama ini, Hawna itu dibully karena teman-temannya pada ngiri sama dia."
Putri bungsuku yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 3 itu memang seorang penggemar tokoh Princess. Semua tokoh Princess di Disney dia suka. Dan diantara semua Princess, maka tokoh yang paling dia gemari adalah Sofia dan Ariel (si putri duyung). Karena dia seorang penggemar Princess, maka jika diajak memilih barang, maka barang yang dia pilih pasti ada bau-bau Princessnya. Entah itu warnanya (pink, ungu, biru muda atua kuning cerah yang lembut), atau motif (mahkota, sepatu kaca, cincin berlian, pita, bunga yang sedang mekar, dua ekor burung yang sedang berhadapan, serta bangku taman, dan air mancur), dan tentu saja icon sosok Princess itu sendiri. Hawna bahkan hafal jalan cerita semua Princess karena meski film tentang Princess ditayang ulang untuk ke 10 kalinya di televisi, tetap saja dia akan menontonnya dengan wajah seakan-akan dia belum pernah menonton film itu sebelumnya.
Sayangnya, karena kegemaran dan koleksinya ini, teman-teman di kelasnya tidak suka padanya. Teman-teman kelasnya merasa bahwa tokoh Princess itu hanya untuk anak-anak kecil saja. Kelas tiga SD bukan anak kecil lagi. Itu sebabnya di kelas Hawna diminta untuk mengganti tasnya yang bergambar Princess dengan gambar lain. Juga barang-barangnya yang lain. Dan tidak boleh lagi menyukai warna PINK.
Sedihkah anakku itu?
Pasti.
Di kelas, dia hanya punya 2 orang teman. Sehari-hari, mereka hanya bermain bertiga saja. Sebagai ibunya sebenarnya aku kesal anakku diperlakukan seperti ini. Tapi.... hmm. Satu hal yang aku sadari adalah, memang inilah resiko yang akan diterima jika kita menyekolahkan anak kita di sebuah sekolah umum. Jika kita tidak ingin anak kita mendapat perlakuan yang aneh-aneh dari lingkungannya, sekolahkan saja di Home Schooling. Tapi... aku sudah memilih untuk menyekolahkan anakku di sekolah umum justru karena sebuah tujuan, agar dia belajar bagaimana kelak menghadapi masyarakat sebenarnya ketika dia besar nanti. Karena, sekolah adalah sebuah gambaran masyarakat terkecil dalam institusi sebuah bangsa. Dinamika yang ada di sekolah, menggambarkan dinamika dari masyarakat nyata yang sesungguhnya.
Jadi... bagaimana mengatasi masalah Bully yang sudah dialami oleh anakku tersebut? Setelah melakukan langkah-langkah seperti yang aku ceritakan di tulisanku sebelumnya (lihat ini ya :
http://www.adeanita.com/2014/04/tanda-tanda-anak-yang-dibully-part-2.html) , aku tahu bahwa putriku harus terus MOVE ON. Artinya, gak boleh lama-lama sedihnya.
"Eh... ada kaus cantik deh, gambar Princess Sofia. Temen ibu nawarian. Mau gak?"
"Mauu... mauuuu...." putriku langsung berbinar-binar matanya dan wajahnya cerah sekali mendengar tawaranku. Tapi, itu hanya beberapa detik saja. Selanjutnya, reaksi yang muncul adalah kebalikannya. "Eh,... tapi... kan kata temanku aku gak boleh nambah koleksi Princessku lagi, bu."
Oh. Oke. Berarti dampak dari Bullying yang dia terima masih berbekas.
"Ah. Biarin aja. Kadang-kadang nak, kita gak usah dengarin apa kata orang. Pusing nanti kalau terus-terusan dengerin apa kata orang. Inget gak cerita bapak dan anak dengan keledainya tuh." (aku pernah bercerita pada anakku tentang kisah seorang bapak dan anak yang pergi ke kota dengan membawa seekor keledai).
"Jadi, kalau kamu suka, terus itu gak bikin susah diri kamu sendiri dan juga orang tua, dan itu dibolehin sama Islam, ya gak papah kok kalau kamu mampu kamu memilikinya. Lagian, kamu sekarang bahagia juga kan meski cuma punya dua orang teman di kelas?" Senyum anakku yang polos dan tulus langsung terkembang di wajahnya seiring dengan anggukan kepalanya yang mantap.
"Iya. Mereka baik-baik banget soalnya."
"Nah... ya sudah. Biar saja orang lain yang memilih untuk tidak menemani kita biarin aja. Gak usah kita sampai harus nurutin perintah mereka segala biar mereka mau nemenin kita. Toh kita gak butuh juga sama mereka. Iya kan?" Anakku kembali mengangguk.
"Sekarang.. yang ibu mau dari kamu cuma satu... kamu mulai sekarang harus makin rajin belajarnya. Nilainya harus bagus-bagus semua dan semua pelajaran kamu ngerti semua. Nanti, kalau kamu pintar, orang-orang akan mendekat dengan sendirinya ke kamu. Percaya deh ama ibu."
Itu yang aku katakan pada Putriku dalam rangka mengajak dia untuk
MOVE ON. Jadi, pas pembagian raport bayangan beberapa waktu yang lalu, ketika guru kelasnya memberitahu bahwa nilai-nilai putriku bagus-bagus semua, seorang ibu tampak mendekatiku dan bertanya hati-hati...
"Mama Hawna, maaf. Aku dengar putrinya dikerjain ya sama xxxx?"
"Iya. Sudah aku tegur sih anaknya. Katanya sih mau berubah. Tapi, emang gak pernah ngerjain anak saya lagi sekarang tuh anak, tapi juga gak nemenin anak saya juga. Biarin sajalah."
"Eh... anak saya juga diperlakukan yang sama dengan anak itu. Saya mau protes ah ke ibunya."
Dan entah bagaimana prosesnya, sekarang yang pasti teman Hawna bertambah satu orang lagi. Yaitu si korban baru itu. hahahaha...
Tapi yang luar biasa adalah, sekarang empat sekawan ini luar biasa pertemanannya. Mereka saling membantu satu sama lain. Ada anak yang pintar di bidang kesenian, dan membantu temannya yang tidak terlalu cemerlang di bidang kesenian. Dan Hawna yang cukup lumayan di bidang sains, bisa membantu temannya yang kurang di bidang Sains. Kadang mereka berempat belajar bersama mengerjakan soal-soal matematika. Hasilnya.... keempatnya sekarang termasuk empat orang yang diperhitungkan di kelasnya.
Horeeee....
Dan satu demi satu, teman-teman yang lain mulai mendekat untuk bertanya. Yang artinya: satu demi satu mulai ingin berteman lagi.
Double Horeeee....
Jadi.... kesimpulan dari akhir rangkaian tulisan saya dari peristiwa Bullying yang mungkin diterima oleh anak adalah: jangan sedih atau murung. Just
MOVE ON. Karena sesungguhnya, Bullying itu lahir akibat ketidak mampuan orang lain yang memiliki rasa iri dan dengki di dalam hatinya terhadap kita. Dan sesungguhnya lagi, Bullying itu bisa dilawan dengan Prestasi.
----------------------------
“Ayo bangkit generasi MOVE ON! Ikutan BIRTHDAY GIVEAWAY: MOVE ON yuuuk”