Tanda-Tanda Anak Yang Dibully (part 2): Gosipkah?

Kalian termasuk orang yang percaya pada gosip yang mampir di telingakah? Kebetulan, aku termasuk orang yang tidak langsung percaya.
Jadi, jika ada yang datang padaku membawa sebuah berita yang aku sama sekali tidak tahu, reaksi pertamaku biasanya adalah diam dulu. Dalam hati sih alarm "kepo" ku mulai menyala. hahaha. Tapi, aku berusaha untuk jaim biasanya. Jadi, berita itu aku terima utuh dulu, tapi aku belum bereaksi. Paling mencoba untuk menjadi pendengar yang baik. Setelah itu duduk diam tidak sabar menunggu suami pulang dari kantor. Nah, malamnya baru deh heboh di depan suamiku.

"Mas.. mas... masa nih... " hahahaha, ini dialog awal sebuah gosip banget ya biasanya. Tapi ya begitulah. Mulutku ember jika sudah di depan suami. Nyaris semua rahasia yang aku ketahui, suamiku mengetahuinya. Setelah aku cerita panjang lebar, barulah akhirnya kami berdiskusi. hasil diskusinya gimana? Nah... itu yang unik. Karena hasilnya belum tentu juga aku sepakat dengan suamiku. hahahaha...... biasanya aku punya pendapat sendiri dan suamiku juga demikian dan irisan perndapat itu yang menjadi kesamaan pendapat kami berdua. Jadi pendapatku yang keluar itu ada pengaruh dari hasi diskusi kami. 

Nah, di sekolah-sekolah atau daerah di mana anak-anak kita sering bermain, biasanya juga berseliweran yang namanya gosip-gosip. Tahu gak, gosip itu mirip dengan asap. Terlihat membesar, disaksikan oleh banyak orang, melingkupi daerah yang luas padahal sebenarnya asal muasal dari asap itu adalah titik api yang bisa jadi kecil saja. Kita bisa menghilangkan asap dengan menghalau asap itu agar pergi tapi jika titik api masih menyala maka asap itu akan tetap hadir. 

JIKA GOSIP SAMA SEPERTI ASAP YANG BERASAL DARI API, jadi, apakah itu berarti gosip itu mengandung sebuah kebenaran? Hal ini lain lagi ceritanya. 

Mari kita lihat kronologi terbentuknya sebuah asap. 
dari sebuah titik api, asap pun terbentuk. membumbung tinggi menuju langit lepas
(btw, kenapa aku salah nulis tahun pembuatan gambar ini ya? aih.. siwer)

setelah tiba di langit yang luas, asap tersebut bertemu dengan asap-asap yang lain, terkontaminasi dan berbaurlah dia
(nah, ini baru bener nulis tahun pembuatan gambarnya. eh.. malah dibahas .. hehe)
Dan demikianlah pula gosip. Bisa jadi, asal muasal dari gosip itu adalah sebuah fakta. Tapi, karena dia bergerak dari mulut ke mulut maka ada penambahan versi ketika fakta itu berpindah dari mulut seseorang ke telinga orang lain dan orang lain itu menyampaikannya lagi telinga orang yang lain lagi. Hasilnya: fakta itu menjadi sesuatu yang berbeda. Ada sisi faktanya tapi sudah berubah bentuknya. Disinilah semua orang hendaknya bijak ketika mendengar sebuah gosip yang mampir di telinganya.

Bijak dalam arti, tidak menolaknya sama sekali tapi juga jangan percaya bulat-bulat kebenarannya. Selalu Tabayyun alias cek dan ricek.

Lalu, bagaimana jika sebagai orang tua tiba-tiba mampir sebuah gosip ke telinga kita bahwa anak kita dibully di sekolahnya?
"Jeng.. jeng... memangnya anakmu itu ...."
Nah... jika mendengar gosip tentang anak kita, semenyebalkan apapun gosip itu,  jangan cepat-cepat marah-marah dulu. Mari kita cek kebenarannya.

Ada beberapa pihak yang harus kita hubungi dalam hal ini:
1. Anak kita sendiri.
Selalu tanya baik-baik ke anak kita, Benar gak dia seperti yang digosipkan itu.
2. Tanya ke teman-teman dekat anak kita.
3. Tanya ke kalangan ibu-ibu yang menyebarkan gosip itu, itu gosipnya awalnya dari mana.
4. Tanya ke guru.

Kebetulan anakku sempat dibully oleh temannya.
Suatu hari, anakku tiba-tiba bertanya padaku:

"Bu, aku ganti tas ya."
"Loh? Kenapa ganti tas? Kan.. masih baru tasnya."
"Gak papah. Pingin ganti ajah."

Tapi, karena anakku itu alhamdulillah-nya adalah anak yang tidak mau menyusahkan orang tua, jadi setelah aku katakan bahwa tasnya masih bagus jadi pakai tas itu saja dia pun menurut. Hanya saja, beberapa hari kemudian, tiba-tiba seorang ibu-ibu di sekolah anakku menghubungiku.

"Jeng.. jeng, jeng tahu tidak bahwa anak jeng itu tidak punya teman di kelasnya."
"Hah? Nggak punya teman?" (padahal selama ini aku selalu merasa yakin bahwa anakku adalah anak yang amat supel dan cukup disayang oleh teman-temannya)
"Iya. Dia dimusuhi oleh teman-temannya."
"Kenapa?"
"Nggak tahu. Tapi ibu-ibu lain pada ngomongin tuh. Kata mereka kasihan ya si xxx sekarang jadi anak yang dikucilkan di kelasnya."

Oke. Belum boleh panik dan belum boleh khawatir dulu. Itu reaksi pertamaku ketika pertama kali mendengar gosip perihal anakku. Selanjutnya, aku pun mengajak anakku ngobrol.

"Eh, di sekolah tadi, kamu main apa aja?"
"Banyak bu. Aku main kejar-kejaran sama z, b, a, c."
"Oh ya? Seru nggak?'
"Seruuu..."  Lalu meluncurlah cerita keseruan permainan yang dialami oleh anakku. Sepanjang dia bercerita aku memperhatikan perilakunya. Tidak ada yang berubah. Dia tetap lincah seperti biasanya, tetap menyenangkan hatiku juga, tidak terlihat murung, tetap bersemangat dan ceria. Hmm... jadi gosip yang mampir ke telingaku itu benar atau tidak sih?

Besok-besoknya, mulailah aku lebih intensif datang ke sekolah. Duduk-duduk bersama para ibu dan terlibat dalam obrolan dengan mereka. Dan mulai mencari tahu perihal gosip yang aku dengar. Para ibu tetap berkeyakinan bahwa anakku dikucilkan di kelasnya.
Berarti ada dua fakta yang aku terima:
1. Anakku dikucilkan di kelasnya (ini fakta yang aku dengar dari gosip ibu-ibu di sekolah).
2. Anakku tidak ada masalah apapun dengan teman-temannya (ini fakta yang aku dengar dari anakku sendiri)
Keduanya saling bertolak belakang.
Jadi.. mana yang benar?

Langkah berikutnya, aku pun mulai melakukan pengamatan di sekolah. Agak sulit karena akses untuk masuk ke dalam lingkungan sekolah itu tidak mudah. Sekolah steril dari lingkungan luar ketika jam pelajaran dimulai. Tapi, ketika saat makan siang dan shalat dhuhur tiba, gerbang sekolah dibuka untuk mereka yang ingin membawakan makanan untuk anaknya. Hanya ada waktu setengah jam tapi lumayanlah. Dari hasil pengamatan itu aku mendapat fakta baru. Yaitu:
1. Ternyata benar anakku tidak ada masalah apapun dengan teman-temannya. Dia tetap bermain dengan riang gembira dengan teman-temannya. Teman-temannya masih banyak.
2. Teman-teman anakku itu berasal dari luar kelasnya. Jadi dari kelas lain. Loh? Kemana teman-teman kelasnya? Ternyata, di kelas, anakku hanya punya dua orang teman.
Berarti dua fakta yang aku terima di atas ada benarnya.

Oh. Tidak. Itu berarti anakku benar dong dikucilkan di kelasnya. Kenapa? Kenapa?

Aku kembali mengajak anakku berbicara empat mata. Berbagai macam cara aku gunakan untuk mendekatinya agar dia mau bercerita tanpa merasa sedang diinterogasi. Level rasa ingin tahu dalam hatiku benar-benar melonjak tinggi tapi aku berusaha keras untuk terlihat tenang dan santai. Karena sekali saja aku terlihat "mau tahu banget" aku takut anakku malah jadi berusaha untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.

Dari hasil obrolan ibu dan anak itu aku jadi tahu bahwa semua masalah ini bermula dari permintaan anakku yang ingin berganti tas.
OMG.Dulu kenapa aku gak curiga ya?

Jadi, ada sekelompok anak di dalam kelas, yang kebetulan memiliki kemampuan untuk memobilisasi pendapat orang lain (ini kayaknya emang bakat-bakatan dan kebetulan anak itu dikaruniai bakat itu) dan kebetulan sekelompok anak itu adalah anak-anak yang TIDAK SUKA DENGAN FIGUR PRINCESS. Padahal, anakku itu amat sukaaaa (pake banget) dengan figur Princess. Itu sebabnya tas yang dia pakai ke sekolah gambarnya adalah gambar Princess.
Karena kesukaan yang bertolak belakang ini maka sekelompok anak-anak itu mengancam anakku jika tidak menuruti kemauan mereka maka anakku tidak akan ditemani oleh teman-teman sekelas.
NAH. Itu sebabnya di kelas anakku hanya punya 2 orang teman (setianya).

"Terus... kamunya kasihan dong jadi nggak punya teman."
"Nggap papah bu, kan aku masih bisa berteman dengan teman-teman dari kelas lain."

Ah. Syukurlah (aku langsung mengecup pipi anakku ketika dia mengatakan hal ini).

Tapi.. tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan bukan? Lalu bagaimana cara penyelesaiannya? Bersambung ke bagian ke tiga saja ya. Soalnya kepalaku pusing nih.  Sekalian nati aku cerita solusi untuk menghadapi Bullying di sekolah insya Allah. 

Tanda-Tanda Anak Yang Dibully (part 1)

Pagi ini aku menyimak berita tentang anak SD di Pontianak yang diduga tewas setelah dikeroyok oleh tiga orang temannya di Sekolah Dasar. Tentu saja ini masih sebuah dugaan belum pasti penyebabnya karena keroyokan. Karena hasil visum dari dokter dikatakan bahwa AW itu di perutnya memang terdapat gumpalan darah, dan kerusakan di bagian lambung dan ginjalnya yang kemungkinan karena dua hal,  bisa karena hantaman benda tumpul atau penyakit Types yang tidak disembuhkan secara tuntas dan dibiarkan sakit selama beberapa kurun waktu.

Ini nih beritanya yang aku kutip dari liputan6.com:


foto rontgen korban. Gambar ini aku ambil dari sini

Prihatin banget aku dengan kasus ini. Jika benar terbukti penyebab tewasnya benar karena keroyokan, itu kan berarti anak kecil itu sudah menerima perlakuan bullying di sekolahnya. Ohya.. kalian tahu tidak apa itu perilaku Bullying? Berikut ini aku kutip apa artinya dan apa saja perilaku yang bisa dikatakan sebagai kategori bullying dari website Psikologi berikut ini:

Bullying adalah salah satu bentuk dari perilaku agresi dengan kekuatan dominan pada perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan mengganggu anak lain atau korban yang lebih lemah darinya. Victorian Departement of Education and Early Chilhood Development mendefinisikan bullying terjadi jika seseorang atau sekelompok orang mengganggu atau mengancam keselamatan dan kesehatan seseorang baik secara fisik maupun psokologis, mengancam properti, reputasi atau penerimaan sosial seseorang serta dilakukan secara berulang dan terus menerus.
Bentuk-bentuk bullying antara lain seperti berikut :
Bullying fisik, contohnya memukul, menjegal, mendorong, meninju, menghancurkan barang orang lain, mengancam secara fisik, memelototi, dan mencuri barang.
Bullying psikologis, contohnya menyebarkan gosip, mengancam, gurauan yang mengolok-olok, secara sengaja mengisolasi seseorang, mendorong orang lain untuk mengasingkan seseorang secara soial, dan menghancurkan reputasi seseorang.
Bullying verbal, contohnya menghina, menyindir, meneriaki dengan kasar, memanggil dengan julukan, keluarga, kecacatan, dan ketidakmampuan (exampel : "Eh ada sih pincang lewat").
Bullying bisa terjadi di tempat-tempat berikut ini :
Terjadi pada pada situasi di mana pengawasan yang kurang dari orang dewasa, seperti di kamar mandi sekolah, jalan masuk kelas, dan tempat bermain.
Sering terjadi di tempat bermain daripada di kelas.
Interaksi agresif (baik secara fisik maupun verbal) muncul setiap 24 menit di tempat bermain, sedangkan di dalam kelas kemunculannya sekali setiap 37 menit.
Tempat bermain yang biasanya tidak diawasi oleh guru atau orang dewasa, juga sulit dideteksi karena tingginya aktivitas bermain anak-anak di lapangan dan sering dikira sebagai salah satu bentuk permainan anak-anak misalnya permainan gulat.
Di dalam kelas.
Sebenarnya, kita nih sebagai orang tua bisa nggak sih mengetahui apakah anak kita dibully atau tidak di sekolahnya? Insya Allah bisa. Yaitu dengan cara:

1. Jalin komunikasi dengan anak sejak usia mereka masih dini. Jangan pernah jadi orang tua yang terlalu sibuk sehingga lupa untuk menjalin komunikasi dengan anak. Karena, komunikasi yang dijalin ketika si anak sudah berusia remaja atau dewasa, itu sudah amat sulit untuk dilakukan. Biasanya jika pun bisa dilakukan maka bentuk komunikasinya bersifat formalitas saja. Anak hanya akan menjawab jika ditanya saja tapi jawaban yang diberikan pun tidak dijawab sepenuhnya. Hanya sekedarnya saja. 

2. Selalu proaktif untuk rajin bertanya pada guru di sekolah tentang perkembangan anak. Nggak usah setiap hari datang ke sekolah jika memang punya karir, tapi ketika ada kesempatan datang ke sekolah, cobalah untuk datang dan menghadap ke guru kelasnya apa saja kemajuan anak, masalah apa yang dihadapi anak, bagaimana pergaulan anak di sekolah, apa yang menurut guru tersebut menjadi kesulitan anak, dll. 

3. Jangan pernah abaikan perubahan fisik yang terjadi pada anak anda. Jika dia pulang sekolah jalannya pincang, perhatikan itu pura-pura pincang atau pincang beneran. Tanya kenapa? Bahkan jika ada tahi lalat tumbuh di pipinya pun tetap harus kita tanya ke anak itu, kenapa bisa begitu? Jadi orang tua jaman sekarang nggak boleh terlalu cuek. 

4. Kenali satu dua nama teman anak anda. Setidaknya kita bisa mencari jawaban lain dari pada jawaban yang keluar dari mulut anak kita.

5. Lihat apakah ada perubahan sifat dan perilaku pada anak. Seperti jika dia tiba-tiba jadi pemurung, tidak mau sekolah, ngotot minta dibelikan sesuatu jika tidak lebih baik tidak udah sekolah saja, ngotot ingin memiliki sesuatu dan ternyata usia keberadaan barang yang diinginkannya itu tidak panjang di tangannya. Tiba-tiba saja sudah raib. Nah.. ini juga perlu diwaspadai nih. Ada apa sebenarnya?

Aku punya cerita tentang kasus bully. Tapi, aku harus jemput anak sekolah dulu sekarang. Nanti aku sambung lagi ya. 

Ex High Quality Jomblo: Dude Herlino

Di Handphoneku itu, yang paling aktif belakangan ini sepertinya adalah aplikasi What's App di banding aplikasi lainnya. Notifikasi jika ada pesan yang masuk yang berasal dari W-A selalu teratas dari segi jumlah. Bahkan lebih banyak dari notifikasi Facebook. Aku memang memiliki beberapa group WA di handphoneku. Beruntungnya lagi, semua pesan yang masuk sudah aku seting untuk disimpan di aplikasi eksternal 'Cloud", jadi handphoneku tidak "hang" atau terpending karena memorinya habis.

Nah, salah satu obrolan pekan lalu yang bikin aku senyam-senyum itu adalah, ketika ada yang memberitahuku bahwa Dude Herlino sudah menikah tanggal 22 Maret 2014 lalu. 
hahahaha... padahal aku sudah tulis di postingan sebelumnya bahwa dulu aku ngefans sama Dude tapi sekarang sudah tidak lagiiiiiiiiiiiiiii.... tapi... sepertinya yang diingat oleh teman-teman adalah aku penggemar Dude Herlino. 

Ternyata eh ternyata sodara-sodara, banyak cewek-cewek yang diam-diam menyukai Dude Herlino karena Dude dianggap mewakili Jomblo dengan kualitas nyaris sempurna alias High Quality Jomblo. 

Coba saja deh ditanya cewek-cewek, tipe suami apa yang mereka inginkan jadi suamiku kelak. Jawabannya rata-rata adalah: "cakep, sholeh, baik, pintar, mapan." Nah... sepertinya Dude dianggap punya itu semua.

ini petikan obrolan di salah satu group WA di hapeku
Hmm... hmm... 
Makanya banyak yang bergembira ketika Dude Herlino akhirnya menikah dengan Alisa Soebandono dan mendoakan mereka berdua bisa mendirikan rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah... tapi ada juga yang tidak senang. 
Loh? 
Loh?
Kenapa tidak senang?
Karena mereka berharap suatu hari bisa bertemu Dude dan eh.. siapa tahu gitu ... jodoh.... kan.. jodoh pasti bertemu... halah!
Sudahlah. Mari cari jomblo berkualitas tinggi lainnya. Insya Allah banyak kok. Sebab yang di bawah ini:



Anakku Belum Imunisasi BCG

[Parenting] Ketika aku dan suamiku akhirnya memutuskan untuk memberi adik pada putra sulungku dahulu, aku sebenarnya tidak terlalu merisaukan tentang serba serbi imunisasi. Di Indonesia, pemberian imunisasi pada bayi itu sudah merupakan hal yang rutin dan banyak dilakukan oleh banyak orang. Karena sudah amat lumrah maka rangkaian jadwal imunisasi untuk bayi sudah bukan sesuatu yang harus ditulis dan dicatat khusus. Kita tinggal datang ke dokter dan dokter sendiri yang akan melihat catatan medis anak kita. Karena semua kemudahan ini maka aku sama sekali tidak merisaukan dan memikirkan apa-apa. Ikut saja demi memberikan yang terbaik bagi bayiku.

[Wordless Wednesday]: I Always with You

[Parenting] This is for the first time I joining Wordless wednesday. This is my husband and my daughter.

 rainy day

Tips Menanamkan Gemar Membaca Pada Anak

Kemarin aku ceritanya ikutan GIVE AWAY SEMUA TENTANG DONGENG ANAK (bisa baca di [Ikut Give Away] Pengalaman Mendongeng dan datang beberapa komen yang kalau aku balas satu-satu, lalu dikumpulkan bisa jadi sebuah tulisan baru. Jadi, aku tulis saja dalam postingan khusus disini.

abaikan gambar ini. Ini aku pasang biar tulisannya gak sepi aja kok. hahahaha

1. Pertanyaan dari Mugniar:
Mmm ini nih kesulitan saya. Pada dasarnya saya orang yang tidak suka fiksi (tapi sesekali bisa baca fiksi) dan tenggorokan saya suka sakit kalo banyak ngomong (saya sering kena faringitis, tapi amandel saya sudah gak ada, sudah operas. Eh ini kenapa bahas amandel yak?) ... jadi utk urusan dongeng, saya pas.
Suami saya sebenarnya yang bisa mendongeng tapi anak2 malas dengarnya soalnya intonasinya flat hahaha.
Nah... buat Mugniar atau semua emak-emak sekalian (ini saya memberi jawaban bukan karena saya tahu; tapi kebetulan karena saya sudah melewati masa pengasuhan anak kecil. Anak saya sudah ada yang sudah besar, usianya bulan beberapa bulan lagi insya Allah 20 tahun).

Anak yang masih kecil-kecil, sebut saja balita, bahkan bagi mereka yang masih berusia di bawah sepuluh tahun (istilahnya baluta boleh gak ya?) tidak menuntut kok orang tua harus memiliki kemampuan bercerita dengan suara yang bisa diubah-ubah sesuai dengan karakter tokoh yang sedang diceritakan. Seperti misalnya jika menceritakan tentang raksasa maka suaranya diubah jadi sepertu suara yang berat dan menyeramkan... lalu suara nenek sihir itu melengking dan pasti ada suara tawa "hihihihihi"... atau suara kancil harus suara dengan intonasi mendayu-dayu.

Tidak. Para "baluta" tidak menuntut hal ini bisa dilakukan oleh orang tuanya. Meski jika ternyata orang tua bisa melakukannya otomatis akan menambah poin tersendiri. Anak jadi berasa lagi dengar suara "sandiwara radio" dan itu pasti menyenangkan. Tapi, kedekatan tubuh kita dan tubuh mereka ketika sedang bercerita, mereka mendengar suara nafas kita, mendengar seksama alunan suara kita, sesekali kita menyentuh mereka (baik untuk menggelitiki atau mengejutkan dia karena ada kisah kejutan di akhir cerita atau peragaan gerakan dalam cerita), merupakan hal-hal yang membuat anak menjadi merasa dekat dengan kita. Mereka tahu bahwa kita amat memperhatikan dan menyayangi mereka dan pengalaman ini luar biasa berkesan buat mereka. Insya Allah akan terkesan dan tertanam hingga mereka dewasa kelak.

Jadi, bercerita dengan suara flat, datar saja, ceritanya juga gak banyak variasi (karena gak semua orang tua suka dengar dongeng dan tahu dongeng), anak-anak "baluta" tetap suka kok mendengarnya. Karena sebenarnya yang mereka inginkan itu adalah masa-masa kebersamaan dan kedekatan dengan orang tuanya itu tadi.

Aku sendiri, pada putri bungsuku dulu ketika dia masih "balita" masih suka bercerita tentang dongeng khayalanku sendiri (ngarang aja sekenanya); tapi setelah dia beranjak besar dan usianya sekarang sudah 8 tahun, aku mulai jarang bercerita dongeng. AKu lebih sering bercerita tentang cerita seputar kehidupan nyata. Biasanya ceritaku aku sisipkan ketika aku mendampingi dia menonton televisi atau ketika dia selesai membaca buku.

Kenapa? Karena yang namanya anak-anak di bawah 10 tahun itu, jalan pikiran mereka masih amat sederhana. Dan pengalaman hidup mereka juga belum banyak. Sehingga, jika mereka melihat sesuatu, maka pemikiran sederhana mereka akan menerima dan mencernanya dengan sederhana juga. Nah, jika informasi yang masuk tidak sempurna, bisa terjadi hal-hal yang di luar harapan kita. Misalnya, jika dia melihat perilaku "remaja smp yang pacaran di sinetron" mereka langsung mencernanya bahwa "pacaran itu boleh jika sudah memakai seragam SMP". Itu misalnya.

Nah. itu yang harus diluruskan.
Bagaimana caranya? Dengan membiasakan diri untuk menjalin komunikasi dengan anak sedari mereka berusia dini. Salah satunya melalui kegiatan bercerita.  Jika sejak usia mereka dini kita tidak pernah mendekatkan diri kita pada mereka, maka tunggu saja, ketika remaja mereka pun akan menjauh dari kita.
Duh. Naudzubillah min dzaliik.

2. Pertanyaan dari Kania Ningsih
.mba..anakku syg kecil suka sobek2 buku dongengnya bahkan yg hardcover..heuheu gimana ya? Eh ko malah nanya.ide bagus besuk anak kasih buku...

Jawab: Nah, buku yang dibelikan pada anak itu, harus disesuaikan dengan usia mereka. Berapa usia anak mak Kania?

Pada anak-anak batita (bawah tiga tahun) yang umumnya belum bisa membaca banyak-banyak dan lebih menyukai buku dengan gambar yang lebih banyak ketimbang tulisan, berikan buku Picture Book. Buku-buku Picture book itu umumnya didesain dengan lembar kertas yang tebal, dan tahan banting bukunya. Jadi mau digigit-gigit, dibanting, diompolin, disiram air panas, ketumpahan air dingin, kena muntahan makanan, diolesin lepehan makanan dari mulut, dilempar, di-ojog-ojog, dia tetap bisa bertahan (meski mungkin kalau dia bisa ngomong dia akan berteriak "gue nyeraaaahhh" sambil mengibarkan bendera warna putih... hahahaha).

Ini nih bukunya seperti ini biasanya:
gambar buku ini aku comot dari blognya Lidya Fitrian tanpa seijin beliau tapi aku yakin beliau baik hati untuk mengijinkannya (maksa.com).
atau... buku yang terbuat dari kain dan teksturnya empuk seperti ini:

kalo gambar buku yang ini dagangan buku  orang sih yang aku ambil. 
3. Komentar dari Rina Rinz:
wah, seru....
penge juga ah, beli kontainer untuk buku-buku si kecil...
Makasih mbak Ade, inspirasinya :)
Jawab: Kenapa akhirnya aku memilih untuk meletakkan buku-buku anakku di sebuah boks plastik bukan di dalam lemari buku? Karena:
a. Di lemari buku itu letaknya harus disusun tegak-tegak berdiri gitu. Padahal, usia putri bungsuku ini dia akan membaca suka-suka dia. Dia suka mencari buku dengan tergesa-gesa seperti ini:.

"Bu.. jam berapa sekarang?"
"Jam tiga. Kenapa?"
"Jam setengah empat aku mau nonton disney channel. berarti aku masih ada waktu buat baca buku ceirta."

Lalu dia tergopoh-gopoh memanfaatkan waktu setengah jam yang dimilikinya untuk mencari buku, menariknya begitu saja dan karena asal tarik jadi buku yang ada di sebelah buku yang dia tarik ikut tertarik dan terjatuh.. akibatnya.. berantakan deh susunan buku di rak buku.
Nah... di dalam kontainer boks plastik, dia bisa menarik buku yang dia inginkan sesuka hati dia. Tidak takut ada yang terlempar ke luar... Lagipula jika pun berantakan, maka tutup boks plastik itu bisa ditutup dengan mudah jadi sisi berantakannya tidak terlihat oleh Publik (kecuali jika si ibunya pingin pamer di facebook betapa berantakannya anaknya... hahahahahaha.... ini aku banget nih, untung saja suamiku rajin ngingetin "emang penting, De?"... xixixixii.

ini boks bukunya sama dia ditarik di depan tv. Jadi, kalau lagi ada iklan, dia baca buku, kalau acaranya mulai lagi dia nonton. dan boks ini bisa jadi tempat duduk juga sih buat badannya yang belum seberat badan ibunya... hahahahha


b. Karena ada roda di boks plastik ini, jadi dia bisa mendorong boks "harta karun" (ini sebutanku untuk boks bukunya Hawna) kemana saja sesuka hati dia. Di depan tv atau ke dalam kamar. Tergantung kebutuhan. Karena, membaca buku itu repot kalau harus gotong-gotong beberapa tumpukan buku. Dengan boks plastik itu dia bisa leluasa memilih buku yang akan dia baca dimana saja. Dan bisa menyortirnya dimana saja juga.

c. a dan b benar (ishhh.. penting ya nulis poin c?)

oke yes ya teman-teman?

 4. Komentar terakhir seputar putra sulungku yang ganteng... hmm... gak usah dibahas deh. hehehe (apa sih? Ngapain ditulis disini kalau gak mau dibahas? Aih).

ini foto timeline facebook putra sulungku itu yang aku suka aja lihatnya. 


[Ikut Give Away] Pengalaman Mendongeng

Waktu masih kecil aku tuh penyakitan orangnya. Tubuhku memang ringkih. Banyak alerginya sehingga penyakit Asma bolak balik kumat. Sepanjang duduk di Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, nyaris setiap tahun ada saja bulan dimana aku pasti dirawat di rumah sakit. Jadi, para dokter dan suster di rumah sakit waktu itu sudah seperti saudara. Nyaris semuanya sudah hafal denganku.

"Eh... Ade. Datang lagi. Mau kamar yang biasa ya?"

hahahaha. Aku memang punya kamar kesukaan, yaitu kamar dengan tempat tidur yang menghadap jendela. Tempat tidurku berbentuk boks dengan jeruji besi di sekelilingnya. Jadi, jika sedang tidak ada yang besuk, aku hanya berdiri di pinggir pagar tempat tidur sambil menikmati pemandangan langit biru dan keramaian lalu lintas di luar rumah sakit (dulu selalu dirawat di RSPP, Jl. Kyai Maja Jakarta). Hanya beberapa kali aku harus masuk ruang isolasi, yaitu ketika Bronchitisnya kumat. Dan karena Bronchitis itu menular, maka aku ditempatkan di ruang isolasi. Yaitu ruang dimana hanya punya satu buah dinding sedangkan selebihnya adalah kaca-kaca lebar mirip Aquarium. Semua pengunjung bisa melambaikan tangan, menunjuk-nunjuk,berbisik, tertawa, dan sebagainya di luar "aquarium"ku. Suara mereka tidak bisa kudengar. Tapi, buah tangan mereka bisa selamat sampai di pangkuanku. Ada buah, mainan dan mainan. Mainannya banyakkkk sekali. Karena aku nyaris jatuh sakit setiap beberapa bulan sekali. Jadi, sebelum mainan itu rusak, aku sudah jatuh sakit. Lalu diopname lagi, dan pengunjung membawa mainan baru sebagai buah tangan mereka. Karena banyaknya mainan, sampai sekardus televisi, maka oleh ibuku semua mainan itu dibagi-bagikan ke tetangga, juga dikirim ke Palembang dan Dusun ayahku di Bumi Ayu, yang ada di pinggir Sungai Musi, Sumatra Selatan.

Akhirnya, suatu hari, ayah, yang memang punya banyak kenalan yang bersimpati atas penyakitannya putrinya tersebut (yaitu aku) akhirnya membuat sebuah kebijaksanaan.
"Tanpa mengurangi rasa hormat. Bagaimana jika yang berkunjung tidak usah membawa makanan, buah atau mainan. Tapi, bawakan saja anak saya buku cerita."

nih.. buku cerita macam ini nih, bisa jadi sahabat yang amat baik bagi anak-anak.
Ini adalah buku kumpulan dongeng anak karya Hastira Sukardi


Dan... dimulailah masa perkenalanku pada hobbi membaca buku cerita, khususnya dongeng.
Tahu sendiri kan, jika sedang sendirian di rumah sakit (terutama jika sedang berada di ruang isolasi), tidak ada yang bisa aku ajak bercakap-cakap. Semua orang tidak boleh mendekat soalnya. Jadi, aku benar-benar merasakan seperti "lonely fish in Aquarium". Kedatangan buku-buku cerita yang dijadikan buah tangan untuk mengunjungi anak yang sedang sakit itu, benar-benar sebuah hiburan yang luar biasa.

Ada beberapa alasan kenapa buah tangan berupa buku cerita dongeng memiliki kelebihan bagi anak yang sedang sakit:
1. Karena, kita tidak pernah tahu apa saja pantangan makanan yang ditentukan oleh dokter. Lagian, orang sakit suka gak doyan makanan. Jadi, buah tangan makanan biasanya dimakan oleh keluarga si sakit. Bukan si sakitnya.
2. Mainan itu asyik. Tapi, mainan sering menjadi sesuatu yang membosankan dan merupakan barang yang usianya tidak panjang. Aku pernah merasakan bosan sekali dengan mainan yang terus bertambah. Buat apa mainannya banyak jika tidak ada teman yang bisa diajak bermain?
3. Buku cerita dongeng itu bikin imajinasi anak jadi berkembang dan ini bisa mengusir rasa bosan bagi si sakit. Imajinasi yang berkembang bisa membuat anak menjadi kreatif insya Allah.
4. Yang terakhir, otak dagangku mulai bekerja dengan baik. Jadi, ketika aku sehat, buku cerita yang aku miliki bisa aku sewakan ke anak-anak tetangga. hehehehehe.

Karena sering mengisi waktu dengan membaca buku cerita, maka nyaris semua cerita anak jaman dahulu atau cerita anak klasik sudah aku hafal di luar kepala (maklum, ketika dokter mengatakan aku harus masuk rumah sakit, maka pesanku pada ibu hanya satu: "Tolong bawain ade buku cerita ya."... Ibu sering asal saja membawa buku ceritanya dan karena aku tidak ada pilihan, jadi ada beberapa buku yang aku baca berulang kali ceritanya hingga beberapa hafal deh ceritanya.  Nah, ingatanku pada jalan cerita di buku cerita dongeng inilah yang ternyata membawa berkah tersendiri padaku ketika kini sudah memiliki anak.

Anak-anakku, sejak kecil memang aku tularkan kegemaran untuk membaca. Bagaimana caranya? Yaitu dengan menceritakan pada mereka sepenggal dua penggal cerita dongeng yang aku ingat ketika kami sedang berbaring bersama-sama di kamar. Aku tidak memerlukan buku cerita dongeng karena aku hafal banyak cerita dongeng; jadi lampu kamar bisa dimatikan. Biarlah imajinasi masing-masing berkembang mendengar cerita dongengku. Nah, setelah mendengar cerita dongengku, anak-anakku yang dari kecil selalu punya rasa Kepo yang tinggi, akhirnya jadi penasaran dengan ceritaku. Jadilah mereka mencari buku ceritanya. Dan itulah awalnya anak-anakku gemar membaca semua.

semua buku cerita milih Hawna aku masukkan ke dalam kontainer plastik. Pulang sekolah putri bungsuku ini selalu membuka kotak  harta karunnya tersebut dan akhirnya.. asyik membaca buku cerita dongengnya

Kegemaran membaca buku cerita dongeng sejak kecil itu ternyata menjadi pembuka kegemaran anak-anakku untuk membaca. Setelah mereka tidak lagi kecil, mereka bisa betah membaca buku setebal apapun. Itu sebabnya pada banyak orang tua lain, aku selalu memberi saran: tidak perlu membatasi bacaan dongeng pada anak-anak. Yang perlu itu adalah memberi ruang bagi mereka untuk berdiskusi dan menceritakan kembali apa yang mereka baca dan cerna. Dengan begitu, kita bisa melakukan pelurusan jika ternyata ada imajinasi yang melenceng dari misi kebaikan yang ingin disampaikan oleh buku cerita dongeng yang mereka baca. Jika anak-anak sudah sampai di usia yang lebih matang, mereka insya Allah bisa kok membedakan mana yang "cuma ada di cerita negeri dongeng aja" dan mana yang "terjadi di dunia nyata".

ini putra sulungku yang sudah berusia 19 tahun lewat beberapa bulan. Dulu dia pernah menjadi anak kesayangan guru Biologinya karena kegemarannya membaca buku biologi yang tebalnya kayak Yellow Pages itu. Awal kegemaran membacanya karena waktu kecil dia punya koleksi buku cerita dongeng yang banyak sekali
Membaca itu adalah jendela pengetahuan bagi dunia yang amat luas.

----------------------
Tulisan ini diikut sertakan dalam [Ikut Give Away] Pengalaman Mendongeng yang diadakan oleh Mamah Tira dalam event GIVE AWAY SEMUA TENTANG DONGENG ANAK

Satinah dan Hukuman Mati

Dulu, waktu aku ikut mendampingi suamiku belaar di Sydney, Australia selama beberapa kurun waktu, aku sempat mendengar beberapa selentingan kabar tentang kebijakan Pemerintah Australia terhadap warga pendatang mereka. Australia memang terbagi dua sikap masyarakatnya terhadap warga pendatang. Ada yang menyambut semua warga pendatang dengan tangan terbuka dan ada yang tidak begitu menyukai warga pendatangnya. Perbedaan sikap ini juga terlihat di Parlemen mereka. Itu sebabnya ada yang terlihat sedikit rasis ada juga yang kebalikannya.

Tapi, dalam pemahamanku sih sikap "unwelcome" masyarakat Australia itu lebih karena kekhawatiran bahwa lahan pekerjaan mereka cepat atau lambat akan ditempati oleh para warga pendatang. Maklum, ada standar gaji yang harus diterapkan dan standar itu cukup tinggi bagi pengusaha. Cara cepat untuk mengatasi hal ini yaitu dengan menerima warga pendatang untuk dipekerjakan karena hanya warga pendatang yang mau menerima diberi upah di bawah standar dan mereka ini umumnya tidak berani protes atau melakukan demo penolakan. Kenapa? Karena, ada banyak warga pendatang yang sebenarnya adalah pendatang gelap. Mereka datang ke Australia dengan Visa Turis atau Visa ikut kursus kilat; ketika masa tenggata waktu Visa mereka habis, mereka tidak segera pulang ke negara asalnya lagi. Ya, karena memang niatnya ingin menjadi warga negara Australia. Jadi, Visa yang mereka kantungi itu lebih semacam "karcis masuk ke Australia" saja. Jika sudah masuk, mereka tidak mau keluar lagi. Sudah diniatkan dari awal. Nah, karena posisinya adalah pendatang gelap, maka mereka tidak berani macam-macam. Asal bisa dapat uang untuk makan, bayar sewa rumah dan nabung, ya sudah (oh ya, di Sydney itu, tagihan listriknya murah sekali dan listriknya tidak dibatasi pemakaiannya. Tarif telepon pun demikian, murah sekali. Yang mahal hanya biasa berobat saja sepertinya, dan potongan pajak yang tinggi)

Pemerintah Australia tentu saja tahu perlaku para pendatang gelap ini. Itu sebabnya mereka akhirnya menerapkan kebijakan "reward dan punishmen" untuk menanggulangi masalah ini. Yaitu, barang siapa yang mengetahui dan mau melaporkan dimana terdapat pendatang gelap ini, maka pemerintah akan memberikan uang jasa untuk informasi yang diberikan. Aku gak tahu besarnya sekarang berapa, tapi ketika dulu besarnya adalah $100 untuk satu kepala. Hm... lumayan kan buat yang butuh duit?

Gara-gara kebijakan ini makanya sesama warga pendatang gelap haruslah kompak dan hidup rukun dan "tahu-sama-tahu-saja-tolong-dirahasiakan".

Suatu hari, kebetulan seorang kenalanku yang memang aku tahu posisinya adalah pendatang gelap dan sudah bertahun-tahun bekerja di Sydney, terlibat keributan dengan rekan kerjanya di pabrik yang kebetulan berasal dari Vietnam. Bedanya, si Vietnam ini sudah resmi menjadi warga negara Australia. Akibat ribut ini, maka si Vietnam ini sakit hati pada kenalanku itu. Sekejap, dia pun melayangkan laporan keberadaan kenalanku itu pada pemerintah. Dan... kehebohanpun dimulai. Suatu hari, kenalanku itu digerebek di tempat kerjanya, digelandang ke tempat penampungan dan hanya diberi waktu beberapa hari untuk membenahi segala sesuatu yang dia miliki karena dia akan segera dikirim balik ke Indonesia dengan: kapal laut. Wah. Heboh. Jangankan untuk melakukan garage sale untuk semua perabotan rumah tangga yang dia miliki, mengepak barang pun dilakukan dengan buru-buru. Lalu meminta surat pengatar dari sekolah anak-anaknya. Lalu mengirimkan beberapa barang lewat paket ekspedisi ke tanah air. Dan tidak sempat meminta uang gaji terakhir dari pabrik tempatnya bekerja. Menyedihkan memang.

Tapi demikianlah, meski menyedihkan kesalahan tetap harus dihukum. Bagi Australia keberadaan warga pendatang ini memang merugikan. Karena, mereka tidak pernah membayar pajak (kecuali jika mereka membeli barang-barang yang sudah terkena pajak otomatis). Mereka juga tidak memberi tamabahan bagi arus uang berputar bagi kas negara tersebut (karena biasanya penghasilan yang mereka terima langsung ditransfer ke keluarganya di negara asal). Dan yang lebih tidak menyenangkan bagi pemerintah Australia adalah kenyataan bahwa ternyata kejahatan banyak terjadi di wiliayah yang ditempati oleh mayoritas warga pendatang. Entah apa korelasi antara warga pendatang dan tingkat krimininalitas yang terjadi. Tapi aku pikir sih karena "kemiskinan itu lebih mendekatkan seseorang ke arah kekafiran". Artinya, karena situasi yang amat sulit, orang jadi lupa pada norma-norma kebaikan dan terpuji. Yang ada adalah, gimana caranya agar bisa makan hari ini. Dan gimana caranya agar tidak diganggu ketika sedang berusaha mendapatkan makanan.

Nah.... beberapa hari yang lalu, di wall facebookku hadir sebuah ajakan untuk membantu Sutinah dari seorang teman.

ini potongan status facebook yang dishare di wallku itu

Begitu dapat share-an ini, aku sebenarnya langsung menuliskan komen yang panjang. hahahaha.... ini namanya komen gak pake mikir. Intinya sih, aku menulis kenapa harus bingung menjelaskan apa itu hukum pancung. Karena buatku sendiri, kasus Sutinah ini:

1. Ini adalah penerapan dari hukum Islam. Pada beberapa orang penerapan hukum Syariat Islam memang mungkin terkesan sadis dan kejam dan jika dilihat begitu saja, tampak seperti bertentangan dengan penerapan penghormatan pada hak-hak asasi manusia. Tapi, sesungguhnya penerapan hukum Islam itu membawa keadilan dan memiliki efek jera yang cukup efektif bagi pelaku tindak kejahatan. Tapi kalau dikomentari bahwa ternyata di Arab Saudi sendiri tetap saja yang namanya pelaku tindak kejahatan tidak berkurang, itu sih kembali pada pilihan manusianya sendiri. Sudah jelas terlihat hukumannya ini dan ini, tapi kok nekad melanggar. Jadi... pilihan si penjahatnya kan?. 
Nah, salah satu penegakan hukum Islam itu adalah hukuman mati bagi pembunuh. Menghilangkan nyawa orang lain itu sebuah perilaku kejahatan yang tidak bisa dipandang ringan. Tapi... hukuman mati ini bisa ditunda jika:
- Salah satu atau seluruh ahli waris korban pembunuhan masih di bawah usia untuk menghasilkan pendapat apakah dia ingin memaafkan pelaku atau tidak. 
- Selurh ahli waris bersedia memaafkan pelaku.
Jika mereka sudah memaafkan, maka berlakulah hukum Diyat; yaitu uang darah; uang yang harus dibayar untuk mengganti rasa sakit akibat kehilangan. (korban pembunuhan, biar bagaimanapun pasti meninggalkan anggota keluarga yang membutuhkan dia. Jika korban seorang ibu, maka ada anak-anak yang butuh kehadiran ibu mereka. Jika dia bapak2, maka ada keluarga yang kehilangan sosok pencari nafkah. Dan jika dia seorang pemuda atau pemudi, maka keluarganya kehilangan sosok yang akan menjadi pelindung dan membantu mereka di masa depan, ketika orang tua mereka sudah uzur). Jadi... uang darah itu adalah uang untuk menerapkan keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan. Tidak ada istilah "menjual nyawa" seperti yang dipersangkakan oleh orang-orang yang tidak mengerti. 

2. Ini kasus kejahatan serius loh. Pengadilan di sana itu kan pengadilan yang cukup adil. Mempertanyakan proses keadialn di ruang pengadilan sana itu, sensitif banget. Rasanya tidak masuk akal jika kasus yang terjadi tahun 2007 (jadi bukan kasus yang terjadi baru-baru ini saja), mengalami proses pembukaan fakta-fakta yang sembrono dan akhirnya menghasilkan keputsan yang sembrono juga. Pasti ada fakta-fakta di pengadilan. Dan fakta-fakta keadilan disana adalah: Satinah mengakui telah membunuh dan merampok majikannya. Dan itu dilakukan oleh Satinah dengan sebuah perencanaan dan kesengajaan. Beritanya bisa dibaca disini, disini dan disini juga disini. 

gambar ini aku ambil dari Tempo.co.id
3. Para TKI itu benar adalah pahlawan devisa kita. Ini aku akui. Puluhan triliun telah disumbangkan oleh para TKI kita dari luar negeri (TKI disini bukan hanya untuk para Blue Collar tapi juga para White Collar). Tapi, ketika mereka melakukan kejahatan di negara lain, maka penting bagi kita untuk merenung kembali ... "apakah nasionalisme itu menepis kejahatan yang terjadi?" 
"Apakah nasionalisme itu berarti membaurkan yang hitam dan putih agar bersatu tanpa memandang perbedaan di antara mereka?"

Berusaha membela kemanusiaan harus ditegakkan. Aku setuju. Tapi, ganjaran bagi pelaku kesalahan tetap harus dilakukan. Karena, seperti yang penyair Rumi katakan: 

"Penting bagi Raja untuk menggantung orang yang bersalah di hadapan orang banyak karena sesungguhnya orang banyak akan melihat itulah akibat yang akan mereka terima jika melakukan kejahatan"
Eh.. jadi aku mau ngomong apa ya? hehehe... (jujur, aku takut salah ngomong sih sebenarnya).
Intinya sih, yang terancam terkena hukuman mati itu sebenarnya bukan hanya Satinah loh. Tapi ada banyak. Ratusan malah jumlahnya (baca ini di koran tempo: 265 TKI terancam hukuman mati). Dan jika semua harus ditebus oleh pemerintah semua ya... sulit sih (baca deh ini  Pemerintah Sulit Bayar Uang Tebusan TKI di Arab). 

Jadi.... karena ini kasus sensitif dan kayaknya teman-teman banyak yang sensi mendengar pendapat yang berseberangan, akhirnya komenku aku hapus lagi. hehehehehe.... 
Tapi penayangan status yang berkali-kali dari teman-teman di facebook bikin aku gatel untuk bersuara. Jadi.. aku tulis saja deh pendapat pribadiku disini. 
Mohon maaf jika ada di antara kalian yang tidak berkenan atau tidak sependapat denganku.
Aku hanya ingin mengingatkan saja, "Sudah benarkah pilihan kita ketika sedang memihak dan membela seseorang?"

Aku selalu berdoa agar Satinah dan semua TKI kita senantiasa diberi yang terbaik dan jika pun mereka yang bersalah diberi pengampunan dan kebebasan, semoga ke depannya mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama.