Ah. Ini cuma masalah selera.
Sudah beberapa hari ini, eh, bukan. Tepatnya, sudah beberapa bulan ini, aku vakum menulis. Bukan berarti berhenti sama sekali dari menulis. Tidak. Masih terus menulis, karena menulis itu sudah menjadi candu untukku. Jadi, jika tidak menulis sama sekali dalam satu pekan itu, rasanya hidup jadi terasa hampa dan terasa ada yang hilang dari diriku. Mungkin karena menulis itu adalah hobbi yang amat sangat aku manjakan. Jadi, jika dia datang memanggil aku segera akan datang memenuhinya.
Terkait dengan kegiatan penyaluran hobbi menulis tersebut, ada Soul Mate dari hobbi menulis yang juga harus dilakukan. Artinya, jika keberadaan pasangan menulis ini tidak dilakukan, maka seorang penulis tidak akan pernah bisa menulis karena mereka memang ditakdirkan untuk bersama. Soul Mate dari menulis adalah kegiatan membaca dan mengamati. (Hm... memang rada poligami nih si menulis). Tiga serangkai ini harus senantiasa berjalan beriringan. Jika salah satu tidak dikerjakan, maka yang terjadi adalah ketimpangan yang akan membawa bencana bagi penulis itu sendiri.
Saya selalu punya cara unik untuk mengamati segala sesuatu di sekitar saya. Rajin ngobrol kiri kanan, suka mancing-mancing lebih dalam sebuah rahasia orang lain, terlibat lebih dalam dengan masalah dalam negeri orang lain, dan juga menjalin relasi komunikasi dengan banyak orang dan banyak komunitas. Segala sesuatunya sering saya tulis di dalam notes handphone saya. Itu sebabnya, meski gaptek total, saya tetap memerlukan diri untuk memakai handphone yang sedikit canggih hanya karena mereka memiliki fasilitas untuk menulis cepat, menyimpan data mentah tersebut dan mentransfernya dengan mudah ke PC di rumah untuk diolah kemudian. Jika suatu hari handphone tertinggal atau habis batterenya, maka saya sudah menyiapkan rencana B untuk menulis moment menarik yang ingin saya abadikan. Di dalam dompet saya, selalu tersedia sebuah pulpen mini (amat mini karena bisa disimpan di dalam dompet koin) dan saya juga tidak pernah membuang kertas struk pembayaran. Hehehehe.... yang terakhir ini lebih karena proyek idealis.
Coba deh perhatikan struk pembayaran yang anda terima dari kasir. Di bagian belakangnya selalu tersedia lembar kosong kan? Nah.. padahal, untuk menghasilkan kertas yang sepertinya tidak berguna ini, sudah berapa batang pohon di hutan kita yang ditebang? Itu sebabnya kertas struk ini selalu saya simpan karena sering saya gunakan kembali untuk menulis macam-macam. Menulis daftar belanjaan, menulis nomor telepon atau alamat rumah jika bertemu dengan seorang teman dan ingin tuker-tukeran alamat, dll. Nah... Kertas ini juga yang saya gunakan untuk menulis sebuah moment yang berpotensi untuk menjadi tulisan karena di pandangan saya sarat dengan sebuah hikmah.
Sedangkan untuk kegiatan membaca, saya memerlukan diri untuk menyediakan dana spesial, khusus untuk membeli buku. Dahulu sebenarnya saya berlangganan beberapa majalah wanita (karena suami juga berlangganan beberapa majalah yang dia sukai dan itu bukan majalah wanita). Tapi, dalam perkembangannya, saya mengamati sesuatu telah terjadi pada penyajian tulisan di majalah wanita tersebut. Apa yang terjadi? Yaitu, ternyata banyak penulis artikel di majalah wanita tersebut yang terkena penyakit malas menghasilkan tulisan yang berkualitas. Kebanyakan dari mereka banyak yang menulis Copy Paste sesuatu yang tersebar di internet, lalu membumbuinya dengan kalimat-kalimat pengantar atau penghubung. Menghiasinya dengan tata letak dan gambar dan WOALA... jadilah sebuah artikel. Fuih. Menyebalkan. Mending saya browsing internet saja sekalian, unlimited ini.
Akhirnya, saya berhenti berlangganan majalah wanita. Melirik tabloid, huff, hanya wartawan gosip yang rajin memperbaharui tulisan mereka dengan gosip baru. Apa bedanya dengan infotainment di televisi yang jam tayangnya dari pagi hingga tengah malam berganti-ganti di beberapa channel itu?
Pada akhirnya, buku adalah pilihan yang paling menjanjikan untuk bisa membuka cakrawala dan merefresh pengetahuan.
Dalam perkembangannya saat ini, ternyata saya bertemu dengan cara membeli buku baru dengan mudah. Yaitu dengan cara barter buku dengan sesama penulis. Jadi, saya punya koleksi buku ini ini ini, dan mereka punya koleksi buku itu itu itu. Saya memilih buku yang saya inginkan, dan dia pun demikian. Lalu kami barter. Insya Allah sama-sama happy karena kami hanya mengeluarkan ongkos kirim saja.
Akhirnya koleksi buku saya bertambah tanpa terasa dan diseling dengan berbagai kegiatan dan ketahanan fisik, saya mulai melahap membacanya satu persatu. Dan inilah komentar saya (yup, sekali lagi, ini hanya masalah selera):
Yang pertama. Jujur. Saya ternyata tidak begitu menyukai buku yang memasukkan banyak sekali syair lagu di dalam tulisannya. Menurut saya ini sebuah manipulasi tingkat yang paling rendah sekali. Bayangkan jika dalam satu bab yang terdiri dari dari 6 halaman, dua lembarnya terdiri dari syair lagu yang ditulis layaknya sebuah syair yang harus dinyanyikan oleh kelompok paduan suara. Huff... kenapa nggak sekalian saja menuliskan partiturnya jadi bisa dimainkan oleh pembacanya? Dengan begitu kan tulisan tersebut akan menjadi 10 halaman? Mentang-mentang sekarang dituntut harus menulis novel atau buku minimal 150 halaman, masa lagunya 50 halaman sendiri? (Itu sebabnya setiap kali ingin membeli buku, saya usahakan untuk mengintip dahulu di dalamnya, ada banyak sisipan lagu nggak ya? Karena, saya memang ingin mengeluarkan uang untuk membeli buku yang memuaskan mata, bukan ingin membeli buku lagu).
Yang kedua, saya juga tidak menyukai ternyata, buku yang banyak memasukkan kutipan orang lain kelewat banyak. Aduh!! Tolong deh, ini kan sedang membaca novel bukan sedang membaca makalah?
Misalnya begini (ini hanya rekaan saya saja ya, untuk ngasi gambaran betapa nggak enaknya baca novel yang mirip makalah):
Aku termangu menatap buku yang terpampang di hadapanku. Kipas angin yang mengantarkan segelontor angin langsung menyibak halaman yang terpentang hingga mataku bisa leluasa membacanya. Buku itu seperti godam yang memukul-mukul kepalaku. Mengingatkanku pada peristiwa tempo hari yang seperti menari-nari di depan mata. Perih itu kembali terasa. Di buku itu tertulis:
Butir-butir pancasila sila pertama adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
(6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
hehehehehhe.... ini contohnya. Tuh, kesel kan berasa jadi baca makalah.
Dari dua hal di atas, ada satu kesalahan fatal dari banyak penulis adalah, mereka sering lupa untuk menulis sumber dari mana mereka mengutip. Seperti lagu misalnya, kok saya tidak melihat catatan kaki siapa penyanyi aslinya, judul lagunya dan tahun berapa lagu itu dikeluarkan dan lewat label apa ya? Habiburrahman El Shirazy alias Kang Abik, senantiasa tertib menuliskan kutipan puisi atau lagu yang dia kutip loh. Hebat kan beliau. Sedangkan untuk sebuah makalah, wajib menuliskan narasumber kutipan (tapi ini niatnya nulis novel kan, bukan nulis makalah?)
Yang ketiga (dan karena saya menulisnya sudah terlalu banyak jadi menjadi yang terakhir), saya tidak suka dengan kumpulan puisi yang puisinya garing. Aduh...Arrrggghhh... mau marah rasanya membacanya. Jujur, saya tidak bisa menulis puisi. Mungkin karena saya punya kecenderungan untuk menulis banyak (makanya kalau disuruh nulis flash Fiction nyerah), saya selalu memandang kagum pada para penyair atau penulis yang mampu menulis puisi yang indah-indah.
Membuat puisi itu susah. Kita harus merangkum sebuah rasa yang berjuta cukup dengan beberapa penggal kata saja. Lalu menaruh ruh di dalam beberapa penggal kata itu. Ini yang sulit. Itu sebabnya, meski hanya beberapa kalimat pendek, tapi kesan yang ditimbulkan dari sebuah puisi sering terasa membekas amat dalam bagi pembacanya. Dan saya termasuk seorang penikmat puisi. Setiap kali membuka facebook, ada beberapa notes dari beberapa sahabat yang selalu saya buka. Bahkan, jika sedang merasakan kejumudan untuk menulis karena tuntutan deadline yang mendesak sementara mood belum juga tertangkap, maka saya selalu mampir ke notes beberapa sahabat tersebut. Selalu ada padang rumpun hijau yang saya temui ketika mampir ke notes mereka, ada air terjun jernih, ada kicau burung dan langit biru.. semuanya menyegarkan pikiran dan menenangkan hati hingga inspirasi bisa kembali muncul dan kejumudan bisa ditanggulangi. Itu sebabnya dalam list teman, saya membuat list khusus dengan nama "teman penyair". Syaiful Alim, Cepi Sabre, Arther Panther Olie, Faradina Izdhihary, Fajar Alayubi, dan sebagainya adalah deretan teman yang masuk list Teman Penyair saya.
Lalu, apa yang terjadi ketika menerima sebuah buku kumpulan puisi dan ketika membacanya saya banyak membaca puisi yang garing? Aduh... dari sebuah tempat yang damai, tentram dan penuh inspirasi, saya seperti terlempar ke tempat yang tandus dan gersang. Bahkan saya pernah membanting sebuah buku yang sudah terlanjur saya beli, dengan harga yang lumayan, karena memuat puisi yang amat buruk. Kesal.
Itu sebabnya, secara jujur saya selalu merekomendasikan beberapa buku untuk dibaca kepada teman-teman dan sekaligus kadang merekomendasikan juga beberapa buku yang sebaiknya tidak usah dibeli atau tidak usah dibaca kepada teman-teman. Sekali lagi.. ini masalah selera.
Yup, ini cuma masalah selera. Selera dari seorang Ade Anita yang sok tahu dan sering sok idealis (masih inget kan kasus kertas struk? hehe... jika kalian kenal saya lebih dalam, kalian bisa tahu seberapa sok idealisnya saya, mungkin sebelas duabelas dengan freak). Maafkan jika ada yang tersinggung dengan tulisan ini. Tidak bermaksud untuk menyinggung siapapun. Sungguh.
----------------
Penulis: Ade Anita.
Dia yang kusayang
[Keluarga] Entahlah. Setiap kali melihat dia datang, aku selalu merasa memiliki rasa sayang yang berlimpah yang tiba-tiba tumbuh dan memenuhi seluruh isi rongga dadaku. Dia yang aku sayang.
Perempuan itu, perempuan hitam manis dengan tubuh yang langsing. Setiap hari dia datang dengan keringat yang berbutir-butir di seluruh permukaan pelipis dan wajahnya. Aku tidak pernah melihatnya marah, menggerutu atau memasang wajah sedih. Dia selalu terlihat tabah dan bahagia.
Fallen
I can't believe it, you're a dream comin' true.
I can't believe how I have fallen for you.
And I was not looking, was content to remain.
And it's ironic to be back in the game.
You are the one who's led me to the sun.
How could I know that I was lost without you...
And I want to tell you, you control my rain..
And you should know that you are life in my veins.
You are the one who's led me to the sun.
How could I know that I was lost without you...
I can't believe it, you're a dream comin' true.
I can't believe how I have fallen for you.
And I was not looking, was content to remain.
And it's erotic to be back in the game.
http://www.youtube.com/watch?v=rAGtATC82OI
I can't believe how I have fallen for you.
And I was not looking, was content to remain.
And it's ironic to be back in the game.
You are the one who's led me to the sun.
How could I know that I was lost without you...
And I want to tell you, you control my rain..
And you should know that you are life in my veins.
You are the one who's led me to the sun.
How could I know that I was lost without you...
I can't believe it, you're a dream comin' true.
I can't believe how I have fallen for you.
And I was not looking, was content to remain.
And it's erotic to be back in the game.
http://www.youtube.com/watch?v=rAGtATC82OI
ternyat aasyik ya
Jujur nih.. selama ini aku nulis blog buat iseng-iseng aja. Ini gara-gara gaptek. Dulu, aku nggak bisa masukin foto, gambar atau apapun ke blog ini selain masukin tulisan aja. Ya sudah, karna nggak ngerti aku pun memperlakukan dia sebagai sebuah memory internal untuk semua tulisanku, termasuk tulisan di ... tapi, belakangan, setelah ngobrol sana ngobrol sini dengan beberapa orang, ternyata nulis di blog itu asyik juga ya.
Karena blog punya keistimewaan dibanding diary. Yaitu, bisa masukin gambar dan link. Yiippiii... mana bisa kita masukin kedua hal ini ke diary kita.
dan keistimewaan lain adalah, tulisan di blog itu dibaca orang. nah.. nah.. ini yang harus diwaspadai. Artinya, kita nggak bisa asal cablak kan? hehehe.
Okeh.. berarti mulai sekarang aku mau serius nulis di blog ini. Asyik sih ternyata.
Karena blog punya keistimewaan dibanding diary. Yaitu, bisa masukin gambar dan link. Yiippiii... mana bisa kita masukin kedua hal ini ke diary kita.
dan keistimewaan lain adalah, tulisan di blog itu dibaca orang. nah.. nah.. ini yang harus diwaspadai. Artinya, kita nggak bisa asal cablak kan? hehehe.
Okeh.. berarti mulai sekarang aku mau serius nulis di blog ini. Asyik sih ternyata.
Mengenal Cerpen by Rurin Kurniati
Rabu, 28 Desember 2011
Rurin Kurniati created a doc.
Mengenal Cerpen
I. PENGERTIAN CERPEN
Cerpen adalah cerita pendek yang memiliki satu cerita atau peristiwa yang diungkapkan di dalamnya, atau mengandung satu persoalan dan satu kesan, yang keseluruhannya dibaca secara singkat atau sekali duduk yang biasanya menghabiskan waktu 10-15 menit.
II. KARAKTERISTIK CERPEN
Cerpen memiliki karakteristik (ciri khas) utama sebagai berikut :
1. Konflik : tunggal
Sebagaimana pengertiannya, konflik tunggal identik dengan “satu persoalan dan satu kesan”. Konflik / persoalan terdiri atas:
a. Konflik personal, semisal konflik psikologis
b. Konflik antarpersonal, misalnya konflik dengan orang lain
c. Konflik situasi, misalnya konflik diri dengan situasi sekitar, entah dengan situasi sosial, politik, ekonomi, bencana alam, dll.
2. Tokoh utama : tunggal
Ada satu tokoh utama dalam cerpen, dan tokoh tersebut bisa tunggal (aku, saya, kamu, dia, si A), bisa pula dalam jumlah tertentu.
Tokoh utama pun tergolong dua jenis :
a. tokoh manusia
b. tokoh yang dipersonifikasikan, misalnya hewan, tumbuhan, benda-benda, dll.
Penempatan tokoh utama dalam cerpen sebaiknya pada permulaan (bagian awal) cerpen.
3. Waktu : Peristiwa / cerita berdurasi maksimal 2 tahun.
Penulisan Fiksi Josip Novakovich (2003) mengatakan, cerpen meliputi waktu dari beberapa menit, hari sampai satu atau dua tahun; umumnya tidak lebih dari dua tahun. Senada dengan yang pernah dikatakan Sastrawan Raudal Tanjung Banua ketika beliau menjadi Juri dalam Lomba Menulis Cerpen tingkat Pelajar se-D.I. Yogyakarta (2004), cerpen meliputi kurun waktu hingga dua tahun.
Apabila pengarang hendak memasukkan masa silam, biasanya bisa berupa “cerita flashback” atau disusupkan dalam sepenggal ingatan tokoh.
4. Karakter kata : 500 -5.000 kata, bahkan ada juga cerpen yang berisi 30.000 kata (ratusan halaman!).
III. PETA CERPEN
A. PERMULAAN (5-10%)
1. Perkenalan
2. Perkembangan Konflik
B. BAGIAN TENGAH (80-90%)
1. Masuk ke Konflik
2. Ketegangan (Suspense)
3. Klimaks
C. BAGIAN AKHIR (5-10%)
1. Penyelesaian konflik
2. Antiklimaks
3. Kejutan (Surprise)
PERMULAAN / PENGENALAN / INTRODUCTION / PROLOG (5-10 %)
1. Perkenalan
Perkenalan atau pembukaan cerpen ini menuturkan perihal apa, siapa, di mana, kapan dan mulai masuknya konflik. Perkenalan tidak usah diceritakan bertele-tele. Lebih cepat, tepat dan ringkas bagian ini lebih baik.
2. Masuk ke Konflik
Konflik secepatnya dimunculkan. Konflik merupakan unsur yang menimbulkan persoalan dalam cerita. Ada sesuatu hal yang menarik sehingga pengarang merasa perlu menuliskannya. Menulis cerita adalah menemukan masalah, menemukan persoalan, menemukan konflik. Seorang penulis adalah seorang pencari masalah!
PERKEMBANGAN / PENGURAIAN KONFLIK (80-90 %)
1. Perkembangan Konflik
Konflik ini dapat terjadi dalam diri manusia atau hubungan manusia dengan lingkungannya. Konflik dalam diri manusia itu sendiri, antara lain kejiwaan, spiritual, falsafah dan seterusnya. Konflik manusia dengan lingkungannya, antara lain konflik sosial, konflik fisik, dan seterusnya. Pengolahannya harus tetap terfokus pada satu konflik atau satu persoalan.
2. Ketegangan (Suspense)
Pengarang harus mahir dalam menyusun serentetan ketegangan (suspense) yang menarik pembaca sehingga dalam benak pembaca akan muncul pertanyaan : “Apa yang akan terjadi kemudian?”
3. Klimaks
Bagian ini menantang pengarang untuk unjuk keterampilannya. Pada bagian ini pengarang menggiring semua bahan cerita menuju suatu klimaks cerita.
Di sini pun akan muncul konflik/masalah lainnya (yang masih berhubungan dengan cerita), sehingga dari kalimat dan paragraf itu akan memancing pertanyaan: “Apa lagi yang akan terjadi? Apa lagi? Apa lagi?”
PENGAKHIRAN / ENDING / EPILOG (5-10 %)
1. Pemecahan / Penyelesaian Klimaks Konflik
Setelah cerpen diisi dengan konflik dan ketegangan mencapai suatu klimaks, pengarang melakukan pemecahan / penyelesaian terhadap klimaks konflik. Apakah konflik yang memunculkan suspense dan klimaks dapat diantisipasi? Atau pembaca berpikir, “Bagaimana penyelesaiannya? Akan beginikah? Akan begitukah?”
Misalnya, apakah murid bandel itu akan bertobat? Apakah guru yang baik itu bisa sembuh dari penyakit? Apakah penjaga sekolah itu akan sanggup membuktikan bahwa hantu itu ternyata adalah permainan iseng murid-murid?
2. Antiklimaks
Alur cerita menggiring pembaca dari sajian pemecahan klimaks menuju akhir dari cerpen, “Bagaimana akhirnya?”
3. Kejutan (Surprise)
Kejutan (surprise) di akhir cerita juga dapat membuat cerita menjadi menarik, memberi kesan tersendiri bagi pembaca. Pengarang harus mengolah akhir cerpennya agar alur berpikir pembaca mengenai keseluruhan cerpen pada akhirnya menemukan suatu surprise. Ketika pembaca menebak-nebak (mungkin membuat suatu kesimpulan) akhir cerita “akan begini-begitu”, surprise bisa mengecoh tebakan itu sehingga memberi kesan tersendiri bagi pembaca. Surprise bisa saja berupa perkembangan suspense yang tak diduga-duga oleh pembaca.
Contoh
Konon ada seorang raja yang sangat mencintai isterinya. Mereka saling mencintai dan amat bahagia. Rakyat ikut bahagia. [Pengenalan]
Pada suatu hari sang permaisuri jatuh dari kuda tunggangannya ketika mereka berdua sedang meninjau kebun anggur. Sang permaisuri menderita luka yang sangat parah, sehingga ia meninggal dunia. Raja amat sedih. Ia merasa telah kehilangan segalanya. [timbulnya konflik]
Hari-hari berikutnya sang raja tak sanggup menanggulangi kesedihannya. Lantas ia mengurung diri dan tidak mau makan. Kondisi kesehatannya mulai menurun. Tubuhnya lemas dan jatuh sakit. Dalam sakitnya ia terus mengigau, memanggil istrinya. [klimaks]
Raja tak kuat mengatasi sakit dan rasa kehilangannya. Akhirnya sang raja wafat karena duka-lara. [pengakhiran]
Konflik utama cerita adalah konflik batin dalam diri sang raja, dan konflik itu menimbulkan suspense: bagaimana akhir hidup sang raja?
IV. UNSUR-UNSUR CERPEN
A. Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik disebut juga unsur-unsur dalam cerpen, atau juga struktur cerpen. Unsur-unsur ini terdiri dari: 1) alur, 2) tokoh, 3) lokasi, 4) waktu, 5) suasana.
1) Alur / Plot
Alur/plot adalah perjalanan cerita dari awal sampat akhir, yang terdiri dari :
a. Plot Terbuka
Alur/Plot yang memberi kesan “tidak tamat”, “bersambung”, yang biasanya disengaja oleh pengarang untuk memberi kesempatan pembaca mengisinya sendiri dengan imajinasi pembaca.
b. Plot Tertutup
Alur/plot ini umumnya pada cerita untuk anak-anak, baik itu berakhir dengan bahagia ataupun sedih.
2) Tokoh / Penokohan
Cerita memiliki tokoh atau dibalik, tokoh memiliki cerita. Dalam cerpen, tokoh / penokohan berupa :
a. Manusia (aku, kamu, dia, mereka, si A, si B, dst), baik sebagai protagonis, antagonis, maupun peserta tokoh dan lain-lain, mempunyai latar belakang : usia, status sosial, ekonomi, budaya, karakter, psikologis, dll.
b. Personifikasi (hewan, tumbuhan, benda-benda, dst yang “dimanusiakan”)
3) Lokasi / Tempat
Setiap cerita memiliki lokasi / tempat (di mana). Di mana cerita itu terjadi? Maka seorang pengarang sebaiknya benar-benar mengolah lokasi/tempat sedemikian rupa, yang bertujuan :
a. Lokasi untuk memperkuat kesan cerita (tokoh, konflik, suasana, aliran/gaya, dst)
b. Lokasi sekadar tempat terjadinya cerita
4) Waktu
Setiap cerita memiliki waktu (kapan). Kapan cerita itu terjadi? Maka seorang pengarang sebaiknya benar-benar mengolah waktu sedemikian rupa, yang bertujuan :
a. Waktu untuk memperkuat kesan cerita (tokoh, konflik, suasana, aliran/gaya, dst)
b. Waktu sekadar petunjuk kapan terjadinya cerita
5) Suasana
Suasana merupakan bagian dari cerpen yang memberi gambaran :
a. Kondisi atau situasi tertentu dalam cerpen, misalnya ramai, sepi, bau, semrawut, gelap, penuh cahaya, dan lain-lain.
b. Perilaku dan interaksi tokoh-tokoh yang menimbulkan suatu keadaan, misalnya mencekam, penuh tawa, bermusik, menjengkelkan, ramai, sepi, dan lain-lain.
B. Unsur Ekstrinsik atau unsur di luar cerpen, misalnya siapa pengarangnya, kapan cerpennya dibuat, bagaimana proses kreatifnya, dan lain-lain.
V. RUANG CERPEN
Ruang cerpen terbagi dua :
1. Ruang cerpen di halaman media massa
Umumnya media massa (koran, majalah) menetapkan ukuran cerpen yang akan mereka terima adalah berkisar 4-6 halaman kuarto, ukuran font 12, diketik spasi rangkap/ganda. Ada juga yang bisa sampai 8 halaman (Harian KOMPAS).
Media massa lainnya mematok 6 halaman kuarto, ukuran font 12, dan diketik dengan spasi 1 ½. (Harian Pagi Sinar Harapan).
Namun sebaiknya perhatikan dulu ukuran cerpen yang ditetapkan oleh suatu penerbitan media.
2. Ruang cerpen di halaman buku atau juga situs pribadi di internet
Wilson Nadeak pernah mengatakan (1989), ada cerpen yang panjangnya sampai 30.000 kata atau ratusan halaman.
Namun demikian, ada seorang pengarang membuat cerpen yang sama sekali tidak memperhitungkan lagi berapa kata dan lembar halaman. Kemudian medianya berupa buku atau internet. Persoalannya bukan pada panjang-pendeknya, melainkan esensi cerpen (konflik tunggal, cerita tunggal, durasi 2 tahun, dst) yang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.
--oo000oo--
DAFTAR PUSTAKA:
Atmowiloto, Arswendo. Menulis itu Gampang. Jakarta: PT Gramedia, 2001
Cerpen Pilihan KOMPAS. Kado Istimewa. Jakarta: Harian KOMPAS, 1992.
Nadeak, Wilson, Drs. Bagaimana Menulis Cerita Pendek. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1989.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
Sumardjo, Jakob. Catatan Singkat Tentang Menulis Cerpen. Cet. 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Sumber: Gus Noy
Mengenal Cerpen
I. PENGERTIAN CERPEN
Cerpen adalah cerita pendek yang memiliki satu cerita atau peristiwa yang diungkapkan di dalamnya, atau mengandung satu persoalan dan satu kesan, yang keseluruhannya dibaca secara singkat atau sekali duduk yang biasanya menghabiskan waktu 10-15 menit.
II. KARAKTERISTIK CERPEN
Cerpen memiliki karakteristik (ciri khas) utama sebagai berikut :
1. Konflik : tunggal
Sebagaimana pengertiannya, konflik tunggal identik dengan “satu persoalan dan satu kesan”. Konflik / persoalan terdiri atas:
a. Konflik personal, semisal konflik psikologis
b. Konflik antarpersonal, misalnya konflik dengan orang lain
c. Konflik situasi, misalnya konflik diri dengan situasi sekitar, entah dengan situasi sosial, politik, ekonomi, bencana alam, dll.
2. Tokoh utama : tunggal
Ada satu tokoh utama dalam cerpen, dan tokoh tersebut bisa tunggal (aku, saya, kamu, dia, si A), bisa pula dalam jumlah tertentu.
Tokoh utama pun tergolong dua jenis :
a. tokoh manusia
b. tokoh yang dipersonifikasikan, misalnya hewan, tumbuhan, benda-benda, dll.
Penempatan tokoh utama dalam cerpen sebaiknya pada permulaan (bagian awal) cerpen.
3. Waktu : Peristiwa / cerita berdurasi maksimal 2 tahun.
Penulisan Fiksi Josip Novakovich (2003) mengatakan, cerpen meliputi waktu dari beberapa menit, hari sampai satu atau dua tahun; umumnya tidak lebih dari dua tahun. Senada dengan yang pernah dikatakan Sastrawan Raudal Tanjung Banua ketika beliau menjadi Juri dalam Lomba Menulis Cerpen tingkat Pelajar se-D.I. Yogyakarta (2004), cerpen meliputi kurun waktu hingga dua tahun.
Apabila pengarang hendak memasukkan masa silam, biasanya bisa berupa “cerita flashback” atau disusupkan dalam sepenggal ingatan tokoh.
4. Karakter kata : 500 -5.000 kata, bahkan ada juga cerpen yang berisi 30.000 kata (ratusan halaman!).
III. PETA CERPEN
A. PERMULAAN (5-10%)
1. Perkenalan
2. Perkembangan Konflik
B. BAGIAN TENGAH (80-90%)
1. Masuk ke Konflik
2. Ketegangan (Suspense)
3. Klimaks
C. BAGIAN AKHIR (5-10%)
1. Penyelesaian konflik
2. Antiklimaks
3. Kejutan (Surprise)
PERMULAAN / PENGENALAN / INTRODUCTION / PROLOG (5-10 %)
1. Perkenalan
Perkenalan atau pembukaan cerpen ini menuturkan perihal apa, siapa, di mana, kapan dan mulai masuknya konflik. Perkenalan tidak usah diceritakan bertele-tele. Lebih cepat, tepat dan ringkas bagian ini lebih baik.
2. Masuk ke Konflik
Konflik secepatnya dimunculkan. Konflik merupakan unsur yang menimbulkan persoalan dalam cerita. Ada sesuatu hal yang menarik sehingga pengarang merasa perlu menuliskannya. Menulis cerita adalah menemukan masalah, menemukan persoalan, menemukan konflik. Seorang penulis adalah seorang pencari masalah!
PERKEMBANGAN / PENGURAIAN KONFLIK (80-90 %)
1. Perkembangan Konflik
Konflik ini dapat terjadi dalam diri manusia atau hubungan manusia dengan lingkungannya. Konflik dalam diri manusia itu sendiri, antara lain kejiwaan, spiritual, falsafah dan seterusnya. Konflik manusia dengan lingkungannya, antara lain konflik sosial, konflik fisik, dan seterusnya. Pengolahannya harus tetap terfokus pada satu konflik atau satu persoalan.
2. Ketegangan (Suspense)
Pengarang harus mahir dalam menyusun serentetan ketegangan (suspense) yang menarik pembaca sehingga dalam benak pembaca akan muncul pertanyaan : “Apa yang akan terjadi kemudian?”
3. Klimaks
Bagian ini menantang pengarang untuk unjuk keterampilannya. Pada bagian ini pengarang menggiring semua bahan cerita menuju suatu klimaks cerita.
Di sini pun akan muncul konflik/masalah lainnya (yang masih berhubungan dengan cerita), sehingga dari kalimat dan paragraf itu akan memancing pertanyaan: “Apa lagi yang akan terjadi? Apa lagi? Apa lagi?”
PENGAKHIRAN / ENDING / EPILOG (5-10 %)
1. Pemecahan / Penyelesaian Klimaks Konflik
Setelah cerpen diisi dengan konflik dan ketegangan mencapai suatu klimaks, pengarang melakukan pemecahan / penyelesaian terhadap klimaks konflik. Apakah konflik yang memunculkan suspense dan klimaks dapat diantisipasi? Atau pembaca berpikir, “Bagaimana penyelesaiannya? Akan beginikah? Akan begitukah?”
Misalnya, apakah murid bandel itu akan bertobat? Apakah guru yang baik itu bisa sembuh dari penyakit? Apakah penjaga sekolah itu akan sanggup membuktikan bahwa hantu itu ternyata adalah permainan iseng murid-murid?
2. Antiklimaks
Alur cerita menggiring pembaca dari sajian pemecahan klimaks menuju akhir dari cerpen, “Bagaimana akhirnya?”
3. Kejutan (Surprise)
Kejutan (surprise) di akhir cerita juga dapat membuat cerita menjadi menarik, memberi kesan tersendiri bagi pembaca. Pengarang harus mengolah akhir cerpennya agar alur berpikir pembaca mengenai keseluruhan cerpen pada akhirnya menemukan suatu surprise. Ketika pembaca menebak-nebak (mungkin membuat suatu kesimpulan) akhir cerita “akan begini-begitu”, surprise bisa mengecoh tebakan itu sehingga memberi kesan tersendiri bagi pembaca. Surprise bisa saja berupa perkembangan suspense yang tak diduga-duga oleh pembaca.
Contoh
Konon ada seorang raja yang sangat mencintai isterinya. Mereka saling mencintai dan amat bahagia. Rakyat ikut bahagia. [Pengenalan]
Pada suatu hari sang permaisuri jatuh dari kuda tunggangannya ketika mereka berdua sedang meninjau kebun anggur. Sang permaisuri menderita luka yang sangat parah, sehingga ia meninggal dunia. Raja amat sedih. Ia merasa telah kehilangan segalanya. [timbulnya konflik]
Hari-hari berikutnya sang raja tak sanggup menanggulangi kesedihannya. Lantas ia mengurung diri dan tidak mau makan. Kondisi kesehatannya mulai menurun. Tubuhnya lemas dan jatuh sakit. Dalam sakitnya ia terus mengigau, memanggil istrinya. [klimaks]
Raja tak kuat mengatasi sakit dan rasa kehilangannya. Akhirnya sang raja wafat karena duka-lara. [pengakhiran]
Konflik utama cerita adalah konflik batin dalam diri sang raja, dan konflik itu menimbulkan suspense: bagaimana akhir hidup sang raja?
IV. UNSUR-UNSUR CERPEN
A. Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik disebut juga unsur-unsur dalam cerpen, atau juga struktur cerpen. Unsur-unsur ini terdiri dari: 1) alur, 2) tokoh, 3) lokasi, 4) waktu, 5) suasana.
1) Alur / Plot
Alur/plot adalah perjalanan cerita dari awal sampat akhir, yang terdiri dari :
a. Plot Terbuka
Alur/Plot yang memberi kesan “tidak tamat”, “bersambung”, yang biasanya disengaja oleh pengarang untuk memberi kesempatan pembaca mengisinya sendiri dengan imajinasi pembaca.
b. Plot Tertutup
Alur/plot ini umumnya pada cerita untuk anak-anak, baik itu berakhir dengan bahagia ataupun sedih.
2) Tokoh / Penokohan
Cerita memiliki tokoh atau dibalik, tokoh memiliki cerita. Dalam cerpen, tokoh / penokohan berupa :
a. Manusia (aku, kamu, dia, mereka, si A, si B, dst), baik sebagai protagonis, antagonis, maupun peserta tokoh dan lain-lain, mempunyai latar belakang : usia, status sosial, ekonomi, budaya, karakter, psikologis, dll.
b. Personifikasi (hewan, tumbuhan, benda-benda, dst yang “dimanusiakan”)
3) Lokasi / Tempat
Setiap cerita memiliki lokasi / tempat (di mana). Di mana cerita itu terjadi? Maka seorang pengarang sebaiknya benar-benar mengolah lokasi/tempat sedemikian rupa, yang bertujuan :
a. Lokasi untuk memperkuat kesan cerita (tokoh, konflik, suasana, aliran/gaya, dst)
b. Lokasi sekadar tempat terjadinya cerita
4) Waktu
Setiap cerita memiliki waktu (kapan). Kapan cerita itu terjadi? Maka seorang pengarang sebaiknya benar-benar mengolah waktu sedemikian rupa, yang bertujuan :
a. Waktu untuk memperkuat kesan cerita (tokoh, konflik, suasana, aliran/gaya, dst)
b. Waktu sekadar petunjuk kapan terjadinya cerita
5) Suasana
Suasana merupakan bagian dari cerpen yang memberi gambaran :
a. Kondisi atau situasi tertentu dalam cerpen, misalnya ramai, sepi, bau, semrawut, gelap, penuh cahaya, dan lain-lain.
b. Perilaku dan interaksi tokoh-tokoh yang menimbulkan suatu keadaan, misalnya mencekam, penuh tawa, bermusik, menjengkelkan, ramai, sepi, dan lain-lain.
B. Unsur Ekstrinsik atau unsur di luar cerpen, misalnya siapa pengarangnya, kapan cerpennya dibuat, bagaimana proses kreatifnya, dan lain-lain.
V. RUANG CERPEN
Ruang cerpen terbagi dua :
1. Ruang cerpen di halaman media massa
Umumnya media massa (koran, majalah) menetapkan ukuran cerpen yang akan mereka terima adalah berkisar 4-6 halaman kuarto, ukuran font 12, diketik spasi rangkap/ganda. Ada juga yang bisa sampai 8 halaman (Harian KOMPAS).
Media massa lainnya mematok 6 halaman kuarto, ukuran font 12, dan diketik dengan spasi 1 ½. (Harian Pagi Sinar Harapan).
Namun sebaiknya perhatikan dulu ukuran cerpen yang ditetapkan oleh suatu penerbitan media.
2. Ruang cerpen di halaman buku atau juga situs pribadi di internet
Wilson Nadeak pernah mengatakan (1989), ada cerpen yang panjangnya sampai 30.000 kata atau ratusan halaman.
Namun demikian, ada seorang pengarang membuat cerpen yang sama sekali tidak memperhitungkan lagi berapa kata dan lembar halaman. Kemudian medianya berupa buku atau internet. Persoalannya bukan pada panjang-pendeknya, melainkan esensi cerpen (konflik tunggal, cerita tunggal, durasi 2 tahun, dst) yang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.
--oo000oo--
DAFTAR PUSTAKA:
Atmowiloto, Arswendo. Menulis itu Gampang. Jakarta: PT Gramedia, 2001
Cerpen Pilihan KOMPAS. Kado Istimewa. Jakarta: Harian KOMPAS, 1992.
Nadeak, Wilson, Drs. Bagaimana Menulis Cerita Pendek. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1989.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
Sumardjo, Jakob. Catatan Singkat Tentang Menulis Cerpen. Cet. 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Sumber: Gus Noy
Persembahan Cinta
by Ade Anita on Thursday, 22 December 2011 at 22:15
Sepanjang hari ini, ada sesuatu yang aku tunggu dengan rasa hati yang harap-harap cemas. Sesuatu yang tidak bisa aku bayangkan. Tidak. Lebih tepatnya, tidak ingin aku bayangkan. Ya. Karena aku seorang pecinta kejutan.
Ah. Mungkin kalian belum tahu, kenapa aku memulai tulisan ini dengan deretan kalimat di atas. Baik, aku akan ceritakan kronologis tulisan ini dibuat. Tulisan ini bermula ketika kemarin, aku menulis di status facebookku dengan tulisan seperti ini:
Ade Anita
"Eh.. besok hari apa bu?" hawna tiba-tiba bertanya dengan wajah seperti tersadar akan sesuatu.
"hari kamis."
"Tanggalnya?"
"22 desember."
"Oh.. berarti hari ibu dong. Ingetin aku ya bu, karena aku mau ngasi hadiah buat ibu." (sebagai seorang ibu yang belum bisa melepas jiwa materialistiknya, mataku kontan terbelalak dan hatiku girang melompat mendengarnya).
"Hadiah apa?" (mata berbinar-binar bertanya)
"Aku mau bikin kue yang bikin ibu kurus." (kelopak bunga yang mekar di hatiku langsung rontok satu demi satu. Kue apa yang bikin kurus? duh... mau bersenang-senang saja kok ya susah)...
(ceritanya bersambung besok... kita lihat apa surprise yang akan dia berikan)Like · · Yesterday at 15:43 near Jakarta
Nah... nah. Dengan sebuah “clue” yang begitu unik, hati ibu siapa yang tidak penasaran? Dan demikianlah aku sejak pagi. Menanti dengan sabar kejutan apa yang akan terima.
Kebetulan, pagi ini aku harus mengambil raport Hawna ke sekolah. Sejak hari selasa, Hawna sakit jadi tidak masuk sekolah. Ternyata, di hari Rabu, kelas Hawna ada kegiatan tambahan. Yaitu, setiap anak membuat kartu istimewa untuk ibu mereka, menulisnya dengan tulisan tangan mereka sendiri kalimat yang ingin mereka ucapkan sebagai rasa terima kasih untuk para ibu mereka. Sehingga, ketika hari ini, Kamis, 22 Desember 2011, kami, para ibu (ini hari kerja jadi yang mengambil raport memang para ibu atau nenek atau kakek bagi yang ibunya bekerja.. tidak ada pembantu, apalagi supir atau tetangga), selain menerima raport dari anak-anak juga menerima kartu cantik dari anak kami. Sayangnya, karena Hawna tidak masuk sekolah, dia “istimewa” ketimbang anak lain di kelasnya. Dia tidak bisa memberikan kartu cantiknya untukku. Tapi dia memberikan senyumnya yang paling manis untukku di pagi hari sambil mencium kedua pipiku dan mengucapkan “ibu, selamat hari ibu ya.”
Akhirnya, pulang sekolah, setelah ganti baju rumah, Hawna langsung sibuk mencari kertas dan alat tulis.
“Untuk apa?”
“Aku mau bikin sesuatu untuk ibu.”
“Hawna butuhnya apa?”
Lalu dia menyebut beberapa benda yang dibutuhkan dan aku pun menyediakannya dengan suka cita. Setelah semua benda-benda itu terkumpul, dia lalu mulai menekuni kertas putihnya dan mulai menulis. FYI: Hawna baru kelas satu sekolah dasar, jadi untuk menulis dan membaca dia masih mengeja. Jadi, meski dia menutupi kertasnya dengan tubuhnya agar aku tidak bisa mengintip, meski dia berusaha keras berbisik (tapi dia belum bisa berbisik dengan suara bisikan, jadi bisikannya masih agak keras), aku tetap bisa mendengar untaian kalimatnya. Belum lagi ketika dia kesulitan mengeja sebuah kata dan terpaksa bertanya padaku.
“Bu, kalau ‘harap’ itu pake ‘b’ atau pake ‘t’?
“Bukan semua, tapi pake ‘p’. Jadi h-a-r-a-p.”
Uh. Aku seorang pecinta kejutan, dan akhirnya jadi risih sendiri jika harus mendengar tahap demi tahap sebuah kejutan yang akan diberikan seseorang padaku.
“Hawna, ibu tinggal nyuci baju aja ya. Hawna berani kan sendirian? Nanti kalau sudah selesai, bilang saja. Oke?”
Akhirnya, aku pun memisahkan diriku dari dia. Menjauh, demi menjaga kejutan agar tetap jadi kejutan.
Satu jam kemudian, Hawna menyusulku ke tempat mencuci pakaian sambil senyum-senyum. Tapi, dia tidak membawa apa-apa. Loh? Mana kartu yang sedang dia tulis tadi? Apa jangan-jangan batal? Apa jangan-jangan dia tidak mengeja dan gagal menulisnya hingga akhirnya mengurungkan niatnya untuk menulis kartu ucapan untukku? Aduh.... Jujur, aku sedikit kecewa. Kejutanku terlepas begitu saja. Tapi... hei! Aku langsung membenci diriku sendiri. Kenapa harus berharap sih? Apapun yang dia berikan atau tidak ingin dia berikan, bukan hakku untuk menuntutnya. Aku ikhlas untuk apapun yang aku berikan untuknya dan tidak ingin merusak rasa ikhlas itu dengan harapan dia akan membalasnya. Diam-diam, aku istighfar. Berharap pahala ikhlasku selama ini tidak menguap hanya karena perkara ingin balasan dari anaknya.
“Bu, aku bantuin ibu nyuci baju ya?”
Hawna bertanya malu-malu masih dengan senyum manisnya yang tidak lepas dari wajahnya. Dia giat membantuku mencuci baju (lebih tepat disebut main air sebenarnya). Lalu ketika aku sedang menjemur, karena tali jemuran letaknya tinggi, maka dia hanya menatap semua jemuran itu dijemur.
“Ibu, aku bantu apa lagi nih?”
“Eh, udah nak. Sudah beres semua. Ini tinggal dijemur kok.”
Aku masih sibuk menjemur dan tinggallah dia sendirian menonton aku menjemur pakaian hingga tiba-tiba dia kembali bertanya:
“Ibu, aku bantu ibu bersihin embernya ya?”
“Hah? Embernya? Buat apa?” (sambil menatap ember-ember bekas cucian yang memang sudah lusuh. Karena sudah selesai mencuci, maka semua ember itu aku balik posisinya. Dengan posisi terbalik, tampaklah pantat ember yang berlumut. Aku tidak pernah ambil pusing dengan lumut-lumut itu.)
“Biar bersih. Aku soalnya hari ini mau bantuin ibu. Kan hari ini hari ibu.”
SPLASH... entah mengapa aku jadi terharu mendengar pengakuannya yang polos ini. Aduh, kenapa tadi aku meragukan ketulusan hatinya? Langsung saja aku raih tubuh mungilnya dan aku cium dia bertubi-tubi. Rasa sayangku benar-benar meluap.
Lalu, ketika sore sudah tiba dan semua pekerjaan rumah sudah beres. Dia pun diam-diam memberikan sebuah kertas putih HVS kepadaku.
“Bu, ini buat ibu.”
Perlahan, aku membacanya... kalian ingin membacanya juga? Ini.. silahkan.
Nah, tulisan di atas itu, di samping syair lagu yang dia berikan, adalah tulisan dengan bunyi “lagu ini dimulai” tapi karena dia melihat petunjuknya mengarah ke suatu arah maka dia pun menulisnya mengikuti arah tanda panah. Jadi, dia menulisnya terbalik menjadi “ialumid ini ugal”....
Aku hampir tertawa melihat dia menulis terbalik, tapi sesaat kemudian aku berpikir... ini hebat nggak sih, kok dia bisa mengeja secara terbalik? Menurutku sih luar biasa.
Dan malam ini, belum cukup rasanya semua persembahan cinta yang dia berikan padaku. Ketika menonton Opera Van Java, dia memberiku sebuah kue. Kue Biskuat Coklat ukuran mini (yang mungkin harganya Rp1000 di warung).
Isi kuenya sudah hancur lebur, karena dia mendapat dan menyimpan kue ini sudah lama, dia simpan untuk dia berikan padaku di hari ini. Tertimpa buku-buku pelajarannya, kena ombang ambing isi tasnya yang berat, dan mungkin juga tanpa sengaja terduduk olehnya. Aku yakin jika aku membuka bungkusnya, yang akan aku temui hanyalah remah-remah. Tapi... itu tidak akan mengurangi rasa terharuku atas semua persembahan cinta yang dia berikan padaku. Aku menghargai semua usaha dia untuk menunjukkan rasa sayangnya padaku. Dan rasa sayangku padanya, kian bertambah besar hari ini dan insya Allah besok-besok juga.
I love you anak-anakku.
==============
Penulis: Ade Anita (yang sedang merasakan luapan rasa cinta di dalam hati, hari ini, di hari ibu, 22 desember 2011)
Sepanjang hari ini, ada sesuatu yang aku tunggu dengan rasa hati yang harap-harap cemas. Sesuatu yang tidak bisa aku bayangkan. Tidak. Lebih tepatnya, tidak ingin aku bayangkan. Ya. Karena aku seorang pecinta kejutan.
Ah. Mungkin kalian belum tahu, kenapa aku memulai tulisan ini dengan deretan kalimat di atas. Baik, aku akan ceritakan kronologis tulisan ini dibuat. Tulisan ini bermula ketika kemarin, aku menulis di status facebookku dengan tulisan seperti ini:
Ade Anita
"Eh.. besok hari apa bu?" hawna tiba-tiba bertanya dengan wajah seperti tersadar akan sesuatu.
"hari kamis."
"Tanggalnya?"
"22 desember."
"Oh.. berarti hari ibu dong. Ingetin aku ya bu, karena aku mau ngasi hadiah buat ibu." (sebagai seorang ibu yang belum bisa melepas jiwa materialistiknya, mataku kontan terbelalak dan hatiku girang melompat mendengarnya).
"Hadiah apa?" (mata berbinar-binar bertanya)
"Aku mau bikin kue yang bikin ibu kurus." (kelopak bunga yang mekar di hatiku langsung rontok satu demi satu. Kue apa yang bikin kurus? duh... mau bersenang-senang saja kok ya susah)...
(ceritanya bersambung besok... kita lihat apa surprise yang akan dia berikan)Like · · Yesterday at 15:43 near Jakarta
Nah... nah. Dengan sebuah “clue” yang begitu unik, hati ibu siapa yang tidak penasaran? Dan demikianlah aku sejak pagi. Menanti dengan sabar kejutan apa yang akan terima.
Kebetulan, pagi ini aku harus mengambil raport Hawna ke sekolah. Sejak hari selasa, Hawna sakit jadi tidak masuk sekolah. Ternyata, di hari Rabu, kelas Hawna ada kegiatan tambahan. Yaitu, setiap anak membuat kartu istimewa untuk ibu mereka, menulisnya dengan tulisan tangan mereka sendiri kalimat yang ingin mereka ucapkan sebagai rasa terima kasih untuk para ibu mereka. Sehingga, ketika hari ini, Kamis, 22 Desember 2011, kami, para ibu (ini hari kerja jadi yang mengambil raport memang para ibu atau nenek atau kakek bagi yang ibunya bekerja.. tidak ada pembantu, apalagi supir atau tetangga), selain menerima raport dari anak-anak juga menerima kartu cantik dari anak kami. Sayangnya, karena Hawna tidak masuk sekolah, dia “istimewa” ketimbang anak lain di kelasnya. Dia tidak bisa memberikan kartu cantiknya untukku. Tapi dia memberikan senyumnya yang paling manis untukku di pagi hari sambil mencium kedua pipiku dan mengucapkan “ibu, selamat hari ibu ya.”
Akhirnya, pulang sekolah, setelah ganti baju rumah, Hawna langsung sibuk mencari kertas dan alat tulis.
“Untuk apa?”
“Aku mau bikin sesuatu untuk ibu.”
“Hawna butuhnya apa?”
Lalu dia menyebut beberapa benda yang dibutuhkan dan aku pun menyediakannya dengan suka cita. Setelah semua benda-benda itu terkumpul, dia lalu mulai menekuni kertas putihnya dan mulai menulis. FYI: Hawna baru kelas satu sekolah dasar, jadi untuk menulis dan membaca dia masih mengeja. Jadi, meski dia menutupi kertasnya dengan tubuhnya agar aku tidak bisa mengintip, meski dia berusaha keras berbisik (tapi dia belum bisa berbisik dengan suara bisikan, jadi bisikannya masih agak keras), aku tetap bisa mendengar untaian kalimatnya. Belum lagi ketika dia kesulitan mengeja sebuah kata dan terpaksa bertanya padaku.
“Bu, kalau ‘harap’ itu pake ‘b’ atau pake ‘t’?
“Bukan semua, tapi pake ‘p’. Jadi h-a-r-a-p.”
Uh. Aku seorang pecinta kejutan, dan akhirnya jadi risih sendiri jika harus mendengar tahap demi tahap sebuah kejutan yang akan diberikan seseorang padaku.
“Hawna, ibu tinggal nyuci baju aja ya. Hawna berani kan sendirian? Nanti kalau sudah selesai, bilang saja. Oke?”
Akhirnya, aku pun memisahkan diriku dari dia. Menjauh, demi menjaga kejutan agar tetap jadi kejutan.
Satu jam kemudian, Hawna menyusulku ke tempat mencuci pakaian sambil senyum-senyum. Tapi, dia tidak membawa apa-apa. Loh? Mana kartu yang sedang dia tulis tadi? Apa jangan-jangan batal? Apa jangan-jangan dia tidak mengeja dan gagal menulisnya hingga akhirnya mengurungkan niatnya untuk menulis kartu ucapan untukku? Aduh.... Jujur, aku sedikit kecewa. Kejutanku terlepas begitu saja. Tapi... hei! Aku langsung membenci diriku sendiri. Kenapa harus berharap sih? Apapun yang dia berikan atau tidak ingin dia berikan, bukan hakku untuk menuntutnya. Aku ikhlas untuk apapun yang aku berikan untuknya dan tidak ingin merusak rasa ikhlas itu dengan harapan dia akan membalasnya. Diam-diam, aku istighfar. Berharap pahala ikhlasku selama ini tidak menguap hanya karena perkara ingin balasan dari anaknya.
“Bu, aku bantuin ibu nyuci baju ya?”
Hawna bertanya malu-malu masih dengan senyum manisnya yang tidak lepas dari wajahnya. Dia giat membantuku mencuci baju (lebih tepat disebut main air sebenarnya). Lalu ketika aku sedang menjemur, karena tali jemuran letaknya tinggi, maka dia hanya menatap semua jemuran itu dijemur.
“Ibu, aku bantu apa lagi nih?”
“Eh, udah nak. Sudah beres semua. Ini tinggal dijemur kok.”
Aku masih sibuk menjemur dan tinggallah dia sendirian menonton aku menjemur pakaian hingga tiba-tiba dia kembali bertanya:
“Ibu, aku bantu ibu bersihin embernya ya?”
“Hah? Embernya? Buat apa?” (sambil menatap ember-ember bekas cucian yang memang sudah lusuh. Karena sudah selesai mencuci, maka semua ember itu aku balik posisinya. Dengan posisi terbalik, tampaklah pantat ember yang berlumut. Aku tidak pernah ambil pusing dengan lumut-lumut itu.)
“Biar bersih. Aku soalnya hari ini mau bantuin ibu. Kan hari ini hari ibu.”
SPLASH... entah mengapa aku jadi terharu mendengar pengakuannya yang polos ini. Aduh, kenapa tadi aku meragukan ketulusan hatinya? Langsung saja aku raih tubuh mungilnya dan aku cium dia bertubi-tubi. Rasa sayangku benar-benar meluap.
Lalu, ketika sore sudah tiba dan semua pekerjaan rumah sudah beres. Dia pun diam-diam memberikan sebuah kertas putih HVS kepadaku.
“Bu, ini buat ibu.”
Perlahan, aku membacanya... kalian ingin membacanya juga? Ini.. silahkan.
Nah, tulisan di atas itu, di samping syair lagu yang dia berikan, adalah tulisan dengan bunyi “lagu ini dimulai” tapi karena dia melihat petunjuknya mengarah ke suatu arah maka dia pun menulisnya mengikuti arah tanda panah. Jadi, dia menulisnya terbalik menjadi “ialumid ini ugal”....
Aku hampir tertawa melihat dia menulis terbalik, tapi sesaat kemudian aku berpikir... ini hebat nggak sih, kok dia bisa mengeja secara terbalik? Menurutku sih luar biasa.
Dan malam ini, belum cukup rasanya semua persembahan cinta yang dia berikan padaku. Ketika menonton Opera Van Java, dia memberiku sebuah kue. Kue Biskuat Coklat ukuran mini (yang mungkin harganya Rp1000 di warung).
Isi kuenya sudah hancur lebur, karena dia mendapat dan menyimpan kue ini sudah lama, dia simpan untuk dia berikan padaku di hari ini. Tertimpa buku-buku pelajarannya, kena ombang ambing isi tasnya yang berat, dan mungkin juga tanpa sengaja terduduk olehnya. Aku yakin jika aku membuka bungkusnya, yang akan aku temui hanyalah remah-remah. Tapi... itu tidak akan mengurangi rasa terharuku atas semua persembahan cinta yang dia berikan padaku. Aku menghargai semua usaha dia untuk menunjukkan rasa sayangnya padaku. Dan rasa sayangku padanya, kian bertambah besar hari ini dan insya Allah besok-besok juga.
I love you anak-anakku.
==============
Penulis: Ade Anita (yang sedang merasakan luapan rasa cinta di dalam hati, hari ini, di hari ibu, 22 desember 2011)
Persembahan Cinta
by Ade Anita on Thursday, 22 December 2011 at 22:15
Sepanjang hari ini, ada sesuatu yang aku tunggu dengan rasa hati yang harap-harap cemas. Sesuatu yang tidak bisa aku bayangkan. Tidak. Lebih tepatnya, tidak ingin aku bayangkan. Ya. Karena aku seorang pecinta kejutan.
Ah. Mungkin kalian belum tahu, kenapa aku memulai tulisan ini dengan deretan kalimat di atas. Baik, aku akan ceritakan kronologis tulisan ini dibuat. Tulisan ini bermula ketika kemarin, aku menulis di status facebookku dengan tulisan seperti ini:
Ade Anita
"Eh.. besok hari apa bu?" hawna tiba-tiba bertanya dengan wajah seperti tersadar akan sesuatu.
"hari kamis."
"Tanggalnya?"
"22 desember."
"Oh.. berarti hari ibu dong. Ingetin aku ya bu, karena aku mau ngasi hadiah buat ibu." (sebagai seorang ibu yang belum bisa melepas jiwa materialistiknya, mataku kontan terbelalak dan hatiku girang melompat mendengarnya).
"Hadiah apa?" (mata berbinar-binar bertanya)
"Aku mau bikin kue yang bikin ibu kurus." (kelopak bunga yang mekar di hatiku langsung rontok satu demi satu. Kue apa yang bikin kurus? duh... mau bersenang-senang saja kok ya susah)...
(ceritanya bersambung besok... kita lihat apa surprise yang akan dia berikan)Like · · Yesterday at 15:43 near Jakarta
Nah... nah. Dengan sebuah “clue” yang begitu unik, hati ibu siapa yang tidak penasaran? Dan demikianlah aku sejak pagi. Menanti dengan sabar kejutan apa yang akan terima.
Kebetulan, pagi ini aku harus mengambil raport Hawna ke sekolah. Sejak hari selasa, Hawna sakit jadi tidak masuk sekolah. Ternyata, di hari Rabu, kelas Hawna ada kegiatan tambahan. Yaitu, setiap anak membuat kartu istimewa untuk ibu mereka, menulisnya dengan tulisan tangan mereka sendiri kalimat yang ingin mereka ucapkan sebagai rasa terima kasih untuk para ibu mereka. Sehingga, ketika hari ini, Kamis, 22 Desember 2011, kami, para ibu (ini hari kerja jadi yang mengambil raport memang para ibu atau nenek atau kakek bagi yang ibunya bekerja.. tidak ada pembantu, apalagi supir atau tetangga), selain menerima raport dari anak-anak juga menerima kartu cantik dari anak kami. Sayangnya, karena Hawna tidak masuk sekolah, dia “istimewa” ketimbang anak lain di kelasnya. Dia tidak bisa memberikan kartu cantiknya untukku. Tapi dia memberikan senyumnya yang paling manis untukku di pagi hari sambil mencium kedua pipiku dan mengucapkan “ibu, selamat hari ibu ya.”
Akhirnya, pulang sekolah, setelah ganti baju rumah, Hawna langsung sibuk mencari kertas dan alat tulis.
“Untuk apa?”
“Aku mau bikin sesuatu untuk ibu.”
“Hawna butuhnya apa?”
Lalu dia menyebut beberapa benda yang dibutuhkan dan aku pun menyediakannya dengan suka cita. Setelah semua benda-benda itu terkumpul, dia lalu mulai menekuni kertas putihnya dan mulai menulis. FYI: Hawna baru kelas satu sekolah dasar, jadi untuk menulis dan membaca dia masih mengeja. Jadi, meski dia menutupi kertasnya dengan tubuhnya agar aku tidak bisa mengintip, meski dia berusaha keras berbisik (tapi dia belum bisa berbisik dengan suara bisikan, jadi bisikannya masih agak keras), aku tetap bisa mendengar untaian kalimatnya. Belum lagi ketika dia kesulitan mengeja sebuah kata dan terpaksa bertanya padaku.
“Bu, kalau ‘harap’ itu pake ‘b’ atau pake ‘t’?
“Bukan semua, tapi pake ‘p’. Jadi h-a-r-a-p.”
Uh. Aku seorang pecinta kejutan, dan akhirnya jadi risih sendiri jika harus mendengar tahap demi tahap sebuah kejutan yang akan diberikan seseorang padaku.
“Hawna, ibu tinggal nyuci baju aja ya. Hawna berani kan sendirian? Nanti kalau sudah selesai, bilang saja. Oke?”
Akhirnya, aku pun memisahkan diriku dari dia. Menjauh, demi menjaga kejutan agar tetap jadi kejutan.
Satu jam kemudian, Hawna menyusulku ke tempat mencuci pakaian sambil senyum-senyum. Tapi, dia tidak membawa apa-apa. Loh? Mana kartu yang sedang dia tulis tadi? Apa jangan-jangan batal? Apa jangan-jangan dia tidak mengeja dan gagal menulisnya hingga akhirnya mengurungkan niatnya untuk menulis kartu ucapan untukku? Aduh.... Jujur, aku sedikit kecewa. Kejutanku terlepas begitu saja. Tapi... hei! Aku langsung membenci diriku sendiri. Kenapa harus berharap sih? Apapun yang dia berikan atau tidak ingin dia berikan, bukan hakku untuk menuntutnya. Aku ikhlas untuk apapun yang aku berikan untuknya dan tidak ingin merusak rasa ikhlas itu dengan harapan dia akan membalasnya. Diam-diam, aku istighfar. Berharap pahala ikhlasku selama ini tidak menguap hanya karena perkara ingin balasan dari anaknya.
“Bu, aku bantuin ibu nyuci baju ya?”
Hawna bertanya malu-malu masih dengan senyum manisnya yang tidak lepas dari wajahnya. Dia giat membantuku mencuci baju (lebih tepat disebut main air sebenarnya). Lalu ketika aku sedang menjemur, karena tali jemuran letaknya tinggi, maka dia hanya menatap semua jemuran itu dijemur.
“Ibu, aku bantu apa lagi nih?”
“Eh, udah nak. Sudah beres semua. Ini tinggal dijemur kok.”
Aku masih sibuk menjemur dan tinggallah dia sendirian menonton aku menjemur pakaian hingga tiba-tiba dia kembali bertanya:
“Ibu, aku bantu ibu bersihin embernya ya?”
“Hah? Embernya? Buat apa?” (sambil menatap ember-ember bekas cucian yang memang sudah lusuh. Karena sudah selesai mencuci, maka semua ember itu aku balik posisinya. Dengan posisi terbalik, tampaklah pantat ember yang berlumut. Aku tidak pernah ambil pusing dengan lumut-lumut itu.)
“Biar bersih. Aku soalnya hari ini mau bantuin ibu. Kan hari ini hari ibu.”
SPLASH... entah mengapa aku jadi terharu mendengar pengakuannya yang polos ini. Aduh, kenapa tadi aku meragukan ketulusan hatinya? Langsung saja aku raih tubuh mungilnya dan aku cium dia bertubi-tubi. Rasa sayangku benar-benar meluap.
Lalu, ketika sore sudah tiba dan semua pekerjaan rumah sudah beres. Dia pun diam-diam memberikan sebuah kertas putih HVS kepadaku.
“Bu, ini buat ibu.”
Perlahan, aku membacanya... kalian ingin membacanya juga? Ini.. silahkan.
Nah, tulisan di atas itu, di samping syair lagu yang dia berikan, adalah tulisan dengan bunyi “lagu ini dimulai” tapi karena dia melihat petunjuknya mengarah ke suatu arah maka dia pun menulisnya mengikuti arah tanda panah. Jadi, dia menulisnya terbalik menjadi “ialumid ini ugal”....
Aku hampir tertawa melihat dia menulis terbalik, tapi sesaat kemudian aku berpikir... ini hebat nggak sih, kok dia bisa mengeja secara terbalik? Menurutku sih luar biasa.
Dan malam ini, belum cukup rasanya semua persembahan cinta yang dia berikan padaku. Ketika menonton Opera Van Java, dia memberiku sebuah kue. Kue Biskuat Coklat ukuran mini (yang mungkin harganya Rp1000 di warung).
Isi kuenya sudah hancur lebur, karena dia mendapat dan menyimpan kue ini sudah lama, dia simpan untuk dia berikan padaku di hari ini. Tertimpa buku-buku pelajarannya, kena ombang ambing isi tasnya yang berat, dan mungkin juga tanpa sengaja terduduk olehnya. Aku yakin jika aku membuka bungkusnya, yang akan aku temui hanyalah remah-remah. Tapi... itu tidak akan mengurangi rasa terharuku atas semua persembahan cinta yang dia berikan padaku. Aku menghargai semua usaha dia untuk menunjukkan rasa sayangnya padaku. Dan rasa sayangku padanya, kian bertambah besar hari ini dan insya Allah besok-besok juga.
I love you anak-anakku.
==============
Penulis: Ade Anita (yang sedang merasakan luapan rasa cinta di dalam hati, hari ini, di hari ibu, 22 desember 2011)
by Ade Anita on Thursday, 22 December 2011 at 22:15
Sepanjang hari ini, ada sesuatu yang aku tunggu dengan rasa hati yang harap-harap cemas. Sesuatu yang tidak bisa aku bayangkan. Tidak. Lebih tepatnya, tidak ingin aku bayangkan. Ya. Karena aku seorang pecinta kejutan.
Ah. Mungkin kalian belum tahu, kenapa aku memulai tulisan ini dengan deretan kalimat di atas. Baik, aku akan ceritakan kronologis tulisan ini dibuat. Tulisan ini bermula ketika kemarin, aku menulis di status facebookku dengan tulisan seperti ini:
Ade Anita
"Eh.. besok hari apa bu?" hawna tiba-tiba bertanya dengan wajah seperti tersadar akan sesuatu.
"hari kamis."
"Tanggalnya?"
"22 desember."
"Oh.. berarti hari ibu dong. Ingetin aku ya bu, karena aku mau ngasi hadiah buat ibu." (sebagai seorang ibu yang belum bisa melepas jiwa materialistiknya, mataku kontan terbelalak dan hatiku girang melompat mendengarnya).
"Hadiah apa?" (mata berbinar-binar bertanya)
"Aku mau bikin kue yang bikin ibu kurus." (kelopak bunga yang mekar di hatiku langsung rontok satu demi satu. Kue apa yang bikin kurus? duh... mau bersenang-senang saja kok ya susah)...
(ceritanya bersambung besok... kita lihat apa surprise yang akan dia berikan)Like · · Yesterday at 15:43 near Jakarta
Nah... nah. Dengan sebuah “clue” yang begitu unik, hati ibu siapa yang tidak penasaran? Dan demikianlah aku sejak pagi. Menanti dengan sabar kejutan apa yang akan terima.
Kebetulan, pagi ini aku harus mengambil raport Hawna ke sekolah. Sejak hari selasa, Hawna sakit jadi tidak masuk sekolah. Ternyata, di hari Rabu, kelas Hawna ada kegiatan tambahan. Yaitu, setiap anak membuat kartu istimewa untuk ibu mereka, menulisnya dengan tulisan tangan mereka sendiri kalimat yang ingin mereka ucapkan sebagai rasa terima kasih untuk para ibu mereka. Sehingga, ketika hari ini, Kamis, 22 Desember 2011, kami, para ibu (ini hari kerja jadi yang mengambil raport memang para ibu atau nenek atau kakek bagi yang ibunya bekerja.. tidak ada pembantu, apalagi supir atau tetangga), selain menerima raport dari anak-anak juga menerima kartu cantik dari anak kami. Sayangnya, karena Hawna tidak masuk sekolah, dia “istimewa” ketimbang anak lain di kelasnya. Dia tidak bisa memberikan kartu cantiknya untukku. Tapi dia memberikan senyumnya yang paling manis untukku di pagi hari sambil mencium kedua pipiku dan mengucapkan “ibu, selamat hari ibu ya.”
Akhirnya, pulang sekolah, setelah ganti baju rumah, Hawna langsung sibuk mencari kertas dan alat tulis.
“Untuk apa?”
“Aku mau bikin sesuatu untuk ibu.”
“Hawna butuhnya apa?”
Lalu dia menyebut beberapa benda yang dibutuhkan dan aku pun menyediakannya dengan suka cita. Setelah semua benda-benda itu terkumpul, dia lalu mulai menekuni kertas putihnya dan mulai menulis. FYI: Hawna baru kelas satu sekolah dasar, jadi untuk menulis dan membaca dia masih mengeja. Jadi, meski dia menutupi kertasnya dengan tubuhnya agar aku tidak bisa mengintip, meski dia berusaha keras berbisik (tapi dia belum bisa berbisik dengan suara bisikan, jadi bisikannya masih agak keras), aku tetap bisa mendengar untaian kalimatnya. Belum lagi ketika dia kesulitan mengeja sebuah kata dan terpaksa bertanya padaku.
“Bu, kalau ‘harap’ itu pake ‘b’ atau pake ‘t’?
“Bukan semua, tapi pake ‘p’. Jadi h-a-r-a-p.”
Uh. Aku seorang pecinta kejutan, dan akhirnya jadi risih sendiri jika harus mendengar tahap demi tahap sebuah kejutan yang akan diberikan seseorang padaku.
“Hawna, ibu tinggal nyuci baju aja ya. Hawna berani kan sendirian? Nanti kalau sudah selesai, bilang saja. Oke?”
Akhirnya, aku pun memisahkan diriku dari dia. Menjauh, demi menjaga kejutan agar tetap jadi kejutan.
Satu jam kemudian, Hawna menyusulku ke tempat mencuci pakaian sambil senyum-senyum. Tapi, dia tidak membawa apa-apa. Loh? Mana kartu yang sedang dia tulis tadi? Apa jangan-jangan batal? Apa jangan-jangan dia tidak mengeja dan gagal menulisnya hingga akhirnya mengurungkan niatnya untuk menulis kartu ucapan untukku? Aduh.... Jujur, aku sedikit kecewa. Kejutanku terlepas begitu saja. Tapi... hei! Aku langsung membenci diriku sendiri. Kenapa harus berharap sih? Apapun yang dia berikan atau tidak ingin dia berikan, bukan hakku untuk menuntutnya. Aku ikhlas untuk apapun yang aku berikan untuknya dan tidak ingin merusak rasa ikhlas itu dengan harapan dia akan membalasnya. Diam-diam, aku istighfar. Berharap pahala ikhlasku selama ini tidak menguap hanya karena perkara ingin balasan dari anaknya.
“Bu, aku bantuin ibu nyuci baju ya?”
Hawna bertanya malu-malu masih dengan senyum manisnya yang tidak lepas dari wajahnya. Dia giat membantuku mencuci baju (lebih tepat disebut main air sebenarnya). Lalu ketika aku sedang menjemur, karena tali jemuran letaknya tinggi, maka dia hanya menatap semua jemuran itu dijemur.
“Ibu, aku bantu apa lagi nih?”
“Eh, udah nak. Sudah beres semua. Ini tinggal dijemur kok.”
Aku masih sibuk menjemur dan tinggallah dia sendirian menonton aku menjemur pakaian hingga tiba-tiba dia kembali bertanya:
“Ibu, aku bantu ibu bersihin embernya ya?”
“Hah? Embernya? Buat apa?” (sambil menatap ember-ember bekas cucian yang memang sudah lusuh. Karena sudah selesai mencuci, maka semua ember itu aku balik posisinya. Dengan posisi terbalik, tampaklah pantat ember yang berlumut. Aku tidak pernah ambil pusing dengan lumut-lumut itu.)
“Biar bersih. Aku soalnya hari ini mau bantuin ibu. Kan hari ini hari ibu.”
SPLASH... entah mengapa aku jadi terharu mendengar pengakuannya yang polos ini. Aduh, kenapa tadi aku meragukan ketulusan hatinya? Langsung saja aku raih tubuh mungilnya dan aku cium dia bertubi-tubi. Rasa sayangku benar-benar meluap.
Lalu, ketika sore sudah tiba dan semua pekerjaan rumah sudah beres. Dia pun diam-diam memberikan sebuah kertas putih HVS kepadaku.
“Bu, ini buat ibu.”
Perlahan, aku membacanya... kalian ingin membacanya juga? Ini.. silahkan.
Nah, tulisan di atas itu, di samping syair lagu yang dia berikan, adalah tulisan dengan bunyi “lagu ini dimulai” tapi karena dia melihat petunjuknya mengarah ke suatu arah maka dia pun menulisnya mengikuti arah tanda panah. Jadi, dia menulisnya terbalik menjadi “ialumid ini ugal”....
Aku hampir tertawa melihat dia menulis terbalik, tapi sesaat kemudian aku berpikir... ini hebat nggak sih, kok dia bisa mengeja secara terbalik? Menurutku sih luar biasa.
Dan malam ini, belum cukup rasanya semua persembahan cinta yang dia berikan padaku. Ketika menonton Opera Van Java, dia memberiku sebuah kue. Kue Biskuat Coklat ukuran mini (yang mungkin harganya Rp1000 di warung).
Isi kuenya sudah hancur lebur, karena dia mendapat dan menyimpan kue ini sudah lama, dia simpan untuk dia berikan padaku di hari ini. Tertimpa buku-buku pelajarannya, kena ombang ambing isi tasnya yang berat, dan mungkin juga tanpa sengaja terduduk olehnya. Aku yakin jika aku membuka bungkusnya, yang akan aku temui hanyalah remah-remah. Tapi... itu tidak akan mengurangi rasa terharuku atas semua persembahan cinta yang dia berikan padaku. Aku menghargai semua usaha dia untuk menunjukkan rasa sayangnya padaku. Dan rasa sayangku padanya, kian bertambah besar hari ini dan insya Allah besok-besok juga.
I love you anak-anakku.
==============
Penulis: Ade Anita (yang sedang merasakan luapan rasa cinta di dalam hati, hari ini, di hari ibu, 22 desember 2011)
Langganan:
Komentar (Atom)









