BOnsai

sekali lagi... tulisan yang dipindahkah dari blog lamaku, Hello Myself-nya ade anita

SATURDAY, AUGUST 23, 2003
Bonsai
Pada suatu siaran berita sore di Salah satu stasiun televisi di Indonesia (:Indosiar), ada sebuah berita selingan tentang keluhan petani bonsai akibat musim kekeringan yang melanda tanaman bonsai yang mereka pelihara. Ini karena bonsai berbeda dengan tanaman hias lainnya, mereka tidak bisa menerima air kotor (comberan) untuk menyegarkan tanaman tersebut. Padahal pasokan air bersih di musim krisis air bersih sekarang ini sangat terbatas (ada sih ada, tapi karena harganya mulai kian mahal, jadi lebih baik dialokasikan untuk keperluan manusia sehari-hari seperti masak, minum, cuci dan mandi). Jika dipaksakan diberi air comberan, maka daun pada tanaman bonsai bisa rontok atau setidaknya berwarna kekuningan lalu kering (ujung-ujungnya rontok juga).

(ups, maap. Aku tinggal dulu sebentar yah, untuk sebuah keperluan. Anakku yang sedang menyetel televisi di sebelahku membesarkan volume televisinya. “Biar seru Bu, jadi enak dengarnya.”. Begitu jawabnya ketika aku memintanya untuk mengurangi volume televisi yang ditontonnya. “Iyah, emang seru kalau nonton dengan volume besar seperti itu, tapi nggak enak dengan orang-orang yang lewat di gang sebelah rumah kita. Nanti mereka kira kita sedang pame rkarena punya televisi. Belum lagi ada adik bayi yang dari semalam menangis terus semalaman, mungkin saja siang ini adik bayi itu sedang ingin tidur, nanti dia bisa terbangun. Sudah, kecilkan sedikit volume televisinya.” Anakku bersungut-sungut tapi tak urung menuruti petunjukku.)

Seperti kita ketahui, Bonsai adalah tanaman yang dikerdilkan dengan cara membentuk sebuah tanaman agar tidak pernah bisa tinggi dan besar. Secara rutin, ujung-ujung cabang baru dipotong menurut bentuk pohon yang diinginkan. Aku pernah melihat cara membuat pohon bonsai sejak pohon masih sangat muda di sebuah acara pertamanan di salah satu televisi Australia (:Seven). Sebelum pohon itu besar, pada sekeliling batang muda tersebut dililit kawat tipis yang mengitari batang pohon yang masih hijau tersebut sambil mulai menentukan seperti apa bentuk pohon bonsai yang kita inginkan kelak. Secara berkala ujung ranting dan cabang dipotong agar mereka tidak keluar dari bentuk pohon yang sudah kita rencanakan. Kenapa harus secara teratur ujung itu dipotong? Karena jika batang sudah mulai berwarna coklat muda, itu artinya batang sudah sulit untuk dibentuk meliuk mengikuti bentuk kawat. Artinya, ada penyimpangan yang terjadi dari bentuk bonsai yang sudah direncanakan sebelumnya. Hmm…. Sejak itu aku selalu salut pada petani bonsai dan para penggemar tanaman tersebut, karena yang terbayang di mataku adalah kerajinan, keuletan dan ketelatenan mereka memelihara tanaman yang menurutku menjadi sangat manja dan “dependent” (bergantung pada orang lain). Jadi, jangan heran jika harga bonsai yang dijual oleh para petani bonsai bisa sangat mahal. DI acara selingan tersebut, sebuah bonsai yang tingginya hanya 75 cm, berdaun rimbun dan menyerupai miniatur pohon beringin yang biasa aku lihat di kebun raya bogor, harganya bisa mencapai empat puluh juta rupiah (Rp 4000.000). Semakin rumit bentuk pohon dan semakin kreatif penempatan daun, batang dan ranting dari sebuah pohon yang berkolaborasi dengan kesuburan tanaman semakin mahal tanaman bonsai tersebut. Jadi jangan heran jika ada sebuah pohon bonsai yang harganya mencapai ratusan juta rupiah perpohonnya. Fantastis kan.

(Wah. Lagi-lagi aku harus minta maaf karena kembali harus meninggalkan kelanjutan tulisan ini. Kali ini, para juniorku sedang mencomot perkedel dan tahu bandung goreng yang ada di atas meja makan. Hm. Hari ini aku masak memang agak pas-pasan karena badanku terasa kurang sehat. Ada delapan potong tahu bandung dan enam potong perkedel di atas piring. Keduanya sedianya akan menjadi lauk menyertai sayur tumis kangkung untuk makan malam keluargaku. Mungkin karena malas membuka toples makanan kecil, dengan lancar tangan-tangan mungil para juniorku (ada dua orang) mencomot perkedel dan tahu bandung goreng tersebut. Sekarang tersisa tiga potong tahu dan empat perkedel saja. “Sudah, cukup yah. Jangan diambil lagi. Itu kan ibu masak buat lauk makan malam. Ibu kurang enak badan untuk memasak yang baru lagi. Kalau dicomot terus, nanti habis. Kita makan malam Cuma pakai sayur ajah nanti. Nggak papah?”. Anakku nyengir kuda. “Habis enak sih bu, apalagi masih hangat seperti ini. Nonton TV juga jadi kerasa lebih enak.”. Sebuah alasan terlontar. “Iyah, tapi kan yang enak itu tidak harus diumbar, kita harus pikirkan juga siapa yang belum mencobanya. Ayah belum pulang, nanti ayah nggak kebagian. Meski enak, tetap saja harus ingat bahwa ini bukan untuk kita sendiri tapi untuk dinikmati semuanya. Jangan mentang-mentang enak lalu jadi egois. Lagian ini kan hanya cemilan, yang utama itu kan makan malam. Kalau sudah kenyang duluan makan cemilan, pas makan yang betulannya malah sudah bosan duluan.. Cari cemilan lain saja yah. Ibu bukakan toples dari kue yang kalian inginkan.”. Kembali para juniorku tersenyum malu dan minta dibukakan sebuah toples keripik.)

Di sebuah koran terbitan ibukota, ada sebuah artikel yang cukup menarik untuk disimak. Tulisan dari Haedar Nashir di kolom Refleksi yang berjudul “Kuda Bersayap” (Republika, 24/8/2003). Dia menyorot tentang kegilaan yang terjadi pada masyarakat Indonesia dewasa ini. Bermula dari penafsiran yang salah akan makna reformasi. Bagi masyarakat Indonesia, Haedar menulis bahwa kesalahan itu terjadi karena reformasi dipandang sebagai kebebasan. Kebebasan seperti apa, tidak ada yang membingkainya sehingga yang berkembang kemudian adalah dewa kebebasan yang melebihi agama dan moral. Coba saja lihat, penyanyi dandut yang dulu ditegur itu adalah Inul, Anisa Bahar, Uut Permata Sari dan dua orang lagi yang maaf, aku lupa namanya (^_^). Goyangan mereka digolongkan sebagai goyangan erotis. Tapi atas nama kebebasan, justru mereka ramai-ramai dibela sehingga jangan heran jika sekarang yang muncul adalah cetakan-cetakan baru yang serupa dengan penyanyi dangdut di atas. Rasanya hampir semua penyanyi dangdut berlenggok serupa bahkan kini semakin “gila-gilaan”. Pernah suatu malam tanpa sengaja aku melihat tayangan iklan suatu acara dangdut yang baru di salah satu televisi swasta. Para pembawa acara yang juga penyanyi dandut yang terkenal karena goyangan “binalnya”, memberi peringatan dengan gayanya yang genit dan kenes pada para penonton yang akan menonton acara baru tersebut: “Penonton. Sebelum kalian melihat acara ini, persiapkan dahulu jantung kalian. Kami akan mengguncang-guncang debaran jantung anda selama satu jam penuh.” Atas nama kebebasan, para produser dibantu oleh media massa berlomba menayangkan adegan yang melabrak aturan norma susila. Dan atas nama kebebasan pula, orang-orang kini tidak malu-malu lagi melakukan praktik tradisi menghalalkan segala cara. Politik uang yang terjadi di mana-mana dalam pemilihan gubernur atau bupati atau jabatan-jabatan publik lainnya. Dan atas nama kebebasan pula berbagai aturan nilai yang sebelumnya ditanamkan pada anak-anak muda sejak kecil dilabrak sehingga para generasi muda kehilangan petunjuk arah. Jadi jangan heran jika sedang jalan-jalan ke mall, kalian melihat ada seorang gadis yang berpakaian tank top (terbuka pundak dan pusarnya), bergandengan mesra dengan kekasihnya, lalu ketika masuk waktu shalat dia masuk juga ke mushalla, shalat, begitu selesai kembali lagi dengan kelakuan semula. Berangkulan mesra (sangat sih sebenarnya kata yang tepat) lagi dan masuk bagian penjualan pakaian untuk mencari pakaian tank top lain dengan warna yang sama mencoloknya dengan yang dipakainya. Jika ada sebuah teguran yang terlontar atas perilaku mengumbar kebebasan tanpa batas tersebut, maka orang ramai-ramai akan mengutuknya sebagai usaha pengkerdilan kemampuan dan bakat. Ah. Benar-benar sudah jaman edan. Tepat sekali ungkapan yang dipinjam oleh Haedar dari alur berpikir Ronggo Warsito. “Zaman ini zaman edan, siapa yang tidak ikut edan, tidak akan kebagian.” Innalillahi wa innailaihirajiun.

(hmm. Kalian tentu berpikir, lalu apa hubungannya dengan judul Bonsai yang jadi judul artikel ini. Aku juga tidak tahu. Tapi jika teringat pada para juniorku aku jadi teringat dengan para petani bonsai. Barangkali tanpa aku sadari, aturan yang aku dan suamiku coba terapkan pada mereka adalah perilaku para petani bonsai untuk memangkas segala sesuatu yang bisa merusak bentuk bonsai yang diinginkan. Semua orang tua tentu ingin anaknya tumbuh sesuai harapan. Bukan bermaksud untuk mengkerdilkan kemampuan dan bakat mereka. Tapi justru ingin agar mereka terbingkai dalam aturan yang bisa mengantarkan mereka agar lebih terpuji di masa yang akan datang. Bukankah dunia ini adalah persinggahan sementara? Cemilan yang tidak akan mengenyangkan perut tapi jika tidak dibatasi justru bisa merusak kedudukan hidangan utama. Dan syariat serta norma agama adalah cara Tuhan untuk mengatur manusia agar menjadi mulia dan berderajat terhormat baik di dunia dan akhirat. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar. )
posted by ade anita @ 1:59 AM

nikmat Allah yang turun dari Langit

ketemu blog lamaku yang aku dah lupa passwordnya.. hehehe.... aku pindahin aja deh kesini.. biar kumpul dengan tulisanku yang lain.

THURSDAY, AUGUST 28, 2003 (dari blog Hello Myselfnya ade anita)
nikmat Allah yang turun dari Langit
Tanggal 27 Agustus 2003, smsku berbunyi tanda ada sebuah pesan yang masuk.
“AssalamuÂ’alaikum wr wb mbak Ade. Apa Kabar? Sudah lihat planet Mars? Alhamdulillah aku melihatnya di teras belakang rumah. Subhanallah gede dibanding bintang yang lain.”

Stop. Pesannya singkat tapi cukup membangkitkan rasa ingin tahu keluargaku karena pesan itu aku sampaikan pada suami dan anak-anakku. Sayangnya, saat itu aku masih terbaring sakit. Meski begitu, suami dan anak-anakku bersiap di sore menjelang petang untuk melihat peristiwa itu.

Kala itu Planet Mars memang sedang menuju ke titik terdekat dengan bumi, pada jarak yang tidak pernah terjadi selama hampir 60.000 tahun. Jarak yang terdekat akan dicapai pada tanggal 27 Agustus pada pukul 09.51 GMT saat mars berada di posisi 55,76 juta km dari bumi.Waw, subhanallah. Aku baru saja kehilangan kesempatan langka. Usia manusia itu, jika saja mengikuti usia Rasul saw, mungkin hanya sampai 65 tahun. Tapi ibuku yang baru saja meninggal beberapa bulan lalu, meninggal pada usia 58 tahun, belum lagi tetanggaku yang meninggal di usia yang tidak begitu jauh dari usiaku. Artinya, jika kehilangan kesempatan untuk dapat melihat penampakan dari Planet Mars dengan mata telanjang saat ini, aku harus menunggu hingga 60.000 tahun.

Hik..hikÂ… tidak mungkiiiinnn.

Tapi untung tak bisa diraih dan malang tak dapat ditolak. Itulah takdir yang sudah ditentukan Allah pada keluargaku. Aku terbaring sakit di tempat tidur dan kehilangan episode mengagumkan dari penampakan Planet Mars tersebut. Sedangkan suami dan anak-anakku, hmm. Ada kendalanya tersendiri. Belakang rumahku terhalang oleh tumpukan atap rumah-rumah penduduk yang padat sebagaimana halnya yang menjadi ciri khas rumah penduduk masyarakat perkotaan di Kota Metropolitan Jakarta. Dengan usaha dan sedikit harapan kami berlari ke halaman depan. Tapi langit tertutup awan mendung. Warna kelam kelabu menyelubungi langit di sekitar rumahku. Jadi, jangankan planet Mars, sepotong bintangpun tak tampak.Alhamdulillah. Itulah nikmat Allah. Pada akhirnya kami sekeluarga menyadari bahwa nikmat Allah itu sungguh tersebar di segala penjuru sudut bumi dan sekelilingnya. Keberadaannya memberi warna tersendiri pada diri manusia. Ada semangat yang terkobarkan karenanya, ada kesenangan yang tumbuh di dalam hati dan ada kepuasan dalam diri atas apa yang telah berhasil digenggamnya.

Tapi, manusia tetap memiliki keterbatasan yang bersifat di luar kendalinya. Ada yang berhasil meraih sesuatu dengan mudah. Itu artinya Allah sudah memberikan kesempatan padanya untuk dapat meraih nikmat tersebut. Tapi ada juga yang memerlukan usaha untuk dapat meraihnya. Dan ketika semua usaha sudah dilakukan, tapi kesempatan untuk memilikinya tidak juga dapat diraih, itulah takdir dan takdir itu adalah nikmat tersendiri. Kenikmatan itu adalah rasa syukur karena tersadarkan bahwa kita punya keterbatasan dan Allah Maha Berkuasa atas segalanya. Membangkitkan kesadaran bahwa sesungguhnya kitalah yang membutuhkan (selalu) pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT. Beserta kesulitan ada kemudahan.

Setelah malam berlalu dengan mendungnya., di pagi hari hujan turun dari langit Jakarta. Tidak deras tapi berhasil menghapus debu-debu yang sudah menumpuk di atap-atap rumah dan mulai berkonspirasi dengan angin yang berhembus untuk menyebarkan penyakit. Sudah ada beberapa orang yang meninggal akibat serangan diare. Krisis air bersih memang masih menyelubungi kota-kota di Indonesia akibat kemarau tahun ini. Mungkin karena itulah kebersihan jajanan pasar mulai menyebarkan penyakit. Mungkin karena berpikir ingin menghemat air bersih, banyak pedagang yang meminimalisir penggunaan air bersih dalam pengolahan makanan yang mereka jual pada konsumen. Aku sendiri melarang anggota keluargaku untuk jajan sembarangan di pinggir jalan setelah ada anak usia 3 tahun tetanggaku tak tertolongkan lagi setelah tiga hari terserang diare. Hujan yang turun pagi di awal september ini, memang bukan murni hujan betulan. Karena itu adalah hujan buatan. Kemampuan berpikir manusia berotak cerdas berhasil memanfaatkan awan kumulus yang tampak bergerombol di atas langit tapi hanya hilir mudik bimbang akibat dipermainkan angin yang menerbangkannya kesana kemari.

Hujan buatan adalah istilah gampang untuk tehnik modifikasi cuaca. Persepsi yang berkembang selama ini yang menganggap teknologi ini bisa digunakan kapan saja dibutuhkan adalah sebuah persepsi salah. Karena untuk menjalankan teknologi ini harus ada syarat pendukung utamanya, yaitu awan. Awannya pun bukan jenis sembarangan, tapi awan yang menyerupai kapas, atau yang biasa disebut awan kumulus. Tehnik modifikasi cuaca ini adalah melakukan “deal” dengan awan. Ada tiga tehnik modifikasi yang bisa digunakan. Pertama membantu membantu pertumbuhan awan dengan penyebaran garam murni. Kedua untuk menjatuhkan hujan dan ketiga untuk mencegah terjadinya banjir akibat hujan yang menumpuk hanya di satu daerah konsentrasi dengan cara membuyarkan awan. Untuk menjatuhkan air yang tertampung di dalam awan kumulus ini, maka disemailah tepung garam dapur (NaCL). Bahan ini dipilih karena amat cocok sebagai inti kondensasi, tempat uap air mengembun atau menjadi titik-titik air. Sedang untuk membuyarkan awan, bahan yang cocok adalah tepung kapur (CaO). Bahan ini dipilih karena sifatnya yang menyerap panas. Dengan sifat seperti ini, uap air akan dicegah menjadi air karena panas untuk berkondensasi akan diserap (Republika, 26 Agustus 2003).Berpikir. Itulah bekal yang diberikan Allah pada manusia. Satu-satunya hal yang membedakan manusia dengan hewan. Hewan bertahan hidup dengan mengandalkan pada nalurinya tapi manusia diberi kemampunan untuk berpikir. Itu sebabnya kerja keras dan belajar adalah ketentuan yang diperintahkan dalam Al Quran. Tak semua mukmin diperintahkan untuk maju ke medan perang guna berperang membela agama Allah tapi diperintahkan sebagiannya untuk tinggal guna belajar dan menggali ilmu.

Ilmu Allah Maha Luas sehingga jika laut menjadi tintanya dan hamparan langit menjadi kertas untuk menulisnya, maka hal itupun tidak akan sanggup untuk menulis semua ilmu yang Allah miliki. Dan itulah nikmat Allah yang diberikan pada semua manusia yang menyadarinya. Alhamdulillah.Nikmat Allah sungguh tersebar. Sekarang, ujian terbesar yang dihadapi manusia adalah, apakah manusia sanggup bersyukur atas segala nikmat tersebut ataukah malah mengingkarinya? Semoga kita semua dimasukkan Allah ke dalam golongan manusia yang pandai bersyukur. Aamiin.
posted by ade anita @ 11:53 AM

masih penasaran...

kemarin.. setelah seharian duduk di depan notebook, akhirnya berhasil masukin daftar link teman2 yang saya suka bacanya.. sekarang, saya masih penasaran gimana caranya merubah latar belakang blog saya agar bisa macem2 selain daripada yang sudah disediakan oleh blogger ini... hmm.... begini ini kalau gaptek tapi banyak maunya... tapi asli bingung..setiap kali dah ketemu yang saya taksir, eh, begitu code2 yang njelimet itu dipindahin ke sini, pasti ditolak sama blog saya ini... hiks... padahal nyarinya seharian... gimana caranya sih? ... duh... pingin ngerubah latar belakang deh... hiks..

puisi cinta

Saya penggemar dongeng sejak masih kecil. Bukan karena selalu ada keajaiban di dalam dongeng, tapi karena dalam cerita dongeng selalu terjadi pertemuan dua orang kekasih yang saling mencintai satu sama lain dan akhirnya mereka awet dalam percintaan hingga maut memisahkan mereka.

and they Happy ever after.
Hingga mereka akhirnya Bahagia selamanya.

Tentu selalu ada rintangan dalam sebuah kisah cinta. Terkadang rintangan itu menguras air mata, kadang membangkitkan amarah. Tapi kekuatan cinta benar-benar ampuh dilukiskan pada setiap dongeng. Cinta yang mampu mengalahkan seorang raksasa yang amat menakutkan dan amat biadap sekalipun. Mampu mengalahkan api yang menjilat-jilat dan membakar seantero jagad raya. Bahkan cinta juga dilukiskan mampu menembus langit, menyeruak ke dalam dasar bumi dan tetap berdiri kokoh meski berada di puncak gunung yang amat tinggi dan runcing.

Pada akhirnya... saya menjadi seorang yang selalu percaya bahwa cinta bisa menyelesaikan banyak hal. Dan ciinta juga bisa menyembuhkan semua luka yang ada. Itu sebabnya saya selalu menyukai membaca semua puisi cinta. Juga semua cerita cinta. Meski terkadang muak jika membaca tulisan tentang cinta yang terlalu picisan dan murahan.

Pagi ini.... ketika saya baru pulang dari dokter karena putri bungsu saya terserang diare (nama tengah semua anak-anak saya memiliki arti 'cahaya cinta' loh, hehe maaf out of topic), saya diundang untuk membaca sebuah puisi cinta dari seseorang yang saya kagumi yang baru saja kehilangan orang yang dicintainya. BJ Habibie.... Jujur, sejak ibu Ainun Hasri Habibie meninggal, saya selalu mengucurkan air mata menyaksikan kedua sejoli (BJ Habibie dan almarhumah istrinya) merasakan kepedihan sebuah perpisahan. Sekaligus terharu karena kisah cinta mereka, ternyata lebih indah dari pusi-puisi cinta yang pernah disuguhkan di hadapan saya untuk saya nikmati. Jadi, hati saya langsung terenyuh membaca puisi cinta seorang Habibie untuk istri tercintanya yang telah tiada. Sambil berharap, semoga suami saya juga mencintai saya sedemikian dalam seperti itu.

Dan ini lah puisi cinta seorang Habibie untuk istrinya tersebut.

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,

pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,

Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,

kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....

akhirnyaaaaaaa.

hehehehe.... aku emang gaptek total... kebangetan deh gapteknya... dah nggak usah diragukan lagi.. bolak balik gaptek semua... makanya aku hari ini senang banget, setelah berkutat malang melintang selama lebih dari empat (4) jam, akhirnya aku bisa juga bikin list link ke blog-blog yang aku suka bacanya....
parah banget ya... selama ini, aku selalu kehilangan jejak mereka... hanya karena aku nggak tahu gimana cara nyimpen blog yang udah pernah aku baca...

Bu ainun dan pak habibie... soulmate yang sedang terluka

ikut duka cita atas meninggalnya Ibu Ainun Habibie, istri presiden ketiga RI, BJ Habibie.... aku kagum dengan cinta mereka berdua.. tetap setia dan saling mencintai satu salam lain hingga maut memisahkan mereka berdua.... hiks...asli pasangan soulmate banget.
selamat jalan Bu Ainun Habibie...

Every Day I Love You

Hawna, usianya baru 4 tahun empat bulan... siang itu tampak asyik membaca buku. Hmm.. lebih tepatnya memperhatikan setiap gambar dan huruf di dalam buku tersebut. Dia memang belum bisa membaca tapi sudah menyukai buku sejak kecil. Mungkin karena kami sering membacakan dia dongeng dari sebuah buku dan mungkin juga karena dia sering melihat anggota keluarganya di rumah ini semua senang membuka buku, akhirnya dia pun menyukai buku.

Siang itu, Hawna tampak tengkurap menghadapi buku bergambarnya. Matanya asyik berpindah-pindah dari gambar yang satu ke gambar yang lain. Mungkin imajinasi di kepalanya sedang berpetualang menuturkan sebuah cerita tersendiri dari semua gambar yang dia perhatikan itu. Aku gemas melihat punggung mungilnya, juga rambut tipis dan lurusnya yang tampak berkilat tertimpa cahaya lampu. Tanpa terasa, tanganku terulur untuk mengelus kepalanya lalu sebuah ciuman terkirim ke belakang kepalanya.

"Sstt... hawna." Hawna menengok dengan pandangan jenakanya. Mata itu selalu ceria dan terlihat tanpa beban.
"Ada apa ibu?"

"I Love You." Lalu cup, aku mengiringi pernyataan cintaku ini dengan sebuah kecupan di keningnya. Hawna melongo melihatku.
"Kok I Love You sih bu?" Katanya polos. Membuat hatiku semakin merasa sayang padanya.
"Iya, karena ibu sayang banget sama kamu."

"Oh." Hanya itu jawabnya. Lalu kepalanya kembali menekuri bukunya. Tapi hanya sebentar, karena tidak lama kemudian dia kembali menatapku.

"Bu, I Love YOunya kenapa siang-siang?"
"Loh, memangnya kenapa?" Aku balik bertanya sambil menahan senyum. Wajah Hawna asli polosssss banget. Kening mungilnya dihiasi beberapa butir keringat. Dan matanya, mata itu tetap jernih... seandainya saja itu sebuah telaga, tentu kesegaran akan diperoleh dengan segera jika saja kita terjun dan berenang di dalamnya.

"I Love You seharusnya malam-malam saja ibu." Aku tertawa mendengarnya. Sudah menjadi kebiasaan kami, setiap malam sebelum tidur, aku mengajarkan Hawna untuk merapal surat Al Fathihah, dilanjutkan dengan doa mau tidur dalam bahasa Arab lalu artinya dalam bahasa Indonesia yang dimodifikasi. Allahumma, Hawna mau tidur, lindungi Hawna, ayah, ibu, mas ibam dan mbak arna.. aammiin."... lalu aku akan mengucapkan kalimat "I LOve You" kepadanya...lalu dia akan menjawab " I Love YOu too."... lalu dia mulai mengucapkan kata "selamat malam ibu." lalu kepada ayahnya juga... barulah kemudian dia tidur. Dengan begitu, ucapan I Love You memang identik dengan ucapan yang diucapkan di malam hari.

"I Love You itu artinya, aku cinta banget sama kamu. Aku sayang banget sama kamu. Jadi, ibu sayang banget sama Hawna. Sayangnya nggak cuma pas malam-malam saja. Tapi juga pagi, siang, sore, pokoknya lamaaa dan semuanya deh."
"Oh, berarti terus-terusan dong bu sayangnya?" Dia bertanya lagi dengan wajah yang super duper serius. Aku tidak tahan jadi segera mengangguk dan mendaratkan sebuah kecupan lagi di pipinya yang empuk.
"Iya... Ibu sayang sama kamu terus-terus." Hawna langsung senyum mendengar ucapanku. Hidungnya tampak kembang kempis. Aha! Dia rupanya mengerti apa yang baru saja aku katakan.

"Sama ayah juga?"
"Sama ayah juga." Aku mengangguk sambil menahan senyum.
"Sama mas ibam?"
"Sama mas ibam juga."
"Sama mbak arna?"
"Sama mbak arna juga."
"Bearti sama semuanya ibu sayang dong, sama kayak sayang ke aku." Senyumku semakin terkulum. La iya lah, sudah jelas sekali. Dasar anak kecil, pertanyaannya suka ajaib.
"Iya... sama semuanya juga sayang. Sayangnya terus-terusan juga." Hawna kembali tersenyum. Kali ini matanya terlihat berbinar-binar kesenangan. Lalu dia kembali melanjutkan memperhatikan buku yang semula dia tinggalkan karena terlibat obrolan denganku barusan. Aku terus memandang punggungnya dan mengelus-elus punggungnya dengan rasa sayang. Tiba-tiba, Hawna berdiri sambil senyum-senyum menatapku. Aku heran. Ada apa ini?

"Ibu, jangan takut. Aku juga sayangnya terus-terusan ke ibu. I Love You too-nya terus-terusan juga. Sama yang lain juga. Sama semuanya deh."
Wah... subhanallah.. ini pernyataan cinta yang paling indah. Segera saja aku raih tubuh mungil Hawna dan memeluknya erat-erat. Lalu kubisikkan di telinga, "Terima kasih ya nak. I Love You always."

Every Day I Love You

Hawna, usianya baru 4 tahun empat bulan... siang itu tampak asyik membaca buku. Hmm.. lebih tepatnya memperhatikan setiap gambar dan huruf di dalam buku tersebut. Dia memang belum bisa membaca tapi sudah menyukai buku sejak kecil. Mungkin karena kami sering membacakan dia dongeng dari sebuah buku dan mungkin juga karena dia sering melihat anggota keluarganya di rumah ini semua senang membuka buku, akhirnya dia pun menyukai buku.

Siang itu, Hawna tampak tengkurap menghadapi buku bergambarnya. Matanya asyik berpindah-pindah dari gambar yang satu ke gambar yang lain. Mungkin imajinasi di kepalanya sedang berpetualang menuturkan sebuah cerita tersendiri dari semua gambar yang dia perhatikan itu. Aku gemas melihat punggung mungilnya, juga rambut tipis dan lurusnya yang tampak berkilat tertimpa cahaya lampu. Tanpa terasa, tanganku terulur untuk mengelus kepalanya lalu sebuah ciuman terkirim ke belakang kepalanya.

"Sstt... hawna." Hawna menengok dengan pandangan jenakanya. Mata itu selalu ceria dan terlihat tanpa beban.
"Ada apa ibu?"

"I Love You." Lalu cup, aku mengiringi pernyataan cintaku ini dengan sebuah kecupan di keningnya. Hawna melongo melihatku.
"Kok I Love You sih bu?" Katanya polos. Membuat hatiku semakin merasa sayang padanya.
"Iya, karena ibu sayang banget sama kamu."

"Oh." Hanya itu jawabnya. Lalu kepalanya kembali menekuri bukunya. Tapi hanya sebentar, karena tidak lama kemudian dia kembali menatapku.

"Bu, I Love YOunya kenapa siang-siang?"
"Loh, memangnya kenapa?" Aku balik bertanya sambil menahan senyum. Wajah Hawna asli polosssss banget. Kening mungilnya dihiasi beberapa butir keringat. Dan matanya, mata itu tetap jernih... seandainya saja itu sebuah telaga, tentu kesegaran akan diperoleh dengan segera jika saja kita terjun dan berenang di dalamnya.

"I Love You seharusnya malam-malam saja ibu." Aku tertawa mendengarnya. Sudah menjadi kebiasaan kami, setiap malam sebelum tidur, aku mengajarkan Hawna untuk merapal surat Al Fathihah, dilanjutkan dengan doa mau tidur dalam bahasa Arab lalu artinya dalam bahasa Indonesia yang dimodifikasi. Allahumma, Hawna mau tidur, lindungi Hawna, ayah, ibu, mas ibam dan mbak arna.. aammiin."... lalu aku akan mengucapkan kalimat "I LOve You" kepadanya...lalu dia akan menjawab " I Love YOu too."... lalu dia mulai mengucapkan kata "selamat malam ibu." lalu kepada ayahnya juga... barulah kemudian dia tidur. Dengan begitu, ucapan I Love You memang identik dengan ucapan yang diucapkan di malam hari.

"I Love You itu artinya, aku cinta banget sama kamu. Aku sayang banget sama kamu. Jadi, ibu sayang banget sama Hawna. Sayangnya nggak cuma pas malam-malam saja. Tapi juga pagi, siang, sore, pokoknya lamaaa dan semuanya deh."
"Oh, berarti terus-terusan dong bu sayangnya?" Dia bertanya lagi dengan wajah yang super duper serius. Aku tidak tahan jadi segera mengangguk dan mendaratkan sebuah kecupan lagi di pipinya yang empuk.
"Iya... Ibu sayang sama kamu terus-terus." Hawna langsung senyum mendengar ucapanku. Hidungnya tampak kembang kempis. Aha! Dia rupanya mengerti apa yang baru saja aku katakan.

"Sama ayah juga?"
"Sama ayah juga." Aku mengangguk sambil menahan senyum.
"Sama mas ibam?"
"Sama mas ibam juga."
"Sama mbak arna?"
"Sama mbak arna juga."
"Bearti sama semuanya ibu sayang dong, sama kayak sayang ke aku." Senyumku semakin terkulum. La iya lah, sudah jelas sekali. Dasar anak kecil, pertanyaannya suka ajaib.
"Iya... sama semuanya juga sayang. Sayangnya terus-terusan juga." Hawna kembali tersenyum. Kali ini matanya terlihat berbinar-binar kesenangan. Lalu dia kembali melanjutkan memperhatikan buku yang semula dia tinggalkan karena terlibat obrolan denganku barusan. Aku terus memandang punggungnya dan mengelus-elus punggungnya dengan rasa sayang. Tiba-tiba, Hawna berdiri sambil senyum-senyum menatapku. Aku heran. Ada apa ini?

"Ibu, jangan takut. Aku juga sayangnya terus-terusan ke ibu. I Love You too-nya terus-terusan juga. Sama yang lain juga. Sama semuanya deh."
Wah... subhanallah.. ini pernyataan cinta yang paling indah. Segera saja aku raih tubuh mungil Hawna dan memeluknya erat-erat. Lalu kubisikkan di telinga, "Terima kasih ya nak. I Love You always."